24 - Sentience

879 90 9
                                    

Dikta berjengit ketika Lintang hampir menghantam Rico, setelah ia tahu Nilam tidak mengizinkan aksesnya untuk mengumpulkan (dan menggunakan) regu cari. Rico menghindar dengan lincah, membiarkan majikannya hampir tersungkur ke depan. 

"Maaf Mbak, saya sudah berusaha semampu mungkin." ucap Rico dengan tenang sembari menghindar dari hantaman Lintang yang kedua. Dua-duanya tidak kena. Lintang mendengus seperti banteng.

"NILAM SIALAN! Mak lampir!!!"

Rico mengerti majikannya hanya memproyeksikan kekesalannya terhadap Nilam kepada dirinya, jadi dia hanya menghindar tiap kali Lintang hampir mengenainya. Dikta pun buru-buru menarik lengan Lintang sebelum bogemnya benar-benar mengenai pria malang yang tak tahu apa-apa itu.

"Daripada mukulin Rico, mendingan kita cari cara buat nyari Yura sendiri," kata Dikta, berusaha untuk setenang mungkin. Padahal dia panik setengah mati juga.

Sudah lebih dari delapan belas jam setelah kontak terakhir Lintang dengan Yura lewat ponsel. Baik Lintang dan Dikta tidak menunggu sampai Yura kembali ke apartemen semalam karena mereka pikir semua akan baik-baik saja. Tadi pagi, Dikta mengetuk pintu kamar Lintang dengan panik karena dia menemukan kamar Yura masih kosong. Yura belum juga pulang. Sampai pukul sepuluh pagi, Dikta dan Lintang masih bisa berusaha untuk berpikir positif, tetapi ketika jam menunjukkan pukul dua belas siang, keduanya cemas bukan kepalang.

Mereka bertiga duduk di ruang tengah, berusaha untuk memikirkan kemungkinan jejak-jejak yang Yura tinggalkan sebelum menghilang. Hari sudah hampir gelap. Yang pertama Lintang dapat pikirkan adalah bahwa Yura memiliki iPhone, jadi mungkin dia bisa melacak keberadaan ponsel Yura dulu. Tapi tidak semudah itu, sebab Lintang tidak tahu password iCloud-nya Yura. Jadi, cara yang itu dicoret dengan cepat.

"Lintang bilang... Yura berkabar kalau dia ke Esnawan semalam, buat nganter Adnan," ucap Dikta, ia terdengar cemas, namun berusaha untuk tetap tenang. "Kamu punya kontak, atau sesuatu, yang bisa bikin kita bicara sama Adnan?"

Lintang menggeleng dengan cepat. Kepalanya memikirkan sesuatu: apakah lagi-lagi Mathias terlibat dalam hal ini? Hanya saja rasanya sangat tidak mungkin, mengingat bahwa terakhir kali abangnya, Hiram, memberitahu kabar tentang Mathias kalau pria itu sudah kembali mengudara, dan selagi itu, Mathias sedang dalam probation, yang artinya kalau dia menyakiti siapa pun lagi, maka dia akan langsung terkena konsekuensi yang tak tanggung-tanggung beratnya.

Tak tahan dihantui oleh rasa penasaran dan kekhawatiran, mereka bertiga tidak menghabiskan waktu lama untuk termenung di apartemen Lintang. Pukul setengah tujuh malam, Rico sudah mengemudikan Lintang dan Dikta ke RSAU di daerah Halim.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

"Aghh! Akh--!" 

Yura mencengkram pergelangan lengan Raihan dengan kedua tangannya erat-erat, sehingga kukunya menggurat kulit pria itu. Meskipun demikian, Raihan tidak kunjung menarik tangannya, yang sedang memaksa untuk Yura meminum air. Tangan kanannya menjerat kencang rahang sang dokter, dan tangan kirinya memegang botol air yang isi airnya dimasukkan paksa ke mulut Yura.

Raihan tidak peduli bahwa pemuda itu terbatuk-batuk, atau Yura yang berdeguk berkali-kali lantaran dipaksa untuk minum. Yura memberontak sekuat tenaga, tetapi setiap kali ia mengeluarkan perlawanan, Raihan hanya semakin mengeratkan cengkramannya sampai Yura merasa rahangnya akan patah jika pria itu menekannya lebih kuat lagi.

Lost and FoundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang