24. Kunjungan Camer

10.9K 1.7K 347
                                    

Yoook rajin yoook 🤣🤣.

Raka pulang saat Uwi, Lily, dan Ibu tengah menikmati makan malam. Keributan ketiga perempuan itu terhenti sejenak karena kehadiran Raka.

"Assalamualaikum. Wah, rame banget. Mbak Ly, suara ketawanya kedengeran sampai ke luar." Raka tersenyum lebar. Begitu senang rumahnya ramai dan hangat.

"Beginilah kalo perempuan ngerumpi, Ka," celetuk Uwi.

Raka mendekati Ibu untuk mencium tangan beliau. "Sehat, Bu?"

Ketika Raka menunduk, Ibu menarik tubuh Raka ke dalam pelukannya. Berusaha mengusir air mata yang siap meledak, Ibu mengusap punggung Raka dengan tangan bergetar. "Sehat, Mas. Kamu sudah makan malam?"

"Belum, Bu. Sengaja mau makan malam di rumah."

Setelah menangkup wajah Raka dan memastikannya bersih dari luka, Ibu baru melepas pelukan.

Uwi beranjak dari kursi makan kala Raka menyalimi tangan Lily. Karena panci masih panas, maka sup untuk Raka nggak perlu dihangatkan kembali. Uwi kembali ke meja makan dengan membawa semangkuk sup hangat, khusus untuk Raka.

"Makan dulu, Ka. Kentangnya banyak jadi nggak usah pake nasi ya?" Uwi menaruh semangkuk sup di hadapan Raka.

"Thank you, Ruisha." Senyuman tulus terpahat di wajah Raka yang letih.

Tadinya ruang makan hingar bingar dengan suara tawa. Setelah Raka bergabung, mereka melanjutkan makan dengan senyap. Pada suapan ketiga, suara isakan Lily menyapa telinga.

"Lo kenapa nangis Ly?" tanya Uwi heran.

"Kelilipan kuah sop," rintih Lily diiringi senggukan kecil.

"Sedih banget, perih kuahnya," kilah Lily.

Lily nggak kuasa menahan tangis. Karena melihat Raka, dia teringat kembali video kekerasan yang dilakukan oleh Maura. Turut sedih membayangkan betapa berat masalah yang dilalui adik iparnya.

"Ibu kelilipan juga?" tanya Raka begitu melihat Ibu yang mengeluarkan air mata.

Ibu mengangguk sekali seraya menutupi matanya dengan lembaran tisu.

Raka menghela napas. Dia sangat paham alasan dibalik kedua perempuan ini menangis. "Maafin Raka ya Bu, Mbak Lily. Udah buat Ibu sama Mbak Ly sedih."

Lily sibuk menggelengkan kepalanya berkali-kali. "Enggak kok, nggak jadi sedih." Lily nggak mau membebani Raka dengan perasaan bersalah.

"Bukan salah Mas Raka. Salah Ibu, Ibu yang gagal melindungi kamu," ucap Ibu.

"Buuu..." sahut Uwi, Raka, dan Lily kompak dengan nada dan ekspresi yang berbeda.

Ibu menyeka sudut matanya. Menarik napas, berusaha menguasai diri. "Sudah, habiskan makan malammu dulu ya, Mas. Nanti kita bicarakan sama Bapak," tutur Ibu dengan nada lemah lembut.

Mereka menghabiskan sisa makanan dalam diam. Hanya suara denting sendok di atas mangkuk yang mengisi ruang makan.

Di bawah meja makan, tangan kanan Uwi bergerak meraih tangan kiri Raka. Menggenggam lalu meremasnya. Mencoba memberi dukungan.

Raka menoleh pada Uwi, memandangi kekasihnya yang tersenyum manis, dengan pakaian kerja yang masih lengkap. Dimana perempuan itu seharusnya sudah rebahan santai di rumahnya, atau minimal ikut menjaga toko, tapi malah lebih memilih di sini, turut menemaninya.

Tatapan Uwi dan Raka terputus oleh suara Lily. "Mas Dave udah nelpon, Bu. Lily angkat dulu ya?"

"Raka, gue pulang ya?" bisik Uwi pelan.

Memetik Bulan [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang