"Yeonghwa memberimu prajurit ya, apa tidak ada yang lebih cakap dibandingnya?" Tanya Archduchess Yoora sambil melirik Sungchan yang berdiri di belakang Renjun.
Subuh pagi ini sudah waktunya mereka mengucapkan perpisahan. Archduchess bersama dengan jajran aristokrat dan para pelawan juga pengawal sudah berdiri apik untuk mengantar kereta pangeran kedua untuk kembali ke Phynexia. Yeeun juga sudah siap walau wajahnya kusut karena harus bangun pagi.
"Ah bukan begitu Archduchess, ini pilihan dari Pangeran Renjun, dia tidak menilai orang dari apa yang terlihat." Jawab Jeno dengan sopan.
"Bilang saja kau tidak tahu dia menilai orang darimananya." Cibir Yeeun dari samping
Mata Jeno membelalak lalu menyauti Yeeun. "Noona, bisa diam tidak?"
Yeeun hanya tertawa sebagai balasan. Archduchess Yoora pun hanya menggeleng kepala melihat keakraban putri tunggalnya dengan pangeran kedua yang tidak berubah walau sudah lama tidak berjumpa.
"Kalau begitu ambil jugalah dari sini siapapun yang berkenan pada kalian. Sebuah kehormatan untuk menjadi bagian dari estabilisasi Pangeran Jeno dan Putra Mahkota Renjun." Kata Yoora. Kalimat akhirnya dia kencangkan untuk menekankan poin terhadap bawahan-bawahannya. Yoora tau tentang ketidaksukaan warga Phynexia terhadap Croastrow, tapi pangeran Renjun kelak akan resmi menjadi anggota kerajaan Phynexia dan hal ini harus dihormati oleh siapapun masyarakat Phynexia.
Walaupun begitu, semua tetap diam. Tidak ada prajutrit yang maju dan para pelayan tetap membungkuk sipaya tidak bertatapan dengan Archduchess ataupun rombongan Jeno.
Keheningan itu cukup mencengkam, karena dapat diartikan tidak ada yang bersedia melayani atau menerima kehormatan untuk bekerja dibawah Pangeran kedua. Karena bagi merena kehormatan itu tidak ada gunanya dibanding rasa malu dan takut melayani Croastrow.
Namun diantara barisan para pelayan, seorang perempuan menembus barisan ramai itu. Pakaiannya berbeda, dia memakai celana dan vest bagaikan pakaian lelaki. Lekuk kakinya terlihat jelas, sangat berbeda dengan wanita Phynexia yang menganggap hal tersebut vulgar dan memilih untuk menyembunyikan kaki mereka dibalik rok berlapis-lapis.
"Arcduchess, bila diperkenankan saya berbicara." Pinta wanita itu. Dia masih membungkuk dan tersengal-sengal karena berlari dan menerobos kerumunan. Ditambah dengan bawaan koper yang sudah ada di tangannya.
Archduchess Yoora mengangkat satu alisnya dan mempersilahkan perempuan itu untuk berbicara.
"Jika berkenan oleh Pangeran Jeno dan Putra Mahkota Renjun, saya ingin memberikan diri saya untuk mengikuti pangeran."
"Siapa namamu?" Tanya Jeno.
"Saya Giselle. Saya berprofesi sebagai humanitarian dukedom ini atas rekomendasi dari profesor akademi." Perempuan itu -Giselle- semakin membungkukan badannya.
"Kenapa?" Saut Chenle yang menatap Giselle dengan sangat penasaran.
Giselle menghela nafas panjang. Apa yang akan dia sebutkan akan menentukan masa depannya. Jika dia berhasil diterima maka hidupnya dan mimpinya akan aman, namun jika dia ditolak setelah mengemukakan opini-nya dengan gamblang maka tamat riwayat kehidupannya di detik itu juga.
"Saya masih junior, tapi saya percaya saya bisa membawa perubahan di Phynexia. Saya tahu saya lancang, tapi pelajar muda seperti saya tidak mempunyai ruang untuk berkembang di lingkungan yang telah kuat dan terestabilisasi dari dulu. Saya sudah mendapat untung, tapi kini tidak ada yang tersisa sampai saya menjadi tua dan menggantikan para senior tua disini. Saya butuh lingkungan baru yang menerima perubahan dan inovasi lain. Saya ingin mengkultivasi ilmu saya dari sekarang, bukan baru saat tua nanti. Dan..." bukannya makin kecil, suara Giselle makin besar seakan menantang siapapun yang sedang mendengarnya. "Saya seorang wanita."
KAMU SEDANG MEMBACA
Imperial Shadow ≡ NoRen
FanficPangeran kedua kerajaan Phinexia telah mendapatkan amanat dari sang raja untuk menikahi putra mahkota kerajaan Croastrow. Walaupun tak siap, Lee Jeno tetap pada pendiriannya untuk mengikuti apapun perintah sang ayahanda. Walaupun perintahnya adalah...