"Butuh pelukan?" Uwi merentangkan kedua tangannya. Dia selalu melakukan ini ketika adik-adiknya sedih dan terpuruk. Seperti Raka sekarang.
Raka meraih tubuh Uwi untuk dia dekap. Hangat, nyaman, dan terasa aman. Banyak energi positif yang berhasil Raka serap. Dia jauh membaik.
"Thanks, Ruisha," Raka melepaskan pelukan. Terlihat pada kedua maniknya, nyawa Raka sudah kembali.
Terbiasa menjalani lika liku kehidupan, menuntut Uwi untuk selalu mengedepankan logika. Dia nggak boleh mementingkan rasa kasihan ketimbang realita keadaan.
"Dapur lo dimana? Gue ambilin minum. Lo duduk aja, nggak boleh nolak."
"Di belakang tangga, Wi."
Uwi sengaja menjaga jarak sejenak untuk memberi jeda otaknya bekerja.
Kalau dia melangkah maju bersama Raka, dia harus siap menghadapi ketoksikan Maura Lampir. Apalagi perempuan itu terkenal, dia punya kuasa lebih mengendalikan netizen yang jarinya lebih tajam ketimbang samurai. Tapi, seenggaknya Uwi punya bukti kebusukan Maura.
Tiba di dapur, Uwi bertemu dengan Bi Odah yang sedang berkutat di depan panci kukus.
"Bi Odah ya? Kenalin saya Uwi, temannya Raka."
Bi Odah tau Raka sudah putus dengan Maura, karena sudah berbulan-bulan perempuan itu nggak pernah berkunjung lagi ke sini. Kalau ada nominasi orang yang paling senang dan lega Raka-Maura putus hubungan, pemenangnya pasti Bi Odah. Wanita itu adalah satu-satunya saksi kunci seluruh perlakuan kasar Maura terhadap Raka. Dari verbal hingga fisik.
Selain Maura dan Nyonya Besar, Bi Odah nggak pernah melihat wanita lain berkunjung ke rumah ini. Jadi dengan sotoynya Bi Odah menyimpulkan Uwi itu lebih dari teman. Maka kepada Uwilah Bi Odah mengeluarkan semua unek-uneknya.
"Bibi tuh udah berkali-kali ngancem Mbak Momo, mau laporin dia ke polisi. Tapi dia nggak pernah kapok. Begitu lagiiii begitu lagi. Kasar sama Mas Raka. Ditonjoklah, dicakar, ditendang, dipukul, dijambaklah, dilempar barang-barang. Kalo Mbak Uwi perhatiin, hampir nggak ada barang pecah belah di sini. Ya itu gara-gara Mbak Lampir itu yang pecahin. Railing tangga aja baru beberapa bulan lalu diganti sama Mas Raka. Pecah gara-gara Mbak Lampir."
Uwi langsung merasa sefrekuensi dengan Bi Odah. Sebelum kian tenggelam dalam pergosipan, Uwi beranjak sejenak ke ruang tamu, menaruh minuman untuk Raka. Beralasan ingin membantu Bi Odah menyiapkan makanan, Uwi kembali ke dapur.
Begitu lancarnya Bi Odah bercerita dari A sampai Z. Uwi hanya bertanya satu kalimat, maka Bi Odah akan menjawab sepanjang lima paragraf.
Dari mulai kekejaman Maura, hingga kisah Raka yang tinggal di Bogor sendirian tanpa sanak saudara.
Membawa sepiring edamame dan ubi kukus, Uwi kembali ke ruang tamu. Matanya menangkap Raka yang sedang mengatur ulang letak pajangan di area foyer. Sempat-sempatnya astaga.
"Luka lebam lo udah dioles salep belum, Ka?"
Menoleh, Raka menghampiri Uwi yang duduk di atas sofa.
"Belum, Wi."
"Duduk, Ka." Uwi menepuk sofa di sebelahnya. Belum satu jam di sini, Uwi sudah merasa seperti tuan rumah.
Uwi memaku tatapan pada wajah Raka. Memindai wujud Raka secara seksama. Otaknya masih berpikir keras untuk mengambil keputusan.
Memutus pandangan sejenak, Uwi mengambil salep di dalam kotak obat. Maju beberapa senti, dia mengolesi lebam pada pipi Raka. Uwi sibuk mengumpat dalam hati, gila lu Maura Lampir, bisa-bisanya bikin ancur muka ganteng kayak gini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Memetik Bulan [Completed]
Chick-Lit* Spin-Off: I Wanna Get Lost With You (Uwi-Raka) Sejak kecil Ruisha selalu bercita-cita memiliki pasangan yang tampan dan kaya. Sampai melewatkan satu doa penting, yaitu memeluk agama yang sama. Sedangkan cita-cita Raka hanya satu, mempunyai keluarg...