27. Hari yang (Tidak Lagi) Berat

11.5K 1.6K 344
                                    

Panjang buanget. Kalau bisa bacanya jangan sambil makan ya 🤗.

Uwi dan Raka checkout dari hotel senin siang. Mereka hanya dua hari bermalam di sana. Feeling Uwi nggak enak, dan terbukti ternyata Papa sedang sakit. Mama menyembunyikan fakta tersebut, tapi Rea dengan polosnya memberitahu Uwi via telepon bahwa Papa muntah-muntah sejak minggu malam.

Sebelum ke rumah Mama, mereka menyempatkan ke rumah Sentul untuk mengambil barang-barang pribadi Raka. Meskipun sudah berusaha packing secepat mungkin, tetap saja mereka baru tiba pukul tiga sore.

"Assalamualaikum. Pa, udah mendingan belum?" Uwi terburu memasuki kamar Papa untuk mengecek keadaan beliau. Nggak ada yang berbeda kecuali wajah Papa tampak sedikit pucat.

"Raka dimana?" Papa malah mencari keberadaan Raka.

"Ada apa Pa? Raka baru taruh barang." Raka ikut bergabung duduk di kasur bersama Uwi. Mereka berdua mengapit Papa yang terbaring tenang di atas ranjang.

Uwi mengguncang pelan lengan Papa. "Yaampun Pa. Ini loh ada anaknya yang paling cantik se-Kota Bogor di depan mata. Kok malah nyariin Raka."

"Papa sehat Kak," ucap Papa. Artikulasi tutur kata Papa lebih jelas.

"Satu jam yang lalu Bapak baru muntah lagi, Kak." Mas Anto memasuki kamar membawa segelas air mineral untuk Papa.

"Udah muntah berapa kali, Mas?" tanya Uwi.

"Empat sama tadi. Setiap dimasukkan makanan langsung muntah, Kak."

Perasaan khawatir yang tadi Uwi tekan kuat nampaknya sudah nggak berhasil dicegah.

"Udah ke dokter belum, Mas?" tanya Uwi lagi, masih menggenggam jemari Papa.

"Tadi udah ada dokter yang visit ke sini. Udah dikasih resep, Kak. Obatnya juga sudah diantar, beberapa menit lalu baru minum obat."

"Dokter siapa?" Uwi menaikkan kedua alisnya.

"Dokter Irgi," sebut Mas Anto.

Nama yang familier. Seingat Uwi, beliau adalah dokter umum langganan Raka. Menoleh pada Raka, Uwi bertanya. "Kamu yang hubungi beliau?"

"Iya, Ruisha. Supaya Papa cepat ditangani."

"Hhhh ... Thanks, Ka." Uwi berterima kasih dengan sungguh-sungguh. Betapa leganya akan inisiatif Raka yang tinggi.

"Trima kasih, Mas Raka," ucap Papa pelan.

"Sama-sama, Pa. Yang penting Papa cepat sembuh." Tersenyum menyemangati, Raka menepuk pelan punggung tangan Papa.

"Papa sudah sembuh," ungkap Papa percaya diri.

Yang dihadiahi dengan delikan mata Uwi. "Kalau Papa nggak muntah lagi, baru bisa dibilang sembuh. Makan dulu ya Pa? Perut Papa masih kosong kan?"

Dengan susah payah Papa menganggukkan kepala.

Uwi melangkahkan kaki menuju dapur, mengecek persediaan makanan di rumah. Hasilnya nihil. Nggak ada makanan apapun.

Berpapasan dengan Mas Anto di dapur, Uwi berkata, "Mas Anto bisa pulang sekarang. Kan dari Sabtu belum libur."

Salah satu syarat Uwi ketika menyetujui staycation di hotel adalah Mas Anto yang bersedia standby 24 jam untuk menjaga Papa. Nggak ada yang Uwi percaya untuk merawat Papa kecuali Mama dan Mas Anto.

"Belum jadwalnya pulang, Kak," ungkap Mas Anto jujur.

"Nggakpapa. Mas Anto udah longshift lembur dua hari. Ada saya sama Raka di rumah."

Memetik Bulan [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang