Maaf lama bangettttt.
Chapter ini terpaksa aku bagi dua. Sebenernya sejak beberapa hari lalu udah jadi yang bagian atas-atas. Daripada ngulur waktu makin lamaaa :').Dulu Uwi nyaris nggak pernah memberi atau berbagi kepada orang lain. Dia akan memberi jika akhir bulan uangnya bersisa, dimana bisa dihitung jari. Karena saldo rekeningnya seringkali nyaris nol meski masih jauh dari tanggal gajian atau jadwal beasiswa cair.
Menjalin hubungan dengan Raka akhirnya membuat uangnya berlebih, malah nggak habis-habis. Otomatis diapun makin sering berbagi. Salah satu contohnya adalah hampers jutaan yang dia bagikan kepada ratusan teman kantor dan teman sekolahnya. Juga sembako bernilai sama sebanyak nyaris seratus paket untuk karyawan Raka.
Yang nggak Uwi sangka, dia merasa tersentuh sekaligus bahagia dengan efeknya. Sesederhana karena menghirup berbagai aroma parfum mahal di ruang kerjanya. Teman-teman kantornya menyambut Uwi masuk kerja dengan sukacita meski cuti mendadak satu minggu. Mereka menyelamati dan mendoakan pernikahan Uwi, sekaligus berkata dengan bangga bahwa sudah seminggu mereka memakai parfum mewah dari Uwi.
Pun juga karyawan-karyawan Raka. Melihat ekspresi mereka yang menerima bingkisan sembako dengan sarat rasa syukur, bahkan ada yang menangis juga tertawa bahagia, adalah salah satu momen priceless yang sulit Uwi uraikan.
Kini Uwi ketagihan untuk memberi kepada banyak orang, terutama yang membutuhkan. Apa ini efek uang di rekeningnya yang berjejer sepuluh digit angka? Iya, mungkin saja, Uwi meyakini hal tersebut di dalam hati.
"Wi, laki lo kan tajir, ngapain juga lo masih kerja? Kalo gue jadi lo sih udah ongkang-ongkang kaki. Terus ikutan arisan sana sini, beli tas branded kayak Nagita Slavina. Sama sibuk jalan-jalan keliling Eropa lah minimal."
"Nanti resignnya kalo Kuringer udah dibeli sama laki gue," jawab Uwi asal.
Sudah dua bulan Uwi menjadi istri Raka, pertanyaan yang sama selalu berulang. Ngapain dia masih kerja? Uwi juga nggak tau jawabannya. Dia juga nggak memiliki alasan untuk resign. Mungkin karena Raka pun sibuk dari pagi hingga sore.
Selain itu Raka dan Uwi berhasil memaksa Mama menambah dua pegawai baru. Keuntungan penjualan toko memang belum cukup untuk dialokasikan membayar gaji karyawan. Maka dari itu seluruh pegawai masih digaji oleh Uwi. Sumber uangnya jelas dari Raka.
Hal tersebut membuat Mama lebih lama berada di rumah. Sehingga bebas mengantar Papa menjalankan terapinya, ditemani oleh Raka yang jam kerjanya fleksibel. Karena Papa semakin rajin terapi, kesehatan beliau mengalami peningkatan yang signifikan. Terutama psikologis Papa, beliau mulai menerima keadaannya saat ini, dan kian semangat untuk sembuh.
Selain Papa, keluarga Uwi juga menerima dengan ikhlas segala kondisi Papa, pun kemungkinan terburuk jika Papa nggak bisa lagi berjalan dan menggunakan kursi rodanya seumur hidup. Bagi Uwi dan keluarga, kehadiran Papa yang bahagia dengan mental yang baik, itu sudah cukup. Uwi dan Mama nggak lagi berandai-andai kapan Papa bisa sembuh dan berjalan normal kembali.
"Bu Raka, maksi di Elos (Ekalokasari Plaza Bogor) enak nih kayaknya. Mumpung hari jumat istirahatnya lama." Dita, Ami, dan Rini mengerubung di sekeliling meja kerja Uwi.
"Apalagi kalo ditraktir ya? Pas banget nih tanggal tua," Ami menimpali.
"Cincailah cuma nraktir kita bertiga doang," Rini ikut mengompori.
"Elos nggak ada tempat makan yang seru. Rooftop Garden aja yuk." Dita memberi ide baru, makan di sebuah kafe yang sedang hits di dekat kantor mereka.
"Traktir di Rooftop Garden ya Wi?" tembak Rini to the point.
Uwi hanya membalas dengan anggukan sekali.
Ocehan ketiga teman seruangan Uwi ditampik oleh Mbak Nina yang menyempil di tengah mereka. "Enak amat elo-elo minta traktir sama Uwi, emangnya Uwi emak kalian?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Memetik Bulan [Completed]
Chick-Lit* Spin-Off: I Wanna Get Lost With You (Uwi-Raka) Sejak kecil Ruisha selalu bercita-cita memiliki pasangan yang tampan dan kaya. Sampai melewatkan satu doa penting, yaitu memeluk agama yang sama. Sedangkan cita-cita Raka hanya satu, mempunyai keluarg...