2. Bule Buruk Rupa

7.4K 658 5
                                    

Sedang asyiknya mendayung sepeda di jalan, sebuah motor ninja keluaran terbaru mendekatinya, Kemudian berjalan beriringan dengan laju sepeda Raden.

Dia menoleh pada motor di sampingnya, keningnya berkerut, "Siapa?" Monolognya.

Pria bermotor tersebut membuka kaca helm serta resleting jaketnya, Memperlihatkan seorang remaja berseragam SMA sepertinya. Sama sekali tidak tampan, Dengan kacamata kebesaran, dia memiliki gigi tonggos yang membuat bibir depannya maju, serta memiliki kulit putih sebagai bagian plus di tubuhnya.

Senyum Raden langsung mengembang, "Derall toh, Wih... Motor baru ya Lo?" Tanya Raden pada pengendara motor yang merupakan sahabatnya sejak kelas 1 SMA, Derall Aditya Alexander.

Dia sebenarnya anak blasteran Inggris-Indo. Namun karena penampilannya yang jauh dari kata tampan membuat teman-teman SMA mereka tidak ada yang ingin berteman atau bergaul dengannya, kecuali Raden.

Derall menoleh, membalas senyum dan menjawab, "Baru apaan, Ini bekas kok" Kata Derall. Walaupun blasteran dia sangat lancar berbahasa Indonesia.

Raden mencibir, "Bekas dari Hongkong! bekas kok modelnya bening gitu! Mana masih ada plastik open dari pabrik lagi!" Raden tertawa, Derall mengikuti pandangannya. Sedetik kemudian dia tertawa kering karena plastik yang dimaksud Raden  memanglah kecil dan terjepit di antara sadel motornya jadi dia tidak menyadarinya.

Mungkin sebagian orang akan jijik melihat Derall tertawa karena  menampakkan giginya yang tonggos, Tapi tidak dengan Raden. Baginya semua orang sama saja, Yang membedakan hanyalah sifat masing-masing.

Menurutnya Derall adalah anak baik dan sangat asik diajak berbincang, Oleh karena itulah dia lebih memilih berteman dengannya daripada bergabung dengan teman-teman kakaknya di sekolah yang hanya bertemu untuk sekedar pamer harta orang tua mereka atau melakukan hal-hal tidak berguna lainnya.

Derall berteriak, karena pelan akan membuat suaranya terbawa angin, "Ini bukan plastik opennya! Ini kresek bekas tempat minyak yang Mommy suruh beli kemarin!"

Mencebikkan bibirnya, Raden menjawab, "Serah Lo deh! Mana ada alasan kek gitu!" Keduanya tertawa dia atas kendaraan masing-masing.

Sampai sekarang Raden belum tahu dimana rumah sahabatnya ini berada. Sejak mereka masuk SMA Biru Putih, dia selalu bertemu Derall di jalan atau sebaliknya. Raden juga sering menanyakan alamat rumahnya, Namun pria itu sama sekali tidak memberikan jawaban yang memuaskan kepadanya.

Lama-kelamaan Raden jadi tidak peduli dengan dimana rumah sahabatnya ini, Dia berpikir mungkin saja Derall malu untuk mengajaknya ke rumahnya karena suatu alasan.

Tiba-tiba Derall memberi usul, "Den, Yuk balapan, Sepeda Lo kan sepeda balap" Celetuknya.

Raden memutar bola matanya di atas sepeda, "Boleh, Lo buang dulu tuh motor baru kita boleh balapan!" Jawabnya cepat.

Bibir tonggos Derall bertambah maju, "Ntar gue digebukin Papi lagi!"

"Ya lagian Lo sih pake acara balapan segala! Mana bisa sepeda gue menang dari motor baru Lo itu!!" Cibirnya.

"Siapa tahu kan? Percaya gak ama keajaiban?" Tanya Derall menaik turunkan alisnya.

"Enggak!!" kemudian dia dan Derall kembali meledakkan tawa sepanjang jalan.

Tawa Derall luntur perlahan, Digantinya dengan senyum hangat dikala Raden tidak menyadarinya. Kulit Raden putih, Alisnya tebal dengan bibir tipis dan hidung mungil, serta tahi lalat di bawah matanya membuat ketampanannya sangat sempurna di mata Derall.

"Ngapain Lo natap gue kayak gitu? Naksir ya Lo sama gue!" Canda Raden.

"Kalo emang iya kenapa?" Jawaban Derall selanjutnya membuat otaknya blank sejenak.

"Lo ngomong apa barusan!" Ulang Raden.

Derall menggeleng cepat, "Nggak! Bukan apa-apa kok... Eh lihat tuh mobilnya Abang Lo di belakang kita!" Ucapnya mengalihkan perhatian Raden, Tapi mobil Radin memanglah berada di belakang mereka.

Radin membunyikan klakson mobilnya berulang kali. Derall mendengus kemudian membuat motornya menjadi di depan Raden.

"Dek, Lo ngapain ngomong ama nih bocah tonggos! Mau lambat lagi Lo ke sekolah biar mama papa marah lagi sama Lo, Gitu?!" Teriaknya dari luar jendela mobil.

Sejenak Raden melihat jam tangannya, "Ini masih setengah delapan Mas, Lagian juga sekolah udah gak jauh lagi dari sini!" Jawabnya juga berteriak.

Radin mendengus lalu menatap tajam Derall di depan adiknya, "Awas ya Lo kalo sampe adek gue telat lagi! Mending Lo buang aja tuh motor, Jalan kok kek siput!" Ejeknya, Setelah menutup jendela mobil Radin melajukan mobilnya.

Seperginya Radin, Derall kembali memposisikan motornya di samping sepeda Raden.

"Den, Mending Lo denger omongan Abang Lo, Daripada Lo telat lagi kayak kemarin-kemarin, Gue kasihan lihat Lo dimarahin!! Kita berhenti temenan" Jelas Derall bercanda, Dia masih menatap mobil Radin yang semakin dekat dengan gerbang sekolah mereka.

"Ngomong apaan sih! Buta ya mata Lo? Tuh sekolah udah deket, Lain kali pake sarung, baju kokoh ama kopiah sekalian kalo mau nyuruh gue buat gak temenan lagi sama Lo!" Kesalnya.

Tanpa menunggu dia langsung mengayuh sepedanya dengan cepat, Meninggalkan Derall sendirian.

"Kok marah ama gue sih! Woi... Woi Raden!!" Panggilnya. Tapi sayang Raden semakin menjauh darinya, Derall sendiri tidak berniat mengejarnya.

Wajahnya kembali datar, Tapi berikutnya dia menyeringai, "Lo yang ngomong gitu, Jangan nyesel nanti" Ucapnya pelan.

Dia menambah kecepatan motornya hingga masuk ke dalam gerbang sekolah. Setelah memarkir motor ia segera berlari mengejar Raden sambil membenarkan letak kacamatanya. Tidak peduli dengan tatapan jijik para pelajar kepadanya, Hanya satu objek yang tergambar jelas di matanya, yaitu Raden.

Derall tersenyum kecil, "Den! Tunggu elah! Gue bercanda kali, Jangan marah gitu napa!" Teriaknya memanggil.

Langkahnya berhenti, Raden menoleh sejenak, Dia mendengus kemudian menunggu remaja di belakangnya. Derall mengulas senyum, merangkul pundak Raden begitu dia sampai.

Tinggi Derall adalah 193 cm sedangkan Raden sendiri memiliki tinggi 180 cm, Perbedaan tinggi mereka 13 cm. Karena blasteran, Mungkin Derall adalah satu-satunya siswa paling tinggi di sekolah SMA Biru Putih.

Raden membuang nafas panjang, Menepis tangan Derall dari bahunya, "Lain kali jangan ngomong kayak gitu lagi, Kita itu temenan, Sahabat malah, Jangan dengerin omongannya Abang gue, Lo kayak gak pernah denger aja!"

"Oke, oke gue gak bakal ngomong sembarangan lagi deh, Tumben Lo emosian banget, Pms ya?" Godanya. Raden menatapnya dengan mata melotot.

"Enak aja! Gue laki sejati kayak gini di samain kayak cewek!" Bantahnya tidak terima. Keduanya saling lirik dan tertawa di detik berikutnya.

Tidak jauh dari mereka, lebih tepatnya di kelas 3 IPA-A Radin dan 4 temannya menatap interaksi keduanya sambil bersedekap dada, Matanya di penuhi oleh rasa jijik.

Salah satu teman disamping kirinya berkata, "Tuh si adik Lo betah nempel ama si Tonggos" Ucapnya.

"Pake pelet kali si Tonggos itu, Emangnya mana ada yang mau temenan sama anak buruk rupa kayak gitu?" Tambah siswa yang berdiri di sebelah kanan Radin dengan mata jijik.

Telinganya terbakar panas mendengar kata-kata temannya. Jujur saja dia merasa malu sebagai anak berprestasi di sekolah ini, dia di kenal memiliki adik kembar yang selalu menempel dengan Derall, Si bule buruk rupa.

Dulu dia tidak masalah, Bahkan tidak peduli dengan siapa Raden berteman. Tetapi ketika dia mendengar sang adik memutuskan bersahabat dengan Derall, Dia menentang keras. Radin kesal dan marah karena adiknya yang penurut dan bodoh lebih memilih memperjuangkan pertemanannya dengan Derall daripada menuruti keinginannya.

"Gue eneg lihat mereka nempel terus, Terutama adik gue yang ditempelin, Ntar kita kasih pelajaran tuh Bule buruk rupa" Kata Radin tersenyum miring, Ke 4 temannya mengangguk mengiyakan.

MY HUSBAND'S AN UGLY CAUCASIAN!! (Mpreg) (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang