25 - Tryst

899 95 6
                                        

Nafas Yura memburu ketika Raihan menarik rambutnya, dan tangannya yang satu lagi mencengkram kedua pipi Yura erat-erat. 

"Jangan kena gigi!" bentak pria itu.

"Ngh... Raihan, rahangku udah kayak mau copot..."

"Tahan. Bentar lagi gue keluar."

"Mmbbhh--!!"

Raihan menekan kepala Yura lagi untuk kembali menghisap penisnya. Matanya ditutup, dan kedua tangannya ditahan di belakang tubuhnya dengan lilitan kain. Tidak seerat rantai atau tali sebelumnya, tetapi cukup membuat Yura tak bisa menggerakkan tangannya. Raihan baru saja mandi, jadi ada aroma sabun yang meringankan beban Yura saat dipaksa untuk memanjakan kejantanannya. Yura menaik-turunkan kepalanya seirama dengan Raihan yang menekan kepalanya.

Hari sudah menggelap ketika Raihan keluar dari kamar mandi dengan handuk putih yang melilit pinggulnya. Ia melihat Yura yang sedang anteng menonton televisi di ruang tengah. Tiduran di samping tubuhnya. Tidak pakai celana. Bertatakan handuk yang diberikan Raihan. Lalu, pria dengan tato yang menutupi dada kiri sampai lehernya itu duduk di samping Yura dan membuka kakinya.

"Oi, sepong gue."

"Hah?! Nggak mau!"

Yura kesal sekali kalau mengingat kelakuan Raihan tadi. Ah, bukan. SEMUA kelakuan Raihan membuatnya kesal. Yura refleks mengeratkan mulutnya, dan seketika membuat Raihan memekik, menarik rambut Yura supaya mulut sang dokter terlepas dari penisnya.

"Gua bilang JANGAN KENA GIGI!"

"Ti-titit kamu gede, tau! Nggak muat! Susah buat nggak kena gigi!"

Raihan menggeram kesal dan menghentak kepala Yura, membuat penutup mata yang menghalangi pandangan Yura terlepas. Yura menyaksikan Raihan yang mengambil rokok di meja nakas sebelah sofa, kemudian membuka pintu beranda. Raihan tidak merokok di beranda, hanya cukup supaya rokoknya tidak membuat ruangan sesak.

Sang dokter menaiki sofa dan terbaring di samping tubuhnya untuk menyaksikan Raihan yang tengah merokok sembari telanjang bulat. Raihan tidak jelek; menarik, malah. Yura yakin setiap orang yang berpapasan dengannya akan berpaling sebentar--terlepas dari tatonya yang mencolok. Tubuhnya juga kekar atletis dan tinggi. Membuatnya sedikit bertanya-tanya apa yang membuat Raihan begitu jatuh cinta dan setia kepada Azka, meskipun dengan kualitas fisiknya yang seperti itu Raihan bisa saja menggaet beberapa orang, kalau dia mau.

Tidak ada yang Yura ketahui lagi soal penculiknya ini, terlepas dari kalau dia cinta setengah mati kepada Azka. Yura tidak tahu berapa usia Raihan, apa pekerjaannya, atau asal-usulnya. Mau bertanya juga agak gengsi. Yura merasa kalau bertanya-tanya lebih jauh bisa membuat dirinya bersimpati dengan Raihan, dan Yura ogah kena Stockholm Syndrome.

Meskipun begitu, ada satu hal yang Yura tahu.

Kalau seseorang memiliki kepekaan yang lebih seperti Yura, dia bisa sedikit menerawang jiwa orang dari tatapannya. Dan Yura mengenali tatapan yang selalu diperlihatkan Raihan.

Raihan kesepian. Lihat caranya merokok sembari menatap pemandangan gedung-gedung di depannya dengan penuh melankolis. Mungkin dikarenakan cintanya yang (bisa saja) bertepuk sebelah tangan? Yura tidak benar-benar tahu.

Yura menyerah soal tidak mau bersimpati kepada Raihan ketika pria itu terdengar menghela nafas dalam-dalam. Yura dengan susah payah--lantaran tangannya masih tertahan, mengubah posisinya menjadi duduk.

"Kalo kamu kesepian, ngobrol. Jangan paksa saya kasih blowjob..." celetuk Yura.

Celetukannya sukses membuat Raihan menoleh sedikiiit kepada Yura. Tatapan kesepiannya berubah menjadi dingin ketika ia melihat ke arah sang dokter.

Lost and FoundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang