1 - Endeavour

4.6K 245 26
                                    

.

.

.

.

.

"Saya bersumpah bahwa:

Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan perikemanusiaan.

Saya akan menjalankan tugas saya dengan cara terhormat dan bersusila, sesuai dengan martabat pekerjaan saya.

Saya akan memelihara dengan sekuat tenaga martabat dan tradisi luhur jabatan kedokteran.

Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena pekerjaan saya dan karena keilmuan saya sebagai dokter.

Kesehatan penderita senantiasa akan saya utamakan.

Dalam menunaikan kewajiban terhadap penderita, saya berikhtiar dengan sungguh-sungguh supaya saya tidak terpengaruh oleh pertimbangan Keagamaan, Kebangsaan, Kesukuan, Politik Kepartaian atau Kedudukan Sosial.

Saya akan memberikan kepada guru-guru saya penghormatan dan pernyataan terima kasih yang selayaknya.

Saya akan memperlakukan teman sejawat saya sebagaimana saya ingin diperlakukan.

Saya akan menghormati setiap hidup insani mulai dari saat pembuahan.

Sekalipun diancam saya tidak akan mempergunakan pengetahuan Kedokteran saya untuk sesuatu yang bertentangan dengan hukum perikemanusiaan.

Saya ikrarkan sumpah ini dengan sungguh-sungguh dan dengan mempertaruhkan kehormatan diri saya."



Yura menghembuskan nafasnya. Tangannya masih berada di dada kirinya dengan gemetaran. 

Barusan...

Baru saja, Yura dan puluhan teman-temannya, mengucapkan sumpah dokter baru mereka. Sumpah tersebut dipimpin oleh Dekan Fakultas Kedokteran universitas-nya, Universitas Hayam Wuruk.

Para rohaniawan masing-masing agama masih melakukan pengukuhan sumpah tersebut. Mereka bergantian mengukuhkannya. Tetapi, Yura tidak begitu menyimak. Pikirannya seolah-olah berada di awang-awang. Dia seperti melayang. Rasanya upacara pelantikan lulusan dokter ini tidak nyata--Yura akhirnya berdiri di sini, telah mengucapkan sumpahnya.

Setelah pengukuhan sumpah selesai, protokol mempersilahkan dekan, para rohaniawan, dan lulusan dokter baru untuk duduk. Saat tubuhnya menyentuh kursinya, barulah semua ini perlahan-lahan terasa nyata bagi Yura. 

Saking nyatanya, dia sadar kalau sahabatnya mati-matian menahan tangis. Perempuan itu mengepalkan tangannya dan berkali-kali menarik nafas di hidungnya.

"Tang, lo nangis?" Yura berbisik sehalus mungkin supaya tak mengganggu kekhidmatan upacara.

"Diem lu. Gue belom nangis." Sahabatnya membalas meskipun matanya sudah berkaca-kaca. Yura terkekeh kecil dan mengangguk saja.

"... Ada tisu gak?"

Yura diam sebentar. Sepertinya dia menaruh dua lembar tisu di kantong jasnya--untuk jaga-jaga, siapa tau dia nggak bisa menahan harunya. Ternyata yang tak bisa menahan haru itu sahabatnya, Lintang. Yura buru-buru memberikan tisu tersebut. Lewat bawah, tentunya. Seperti memberi contekan.

Lintang menggunakannya untuk menyusut air matanya. Dia pelan-pelan menempelkan tisu itu di bawah matanya supaya make-up yang dia pakai hari ini tidak terhapus. 

Rangkaian selanjutnya adalah pengalungan medali, penyerahan tabung, dan penyematan pin. Pemberian medali, tabung, dan pin tersebut dilakukan oleh Rektor Universitas Hayam Wuruk, Dekan Fakultas Kedokteran Hayam Wuruk (FKHW), dan Ketua Ikatan Alumni. Yura mulai tegang lagi, dan Lintang sudah duduk tegak kembali. Satu per satu lulusan dokter akan dipanggil namanya dan maju ke depan untuk menerima tiga barang tersebut.

Lost and FoundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang