[Sangat disarankan untuk re-read chapter sebelumnya ygy]
Jeno sejak mengetahui bahwa dia akan mempunyai adik telah menerima takdir bahwa dia akan menjadi saudara yang bertanggung jawab untuk berdiri paling belakang. Dia akan berdiri dari belakang untuk mengawasi adiknya tumbuh dan menopang kakaknya yang memimpi jalan.
Walaupun ketika 'tanggung jawab' diambil darinya dan diberikan kepada sang kakak hanya karena Jeno bukanlah anak lelaki pertama, Jeno tetap merasa dia memiliki tanggung jawabnya sendiri yang ada sejak lahir.
Kakaknya yang kompeten tampak sangat pas berdiri di samping sang ayah. Dia ramah dan gampang berbaur. Dia membuka semua jalan yang mungkin dan tak pernah lupa untuk mengajak Jeno. Sejak kecilpun ketika mereka semua masih jahil dan lugu, Jeno bersedia mengikuti apapun perintah kakaknya karena dia menganggap sang kakak lah pembuka jalan yang selalu tahu apa yang dia lakukan.
Sang bungsu sungguh hidup makmur, dan Jeno bahagia mengikuti keinginan sang bungsu. Bila mengikuti usia, seharusnya Jisung sudah memasuki akademi. Tetapi dia masih ingin bebas, masih ingin memiliki kesempatan untuk mengenal dirinya lebih jauh sebelum ingin terjun pada apa yang menjadi kewajibannya nanti. Jeno menghargai keputusan itu dan mendukung penuh pilihan adiknya yang mengambil waktu. Jika dia dan Mark terikat tanggung jawab, Jeno ingin Jisung mendapatkan kebebasan yang tak bisa diraih kedua kakaknya.
Dia sudah lama berdamai dengan fakta bahwa dia akan menopang kakak dan adiknya tetapi tak akan diberi balasan seperti mereka menerima kasih sayang dari ayah dan papa mereka. Tentu saja dia sudah berdamai. Dia sudah berdamai hingga titik dimana dia menerima semua beban itu dengan hanya harapan kecil untuk mendapatkan pengakuan.
Tak perlu kasih sayang karena bagaikan mustahil. Pengakuan saja cukup. Itulah kesimpulan yang dia buat saat akhirnya menerima dan berdamai dengan kenyataan.
Walaupun sudah menerimanya, bukan artinya Jeno juga tak memiliki perasaan. Sering dia mempertanyakan diri kenapa bisa berdamai dan tetap berdiri untuk bertahan. Dia masih suka bertanya mengenai 'jika dia sudah berdamai, bukannya seharusnya dia tidak meminta apapun, dalam hal ini pengakuan'? Dia masih suka kecewa dan dia masih suka mengeluh. Hal itu wajar bagi siapapun, bahkan ketika kalian sudah berdamai dengan fakta kejam dunia. Karena mau bagaimanapun kita tetaplah makhluk yang diberi akal dan hati untuk merasakan perasaan.
Dan pada pagi ini, hati Jeno benar-benar marah, kecewa, sedih disaat yang bersamaan. Akalnya juga ribut dengan pikiran bahwa ternyata jalan damai tak dapat terus terjadi, bahwa jalan damai yang dia ambil mungkin harus berhenti di penghujung jalan yaitu hari ini.
Tubuhnya sudah setengah berlari menyusuri istana untuk menemukan sosok dengan sayap hitam terpanjang dan besar diantara yang lain. Di belakangnya ada Bangchan yang terus ikut berlari mengikuti dan memohon Jeno untuk jangan gegabah.
Pada akhirnya sang pangeran menemukan sang gagak di taman depan istana. Renjun sedang bermain dengan beberapa ekor gagak yang berputar mengitarinya.
Begitu mereka sudah berhadapan, Jeno tak mengambil nafas istirahat walau sudah tersengal-sengal "Jujur padaku. Apa bayaran atas kesepakatan pernikahan kita?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Imperial Shadow ≡ NoRen
FanfictionPangeran kedua kerajaan Phinexia telah mendapatkan amanat dari sang raja untuk menikahi putra mahkota kerajaan Croastrow. Walaupun tak siap, Lee Jeno tetap pada pendiriannya untuk mengikuti apapun perintah sang ayahanda. Walaupun perintahnya adalah...