Rombongan mereka membutuhkan waktu 2 hari lagi untuk sampai ke kaki Gunung Phoebi. Mereka sampai pada malam hari dan segera menginap di penginapan yang sudah direservasi keluarga Bang seminggu sebelumnya.Paginya, mereka kembali melakukan rutinitas terbang pagi. Bangchan masih setia ikut walau selalu merasa nyeri jika terlalu lama berkuda.
Sayangnya medan di gunung Phoebi tidak memungkinkan untuk tidak memakai kuda. Jadi antara memakai kuda atau berjalan jauh.
Bahkan Pengawal Sungchan yang baru saja bergabung dengan mereka harus membawa kuda-nya sendiri. Syukurnya pengawal itu terlihat bisa menaiki kuda walau tak seahli Jeno.
Ketika matahari sudah cukup segar, mereka kembali ke penginapan untuk makan pagi bersama di ruang makan yang telah dipersiapkan khusus untuk mereka.
"Pendoa tinggi Phynexia tinggal di dekat sini, mungkin kita bisa singgah di tempatnya." saran Jeno di sela-sela mereka makan.
Para Croastrow mengangguk.
Bangchan sadar ntah apa yang terjadi, hubungan Para Croastrow semakin bagus sejak mereka ada di Mandion Archducchess Yeonghwa.
Jika sebelumnya para Croastrow diam karena enggan memberi tanggapan atau membiarkan Jeno memutuskan apapun yang dia inginkan untuk mereka, kini para gagak itu lebih bebas untuk mengekspresikan diri mereka walau hanya sekedar anggukan.
Jadilah pada siang hari ketika matahari sedang ada pada puncaknya, Bangchan, Jeno dan Croastrow kembali naik ke puncak gunung. Kini dengan bantuan kereta kuda agar mereka bisa berteduh atau setidaknya duduk untuk para Croastrow yang lelah terbang.
Sepanjang jalan Jeno membuka tirai jendela kereta itu dan memperhatikan lingkungan sekitar. Kata dari bibi-nya mengenai masalah tentang tanah gunung Phoebi memang ada dan nyata.
Rasanya juga gunung Phoebi bukan hanya merupakan masalah Merahia karena daerah gunung itu terbagi rata untuk daerah Merahia, Emasia dan Phynex.
Semakin mereka keatas dan mendekati arah angin yang tadinya melawan Merahia, abu hitam semakin mengepul di udara, sangat ringan dan kembali terbang ketika tapak kaki kuda menginjak tanah.
Pepohonan yang awalnya hijau kini menjadi kelabu tertutup abu, batangnya banyak yang terlihat menghitam dan diatas tanah terlihat akar kering yang sudah tak bisa ditolong.
Bangchan melihat Jeno yang menghela nafas panjang, tapi dia tidak berkata apa-apa.
━╋━◇◇◇━╋━
Akhirnya mereka sampai pada sore hari di depan sebuah kastil kecil. Ukurannya tak seberapa, bahkan jika dibandingkan dengan Kastil Permata Hutan.Para Ksatria yang sudah pernah melihat wajah Jeno ketika mereka ada di kerajaan segera mempersilahkan Jeno dan rombongannya masuk.
Orang-orang ditempat itu banyak yang memakai jubah poloh merah tua yang menjuntai hingga lantai, tak ragu lagi mereka adalah para pendoa juga.
Akhirnya rombongan mereka diantar ke ruangan pendoa tinggi dimana sang pendoa sudah menunggu mereka bersama makan-makanan yang disiapkan diatas meja.
Pendoa tinggi yang sudah berusia tujuh puluan itu sudah memiliki rambut pirang -warna penuaan bagi para Phynexia dengan rambut merah atau kuning emas mereka-. Dia menyambut mereka dengan senyuman.
Agak lama Bangchan dan Jeno berbincang dengan pendoa tinggi walau hanya sekedar basa-basi dan perbincangan keadaan di sekitar gunung Phoebi. Tanpa sadar bulan sudah naik menggantikan sang mentari.
Pendoa tinggi yang melihat sang bulan dari jendela memberhentikan dirinya berbicara untuk berpikir sejenak. Akhirnya dia mengangguk dan bertanya. "Pangeran, Lotus Api sedang bisa dipetik. Apakah pangeran ingin mencoba untuk memetiknya?" Tawarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Imperial Shadow ≡ NoRen
FanfictionPangeran kedua kerajaan Phinexia telah mendapatkan amanat dari sang raja untuk menikahi putra mahkota kerajaan Croastrow. Walaupun tak siap, Lee Jeno tetap pada pendiriannya untuk mengikuti apapun perintah sang ayahanda. Walaupun perintahnya adalah...