30. Hari spesial (2)

8.6K 1.5K 212
                                    

Cepet kaan? Ya kaaan? 🤣🤣

"Nggak nginep aja, Ka? Emang kamu nggak cape?" Uwi berusaha merayu. Dia sudah berpikir bahwa mereka akan berakhir menginap di sini, karena sudah melewati jam check out. Ternyata memang Raka memesan kamar untuk dua malam. Sayangnya Raka tiba-tiba berkeras mengajak istrinya pulang.

"Nggak, aku masih sanggup bawa motor sampai Sentul. Lagipula kita nggak bawa baju, Ruisha," ucap Raka sambil mengenakan jaketnya. Melihat Uwi yang masih duduk diam, Raka berinisiatif memakaikan jaket pada tubuh istrinya.

"Berarti malam ini nginepnya di rumah Sentul?" Uwi mengonfirmasi.

"Di rumah Mama. Kan besok ajak si Kembar jalan-jalan."

Uwi menggigit lidahnya, berusaha menahan diri untuk meminta menginap di rumah Sentul saja. Karena aktivitas malamnya bersama Raka yang sedang aktif-aktifnya, lama-kelamaan Uwi merasa risih tinggal seatap dengan orangtuanya. Apalagi kamar mandi di rumah Mama berada di luar kamar. Bisa dibayangkan mereka berdua sering mengendap tengah malam atau dini hari untuk membersihkan sisa jejak pertempuran di dalam kamar mandi.

Si Kembar pun ikut berkomentar akan kebiasaan baru Uwi yang keramas setiap pagi, padahal nyaris seumur hidupnya dia selalu keramas sebelum tidur. Alasan besar yang lain adalah, Uwi merasa betah dan bebas melakukan apa saja di rumah Sentul. Kian lama dia merasa rumah Mamanya bukan merupakan rumahnya lagi.

Sepanjang perjalanan pulang Uwi bungkam, otaknya sedang fokus menimbang keinginan untuk pindah rumah yang kian menguat.

Raka membelokkan motornya ke jalan yang berbeda, karena tujuan mereka adalah ke rumah Sentul, untuk menukar motor Raka dengan mobil. Raka sengaja melewati jalan anternatif, yaitu dari daerah Megamendung melewati Bukit Pelangi, yang akan berakhir di daerah komplek Sentul City.

Jalanan yang tadinya terisi oleh kebisingan dan riuh kendaraan, menjadi tambah hening. Uwi masih melamun sambil menatap pohon cemara yang seakan bergerak silih berganti.

"Ruisha, kamu lagi mikirin apa?" Suara Raka memutus lamunan Uwi.

"Hm?" Mengeratkan lingkaran tangannya, Uwi menyandarkan dagunya pada bahu Raka.

"Aku lihat dari kaca spion, kamu seperti banyak pikiran."

"Hhh.." Uwi menghela napas. "Ka, durhaka nggak ya kalau aku pengin pindah ke rumah Sentul?"

"Kenapa mau pindah?"

"Aku mulai ngerasa lebih nyaman di Sentul. Karena privasi."

"Tapi?" Raka menagih penjelasan Uwi lebih lengkap.

"Tapi?" Uwi malah bertanya balik.

"Apa yang membuat kamu ragu dan merasa durhaka, Ruisha?"

"Karena ninggalin Mama, Papa yang belum sembuh total, dan tiga R yang harus dibimbing untuk ngerjain PR atau belajar ujian," ungkap Uwi.

"Atau...Mama, Papa, dan adik-adik ikut pindah ke Sentul?" Raka memberi ide.

"Aku pernah nanya. Mama nggak mau numpang di rumah anak. Lagipula tiga R sekolahnya jauh dari Sentul, Ka," tampik Uwi.

"Sebetulnya aku setuju tinggal di manapun sama kamu, Ruisha. Tapi kalau kamu mau pindah ke rumah kita, mungkin kita bisa berangkat habis subuh ke rumah Mama supaya bisa sarapan bareng. Pulang kerja kamu ke rumah Mama, lalu kita pulang ke rumah Sentul setelah tiga R belajar dan makan malam."

Uwi nyaris tergoda dengan ide Raka yang cemerlang, tapi tiba-tiba bayangan akan Mamanya yang kerepotan menciutkan keinginannya.

"Nanti aku pikir-pikir lagi deh, Ka." Uwi menghembuskan napas, tambah mengeratkan lilitan tangannya pada perut Raka.

Memetik Bulan [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang