9 - Dulcet

2.2K 179 18
                                    

Yura tidak terlalu ingat apa yang terjadi semalam. Ingatannya terhenti saat dia menaiki motor Nadim. 

Sedikit dari keberuntungan Yura pagi ini adalah bahwa dia tidak terlalu pengar; mual atau pusing kepala. Tidak dengan bir. Kalau vodka, wine, atau tequila, mungkin beda lagi efeknya. Yura tidak akan bangun jam delapan pada pagi hari ini.

Meskipun begitu, begitu terbangun Yura merasa tenggorokannya kering luar biasa. Dia menemukan mug air di nightstand di sebelah tempat tidurnya, dan segera menenggak air dari mug tersebut. Yura menyibak selimutnya, kemudian dikagetkan dengan bajunya yang telah berganti. 

Tentu saja Yura segera teringat Nadim, sebab kemarin malam ingatannya terhenti saat dia, dibantu oleh Nadim, naik ke motor lelaki itu. Pasti Nadim juga yang membantunya ganti baju. Yura merasa harus segera berterima kasih kepada Nadim.

Jadi, setelah minum banyak air dan ke kamar mandi tadi pagi, Yura bergegas jalan kaki menuju pasar. Dia mau masak untuk Nadim; sebagai terima kasih lantaran sudah mau repot-repot mengurusnya. Yura berencana untuk masak chicken katsu seusai dia melihat tepung roti di lemari dapurnya. Yura hanya tinggal membeli dada ayam saja. Sembari berjalan kaki Yura berharap kalau kios yang menjual daging di pasar masih mempunyai sisa dada ayam.

Yura berhasil mendapatkan daging ayam yang dia inginkan pagi tadi, meskipun hari sudah agak siang, dan dia sudah berekspetasi untuk tak mendapatkan daging ayam. Yura kembali pulang dengan tentengan kreseknya.

Sesungguhnya, Yura memiliki sedikit harapan untuk melihat pria itu di pasar walaupun Yura tahu jam segitu sudah terlalu siang bagi Nadim untuk berada di pasar. Yura menghela nafas ketika dia sampai di rumah. Cepat-cepat dia memasukkan daging ayam tersebut ke freezer, sebab mood-nya untuk memasak belum terkumpul.

Yura pun jadi ingat bahwa dia memiliki janji dengan Dikta semalam! Janji bahwa Yura mau membantu Dikta beres-beres rumah. Yura yang sudah menghempaskan diri ke sofa ruang tengah, bergegas beranjak ke luar lagi dan menuju rumah Dikta dengan berjalan kaki.

Dikta terlihat segar bugar ketika Yura sampai di rumahnya. Dia membuka pintu rumahnya dengan riang.

"Ooh! Saya kira kamu nggak jadi dateng, Ra. Yuk, masuk, masuk," ajaknya. Bahkan Dikta terlihat baru saja mandi, sebab rambutnya terlihat masih lembab.

"Jadi kok, Pak. Pak Dikta enggak ngerasa pengar pagi ini?" Yura mengikuti Dikta masuk ke rumah.

"Nggak, kalo cuma bir saya biasa-biasa aja. Kamu hangover, ya? Seharusnya bilang kalo kamu nggak kuat minum," kata Dikta. Mereka segera menuju ruang studinya. "Kamu udah sarapan belum? Di meja makan ada semur, dikasih sama tetangga sebelah,"

Mereka segera melakukan bersih-bersih. Yura merasa kamar ini tidak se-berantakan yang dia lihat kemarin, mungkin Dikta sudah membersihkan sedikit-sedikit terlebih dulu. Yura melihat banyak dokumen-dokumen yang berserakan, menyortirnya satu persatu, dan dia masukkan ke sebuah file holder besar yang berada di atas bufet, di sebelah meja studi Dikta.

Sementara itu, Dikta memungut sampah-sampah dan semua hal yang menurutnya sudah tak berguna. Dikta memasukkannya ke sebuah trash bag.

.

.

.

.

.

Dan, sampai malam tiba pun, Yura belum melihat Nadim juga. Pada akhirnya dia menghabiskan seharian sampai sore bersama Dikta. Siang harinya, mereka berdua serta para perawat buru-buru ke Puskesmas sebab ada seorang pekerja kebun kelapa yang terjatuh, mengakibatkan kakinya patah dan harus segera mendapat pertolongan.

Lost and FoundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang