27 - Bathysmal

660 75 13
                                    


Sekujur tubuh Yura meregang segenap tenaga ketika Raihan berusaha membuat kakinya berhenti meronta dengan sebuah alat kekang yang pernah ia lihat digunakan untuk pasien gangguan mental. Sebuah stik besi dengan belenggu di masing-masing ujungnya. Raihan telah berhasil mengikat kedua lengan Yura erat-erat dengan tali tambang yang tebal, dan kini pria itu sukses membelenggu kedua kakinya. 

"Raihan... Please, please... Saya tau kamu lebih baik dari ini..." isak Yura ketika Raihan beranjak dari tempat tidur, lalu menyeka keringat di pelipisnya.

"Oh? Tau apa kamu soal Raihan?" 

Azka mendatangi Raihan sembari membiarkan handuknya jatuh perlahan ke lantai. Ia berjinjit, lalu tubuh telanjangnya memeluk leher Raihan. "Han~ Kamu kasih tau apa aja ke Mas Dokter, sih?"

"Gue berhari-hari sama dia. I can't help it."

"Mmmh..."

Raihan menggendong tubuh Azka sembari mereka bercumbu lama. Tubuh Azka terlihat lemah, namun cantik. Raihan yang sudah melepas pakaian atasnya terlihat sangat kontras dengan Azka yang langsing, memeluk lembut tubuh perkasa Raihan yang penuh luka dan tato. Azka mendesah ketika pria itu meremas pantatnya, kemudian jari tengan Raihan masuk ke lubangnya tanpa izin. Azka pun mengejang pelan, sebuah desahan lolos dari mulutnya.

"Longgar," bisik Raihan yang terdengar sedikit kesal.

"Hehe. Aku berhari-hari sama Nadim. I can't help it."

"Ini bukan lubang pantat lagi," lanjut Raihan, sembari mengusap-usap liang Azka dengan kedua jarinya.

"Ini mem--"

"Ssst! Aku nggak mau dengar kata-kata itu dari mulut kam--aaangh!"

Raihan memasukkan dua jari lagi yang membuat Azka menjerit terkejut, lalu ia merengek supaya Raihan tidak memperlakukannya kasar. Meskipun begitu, sang pria bertato tidak menghiraukan Azka, malah menggendong Azka dan membantingnya ke sofa di tengah ruangan. Raihan mengangkat tubuh Azka untuk menungging ke arahnya, kemudian ia turunkan celananya. Penisnya yang sudah ereksi diposisikannya tepat di depan lubang Azka. 

Ketika pria itu melepas baju atasnya, Azka segera menyadari sesuatu yang jelas. Matanya membelalak ketika melihat perban yang memeluk perut pria itu. 

"Astaga! Bentar, bentar! Itu kamu kenapa?!" 

"Hm? Oh. Waktu di Jakarta kena sayat sama--ya, kayaknya lo tau siapa. Diobatin sama itu dokter. Lumayan dalem, tapi udah nggak apa-apa."

"Anak buahnya si haram jadah itu?! Kurang ajar!! Tapi, Han, itu kenapa darahnya ngerembes?"

"Kita digeledah polisi waktu jalan ke sini. Cekcok sedikit, tapi untungnya komandan mereka kenal gue."

"Hah?! Be-bentar... Bentar...!!"

"Raihaaan~! Wait... Wait--!" Azka memekik, tangan kirinya mencengkram bantalan sofa, dan tangan satunya berusaha meraih-raih pinggul Raihan yang sedang menggesekkan penis ke lubangnya.

"Aaah! Mmmhh~ Ra-Raihan! Mmh!" jerit Azka, lalu cengkramannya melemah sehingga seluruh tubuh atasnya jatuh ke sofa.

"Akh! Ahhh!"

Sementara Raihan menggagahi Azka di sofa, Yura mengalihkan perhatiannya ke samping.

Ke Nadim.

Mungkin pandangannya kabur, dan kepalanya pening, namun hati Yura jernih sekarang. Entah apa yang Azka berikan langsung dari mulutnya ke mulut Yura saat Raihan memasang belenggu di tangan dan kakinya.

Nadim, berbaring di sampingnya. Pria yang berhari-hari ia pikirkan dan rindukan. 

Wajahnya pucat secara keseluruhan. Terdapat cekungan di bawah matanya, serta bibirnya yang biasa ranum memerah kini terlihat kering dan pecah-pecah. Meskipun begitu, di tengah temaramnya cahaya di dalam pondok ini, Nadim terlihat tampan bagaimana pun juga. Sama tampannya seperti Yura bertemu dengannya pertama kali di Ciperak.

Lost and FoundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang