34. Saling Mencintai

16.3K 1.7K 744
                                    

Nggak usah buru-buru ya bacanya. Pelan-pelan aja, soalnya chapter terakhir 😚😚.

Pabrik Raka akhirnya beroperasi kembali setelah dua setengah bulan diratakan oleh api. Uwi kira, dengan berjalannya pabrik, kesibukan Raka akan berkurang. Ternyata sama saja. Bahkan jadwalnya jauh lebih padat.

Uwi yang sudah pindah ke rumah barunya merasa kesepian. Meski rumah ini nggak sebesar rumah Sentul, tetap saja rasanya aneh di rumah hanya berdua dengan Bi Odah. Saat ini malam minggu, Raka baru tiba pukul delapan malam, sedangkan besok pagi harus bekerja kembali. Akhirnya Uwi nggak tahan untuk mengeluhkan.

Keduanya sedang berbaring di atas kasur. Sambil berpelukan, Uwi meluapkan protesnya, "Minggu juga nggak bisa libur, Ka? Kamu kerja tiap hari dari gelap sampe gelap."

Kedua tangan Raka membingkai wajah Uwi, meminta pengertian dari istrinya. "Aku kehilangan orang-orang penting di pabrik, Ruisha. Jadi semakin banyak pekerjaan yang harus aku kerjakan sendiri. Akupun belum bisa rekrut pegawai baru. Maafin aku ya," ucap Raka dengan nada lemah lembut.

Ditatap oleh wajah tampan suaminya, Uwi mengerjapkan mata. "Aku bisa bantu apa?"

Raka mengelus rambut Uwi. Raka berbisik, "Kamu udah bantu banyak. Sebulan terakhir kamu sering temani aku pergi." Sejak kejadian mobil mogok, bukannya kapok, keinginan Uwi untuk menemani Raka semakin menguat. Dia sengaja menghabiskan jatah cutinya untuk pergi ke sana kemari bersama Raka. Meski cutinya sudah habis, Uwi kadang menemani saat weekend.

"Memang besok schedule kamu apa?"

Ditanya mengenai jadwal, semangat Raka timbul kembali. "Aku mau cek kualitas sampel arang batok kelapa yang baru datang dari Sulawesi. Rencananya kita mau meracik ulang produk kita, supaya kualitasnya lebih meningkat. Banyak kompetitor yang udah menggaet buyer kita."

Uwi mengangguk-anggukkan kepala, pertanda mengerti. "Jadi tiga bulan lebih tuh kita kecolongan? Dan kamu pengin cari lebih banyak buyer melalui peningkatan kualitas briket kamu?"

"Iya. Tapi diusahakan biaya produksinya nggak naik, jadi nggak berpengaruh sama harga jual."

"Yang bikin siapa? Ada bagian research and developmentnya?" Uwi dan Raka jadi berdiskusi mengenai pekerjaan. Akhir-akhir ini deeptalk mereka saat di ranjang selalu dipenuhi oleh topik pekerjaan Raka.

"CV kita nggak sebesar itu untuk punya bagian R and D, Ruisha. Adanya sebatas Quality Control. Biasanya aku, almarhum Pak Salim, dan tim QC yang mengembangkan. Atau...kamu mau coba bantu aku?" Kebetulan Uwi memang staf Packaging Development di bawah naungan Divisi Research and Development.

"Aku nggak begitu paham briket, tapi mungkin aku bisa cari jurnal-jurnalnya. Mau gaji aku berapa? Aku nggak mau dibayar pake cinta," ucap Uwi bercanda.

Raka tersenyum lebar, lalu mengecup kening Uwi. "Kamu bisa minta berapapun, Sugar."

"Apa aku resign aja ya, Ka?" Uwi mengutarakan isi otaknya, yang sebetulnya sudah menggelayutinya selama satu bulan terakhir. Dia ingin menemani dan membantu Raka. Uwi nggak pernah fokus lagi dengan pekerjaannya di kantor. Karena pikiran Uwi dipenuhi oleh Raka, juga keinginannya untuk turut membantu membangun pabrik.

Raka memaku tatapannya pada netra Uwi. Menyelipkan rambut istrinya ke belakang telinga, dia berujar, "Apapun keputusan kamu, aku dukung penuh. Tapi jangan sampai kamu resign karena aku, atau orang lain. Resignlah karena diri kamu sendiri yang mau." Raka nggak mau memaksakan kehendak istrinya.

Karena percakapan semalam, tekad Uwi untuk resign sudah bulat. Tanpa Raka tahu, Uwi akhirnya mengajukan resign dan one month notice di kantornya. Terhitung satu bulan dari sekarang, dia akan resmi mengundurkan diri dari Kuringer. Seisi divisinya gempar, karena mereka tahu kondisi usaha Raka yang tiga bulan lalu baru kebakaran.

Memetik Bulan [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang