Menjadi anak kedua di Phinexya, bisa dibilang adalah sebuah kutukan bagi Jeno. Ya, kutukan. Bukan berkat.
Tradisi Phinexya memanglah memiliki 3 anak. Tentu tradisi itu dipegang erat terutama oleh keluarga kerajaan.
Anak sulung adalah lambang kebijaksanaan bagi Phinexya. Mereka yang paling tua diharapkan memberikan contoh panutan terbaik bagi adik-nya. Sekalinya anak sulung itu gagal, adik-adiknya akan ikut di-cap gagal oleh masyarakat.
Anak tengah adalah lambang tanggung jawab. Lambang yang perlu meneruskan tekad saudara yang lebih tua dan siap menanggung beban kakaknya agar adik mereka tidak perlu repot campur tangan dalam urusan-urusan kenegaraan dan tanggung jawab.
Anak bungsu sendiri adalah lambang kemakmuran. Rakyat Phinexya mengganggap bila sekeluarga telah berhasil mendapatkan anak bungsu, maka keluarga itu telah sejahtera dan berhasil dalam hidupnya. Anak bungsu akan dimanja dan dari seberapa dimanjakannya merekalah terlihat nilai kesejahteraan keluarga itu.
Tentu dengan begini semua anak akan mendapat perannya masing-masing dalam keluarga, apa yang diharapkan dari mereka dan apa yang kiranya mereka lakukan.
Sesuai tradisi seperti itu.
Dari tradisi juga, hampir seluruh anak sulung lahir sebagai perempuan, tetapi bagaimana dengan keluarga kerajaan yang memiliki semua anak lelaki?
Kebijaksanaan diberikan kepada anak sulung yang biasanya perempuan karena Phinexya masih keras dengan adat kepemimpinan pria. Wanita tidak dipandang mampu untuk memegang tanggung jawab, karena itulah tanggung jawab diberikan kepada anak lelaki pertama.
Sebagaimana Raja Chanyeol yang adalah anak kedua dengan kakaknya putri Yoora. Putri Yoora dipercayakan kebijaksanaan sedang adiknya memegang tanggung jawab juga mahkota berikutnya. Adik mereka, putri Jeonghwa juga dimanjakan dan semua memiliki perannya.
Tapi bagi Jeno, semua peran dengan posisi itu hancur dan tak berarti sebab dia bukanlah anak lelaki pertama dalam keluarganya.
Karena Mark adalah seorang lelaki, maka mahkota pasti akan jatuh pada Mark. Karena Mark seorang lelaki juga, berarti Mark tidak hanya memegang peran kebijaksanaan, tetapi juga tanggung jawab.
Tanggung jawab yang seharusnya hanya dipegang oleh Jeno.
Walaupun Jeno masih memegang tanggung jawab untuk banyak hal, tetapi karena dia bukan lelaki pertama di keluarganya, dia kehilangan nilai dalam posisi keluarga itu.
Anak pertama yang dikira perempuan ternyata terlahir sebagai seorang lelaki, mengambil posisi mahkota, juga mengambil bagian tanggung jawab anak kedua. Anak bungsu masih memiliki nilainya dalam kesejahteraan, tetapi anak kedua -Jeno- sudah tidak begitu berarti karena Mark telah memborong kebijaksanaan dan tanggung jawab.
Bukannya Jeno terlalu sadar diri atau bagaimana, hanya saja semua orang seakan memang beranggapan seperti itu.
Tidak ada anggota pemerintahan yang mengganggapnya serius. Rakyat tidak begitu mencintainya sebesar mereka suka bertegur sapa dengan Mark atau Jisung. Bahkan orang tuanyapun demikian.
Jeno tidak marah apalagi sampai membenci Mark yang notabenenya adalah pengambil 'kehidupannya'.
Mark menyukai perannya sebagai putra mahkota, juga dia memang hebat dalam perannya.
Ironinya, bagaimana bisa Jeno membenci kakaknya saat Mark-lah yang paling mengerti posisi Jeno dan tetap memperlakukannya sebagaimana mestinya. Sebagai seorang saudara yang setara.
Jeno tak meminta banyak. Dia tak menginginkan takhta kerajaan, pun tanggung jawab milik kakaknya apalagi kekuatan Phinexya yang tak akan pernah jatuh di tangannya.
Yang Jeno inginkan hanya untuk dipandang setara, se-setara ayah mereka yang selalu membanggakan Mark dan ibu mereka yang selalu memanjakan Jisung.
Tapi untuk siapa lagi ia perlu membuktikan dirinya saat pada kenyataan, dia telah dikorbankan untuk menikahi pangeran Croastrow, untuk keuntungan diplomasi yang belum dapat dia mengerti.
Bukannya dia menyangkal! Tentu saja dia akan mengikuti apapun permintaan orang tuanya, mungkin ini kesempatannya untuk membuktikan dirinya. Tapi apa gunanya membuktikan ketika telah terbuang?
Mungkin dia dapat-
"Hyung?"
Jeno tersentak dari lamunannya. Matanya menangkap Jisung yang separuh berjongkok untuk mengimbangi Jeno yang sedang duduk di lantai.
"Ada apa?"
Jisung mengangkat alisnya bingung, lebih mempertanyakan kakaknya yang ada apa.
Mereka sedang ada di halaman belakang kerajaan. Kakak kedua Jisung itu daridulu suka untuk bersembunyi dan mencari ketenangannya disini.
Dengan duduk di samping kolam lama yang telah dikeringkan, dengan kaki bergelantung di kolam dan sebagian tubuh dipayungi daun pohon dari sinar mentari sampai sang mentari lelah dan mengambil masa istirahatnya.
"Hyung yang kenapa? Tadi aku lihat Renjun-ge ada disini. Kukira kalian sedang berbicara, tau-taunya hyung hanya melamun sendiri."
Mata Jeno menyipit. Sejak kapan Jisung memanggil pangeran Renjun dengan panggilan itu? Dan sungguh, untuk apa pangeran Renjun ada bersamanya? Belum lagi Jeno pasti merasakan kehadirannya bila memang ada orang lain.
Ya dia tidak sadar saat ada Jisung sih, mungkin karena tubuhnya sudah familiar dan tidak mengganggap Jisung sebagai ancaman. Tapikan... Pangeran Renjun itu cerita lain lagi.
Jeno menghela nafas dan menggeleng tak percaya. Mana mungkin pangeran Renjun sempat berada disini, dan hanya... apa? Memandanginya? Tanpa berbuat apa-apa?
Untuk apa?
Jeno mungkin akan percaya perkataan Jisung jika saja itu bukan Renjun, sang pangeran bisu.
Jeno berdiri dan meninggalkan Jisung. Dia masoh butuh waktu sendiri, mencerna semuanya.
Mencerna bagaimana dia dibuang ke kandang musuh, diminta menikahi pangeran mahkota mereka dengan anggota kerajaan yang protective dan siap menyakiti Jeno kapanpun dia sedikit saja melangkah.
Bukan hal kecil, bukan hal mudah. Tapi sejak kapan Jeno memiliki hidup yang dia impikan?
Tidak pernah.
~ chapter khusus Jeno, soalnya work inipun kita lihat dri POV-nya Jeno yaaa, kadang'' doang pake POV Renjun
KAMU SEDANG MEMBACA
Imperial Shadow ≡ NoRen
FanfictionPangeran kedua kerajaan Phinexia telah mendapatkan amanat dari sang raja untuk menikahi putra mahkota kerajaan Croastrow. Walaupun tak siap, Lee Jeno tetap pada pendiriannya untuk mengikuti apapun perintah sang ayahanda. Walaupun perintahnya adalah...