14 - Scintilla

2.2K 167 35
                                        


Tangan Yura meraba-raba kasur di sampingnya. Tidak ada kehangatan dari otot-otot seseorang seperti yang dia rasakan sepanjang malam tadi. Yang Yura rasakan sekarang hanyalah seprai yang sudah dingin.

Perlahan-lahan matanya terbuka, kemudian sinar-sinar matahari pagi yang menembus tirai putih jendela kamarnya mulai mengganggu penglihatan sang dokter. 

Oh...

Yura berada di kamarnya.

Dan Nadim tidak ada di sampingnya.

...

...

..

Yura melirik jam dinding yang menunjukkan pukul delapan pagi, kemudian mengingat-ingat apa saja yang terjadi semalam.

Tidak, mereka tidak melakukan seks tadi malam. Baik Nadim dan Yura sama-sama merasa pusing setelah keluar dari bathtub. Mereka segera memakai baju, lalu tepar di tempat tidur. Keduanya terlelap dengan cepat sampai bahkan mereka tidak mengobrol apa-apa. 

Yura menyukai tidur bersama Nadim sebab dia bisa memeluk pria itu sepuasnya. Tubuh Nadim yang bongsor seolah-olah adalah teddy bear raksasa bagi Yura. Apalagi wajah Nadim yang amat menggemaskan, dengkuran halusnya, serta bulu matanya yang lebat nampak seperti kipas tangan mini saat dia tertidur. Nadim terlelap sedikit lebih cepat dari Yura, jadi dia dapat menikmati pemandangan indah itu.

Akan tetapi, memang dasarnya Nadim yang selalu bangun pagi-pagi setiap sekali setiap hari, jadi di pagi hari itu Yura tidak bisa cuddle dulu dengan dia karena Nadim keburu beranjak duluan dari tempat tidur. Walaupun berat, dan rasanya seperti tubuh Yura menempel pada kasur itu, Yura memaksakan diri untuk bangun. Dia pun membuka pintu kaca balkon kamarnya dan menguap saat kulitnya terpapar sinar matahari pagi.

Entah kemana perginya pria itu, pikir Yura. Tetapi, itu sebelum akhirnya Yura melihat Nadim yang sedang berada di depan rumah...

... Sedang memilih-milih di gerobak sepeda penjual sayur keliling...

... bersama ibu-ibu lain...

"..."

"... Eh?"

Yura mengerjap-ngerjapkan matanya yang agak masih kabur sebab dia baru saja bangun. Dia tak salah lihat, 'kan?

Yap, mana mungkin Yura salah ketika melihat pria yang badannya tinggi menjulang di antara ibu-ibu komplek itu. Bahkan Nadim harus membungkukkan badan saat mau memilih sayur-mayur di gerobak sepeda tersebut. Samar-samar terdengar suara ceria canda tawa dan kikik ibu-ibu yang sedang berada di sana bersama Nadim.

Akhirnya Nadim nampak telah selesai dengan proses pilih-pilihnya. Entah apa yang dia beli. Pria itu lalu membayar, kemudian mempermisikan diri kepada ibu-ibu tersebut, dan Nadim pun kembali masuk ke dalam seusai dia menutup pagar rumah. Yura terus-terusan menontonnya dari balkon lantai dua.

Saat sedang berjalan untuk masuk ke rumah, Nadim melihat Yura yang berada di balkon. Awalnya dia terlihat kaget, tetapi segera tersenyum manis dan melambai kecil pada Yura. Wajah gantengnya terlihat bersinar begitu dia di bawah kilau matahari pagi yang menyilaukan. Yura menarik nafas dalam-dalam.

Oh, Tuhan...

Malaikat itu ada.

Yura menemuinya di lantai bawah, ketika Nadim hendak menuju dapur. Nadim masih nampak berseri-seri, terlebih lagi sewaktu dia melihat Yura menuruni tangga.

"Mas Yura," sapanya ceria.

"Pagi~" Yura tersenyum kecil, nyawanya seperti belum terkumpul seutuhnya. "Sumringah banget hari ini yaa, Aa' Nadim."

Lost and FoundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang