8. Raden Cemburu, Ma, Pa!

5K 523 2
                                    

Saat sarapan pagi, Ferdi meletakkan kartu ATM Raden di atas meja makan.

"Ini kartumu papa kembalikan, Besok-besok jangan mengecewakan papa lagi" Ferdi berujar datar.

Raden tersenyum kemudian mengambil kartu ATM-nya, "Makasih Pa" Sang Papa hanya membalas anggukan kecil, Lain halnya Mila dan Radin yang saling tatap mata.

Entahlah hari ini Ferdi merasa bahagia mengetahui bahwa sebentar lagi Perusahaan atas nama Radin akan mendapat suntikan dana dari perusahaan sebesar EXAN.

"Hari ini papa berbaik hati mengembalikan kartumu" Jelasnya. Raden tidak peduli dengan alasan Papanya, Yang terpenting baginya adalah benda kesayangannya kembali.

"Makanya kamu itu mainnya jangan sama Si anak yang tidak jelas asal usulnya itu, Yang mama dengar dia itu adalah juara 1 di kelasmu, Seharusnya kamu musuhi dia, Buat apa gitu biar peringkatnya turun" Usul Mila. Raden tentu saja mengerti dengan 'Anak tidak jelas' yang dimaksud sang mama.

"Gak bisa ma, Derall itu sahabat Raden dari dulu, Mana bisa Raden musuhan sama dia?" Jelasnya tidak terima dengan usul Mamanya.

Mila mendengkus, "Itu yang bikin kamu tidak bisa juara seperti kakakmu!" Mila tersulut emosi karena anaknya. Raden diam, Dia tidak ingin meladeni kemarahan mamanya.

Tanpa terduga Ferdi menyahut , "Derall? Kenapa rasanya papa pernah dengar nama itu?" Gumannya sembari berpikir.

Radin yang tadinya bersemangat untuk bertemu Derall di sekolah, Begitu mendengar kata Papanya, dia tiba-tiba bertambah sumringah.

"Papa kenal?" Tanya Radin antusias.

Menoleh ke sang anak, Ferdi menjawab bimbang, "Papa tidak terlalu ingat, Yang pasti sepertinya itu adalah nama salah satu teman bisnis papa" Tuturnya kurang yakin.

Mila bertanya, "Siapa nama lengkapnya?"

Raden dengan cepat menjawab, "Derall Aditya Alexander" Ferdi membulatkan matanya karena ucapan Raden.

Ia memalingkan kepala pada Raden yang duduk di seberang, "Apa namanya benar-benar itu?"

Dia mengiyakan pertanyaan dari Papanya , "Iya pa, Tapi Raden tidak tahu dimana alamat rumahnya, Semua data tentang dia dirahasiakan oleh sekolah" Jelas Raden.

"Wih, Keren juga namanya tuh si anak tonggos" Sahut Radin penuh ejekan, Namun lain dengan jantungnya yang berdetak cepat.

"Tonggos?" Ulang Ferdi.

"Iya Sayang, Dia itu sahabatnya Raden di sekolah, tonggos, terus kacamataan lagi, Jelek pokoknya" Jawab Mila jijik .

Wajah Ferdi langsung ringan, "Ooh, Hampir saja papa kira dia anaknya Pak Luxxel dan Bu Helin" jawabnya sedikit kecewa.

"Mama juga pas denger namanya kepikiran begitu, Sayang ya..." Sambung Mila tak kalah kecewa.

Semangat Radin hilang entah kemana, Padahal dia sangat berharap demikian. Beda dengan Raden yang biasa-biasa saja, Karena tidak mungkin sahabatnya selama dua tahun lebih itu ternyata adalah anak dari CEO terkaya no. 1 di Dunia bisnis.

Mustahil anak sekaya itu mau berteman dengannya, Pikir Raden.

Usai sarapan, Seperti biasa Raden akan pamit duluan. Karena memakai sepeda membuatnya malas terburu-buru dan lebih memilih jalan santai. Tetapi ada yang berbeda kali ini, Sebab Radin tiba-tiba saja ikut berpamitan bersamanya.

"Kamu yakin mau berangkat sepagi ini? Kalo Raden kan naik sepeda, Lah kamu naik mobil? Heran Mila. Sebab ini baru pertama kalinya Radin berangkat sepagi ini.

Wajah Radin penuh semangat ketika mengangguk, "Iya Ma, Lagian Radin ada janji ketemu temen-temen" Jelasnya. Jelas bohong, Sebenarnya dia ingin bertemu Derall di jalan, Lebih tepatnya mengikuti Derall dan Raden.

Ferdi dan Mila saling melirik satu sama lain, Dan secara tidak sadar keduanya menatap penuh tanya kepada Raden. Melihat tatapan orang tuanya, Raden juga mengendikkan bahu serta menggelengkan kepalanya.

Seakan sadar dengan cara pandang ke 3 keluarganya, Radin dengan cepat meraih tangan Papa dan Mamanya terus menciumnya kemudian pergi dari ruang makan.

Menyipitkan matanya, Ferdi bertanya, "Apa kamu ada masalah dengan Mas mu?" Ucapnya penuh selidik.

"Mana Raden tahu Pa, Orang anaknya tiba-tiba pengen berangkat pagi kok, Gak ada hubungannya sama Raden" Jelasnya acuh.

"Dia itu beda sama kamu, Kalau dia sakit gara-gara pergi kepagian bagaimana?" Cemas Mila.

Raden tersenyum kecut, "Terus kenapa Mama sama papa tidak khawatir dengan Raden yang selalu pergi pagi-pagi buta?"

Dengan santai Ferdi menjawab, "Kami tidak akan khawatir karena ada kakakmu yang akan meneruskan usaha bisnis keluarga kami nantinya"

Mila menambahi, "Kamu tidak bisa membuat kami bangga seperti kakakmu, Jadi jangan harap kami akan perhatian lebih dari kami"

Serasa di tusuk duri hati kecil Raden mendengar ucapan santai sang papa dan juga Mamanya. Digenggamnya tali tasnya erat-erat.

"Raden pamit dulu, Assalamualaikum" Dia langsung berlari keluar tanpa mendengarkan jawaban orang tuanya.

Dalam waktu singkat Ia telah siap dengan sepedanya, mengayuhnya keluar gerbang tanpa menyapa Satpam seperti biasanya.

Satpam tersebut menggaruk-garuk kepalanya bingung, "Si Tuan Muda kedua kenapa ya? Tumben aku gak di sapa" Monolognya.

Tukang pangkas rumput di halaman tiba-tiba menjawab, "Sering tidur sih! Makanya Tuan muda kedua ngirainnya kamu lagi tidur!" Cibirnya.

"Apaan, ngomong kok gak jelas!" Ledek Satpam acuh. Si tukang pangkas rumput terkekeh mendengarnya.

Sambil mengendarai sepeda, Sesekali Raden akan mengusap air matanya yang terus jatuh tanpa seizinnya dengan sebelah tangannya. Kata-kata orang tuanya tadi terus terngiang di telinga dan juga otaknya. Memang kata-kata seperti itu sudah menjadi makanan sehari-hari untuk telinganya, Tapi tidak bagi hati dan batinnya.

"Apa salah Raden Ya Allah? Apa gue kurang giat belajar atau... Kurang larut begadang?" Lirihnya di kala laju kakinya yang terus mengayuh sepeda.

"Andai aja mama papa tahu, Hati sama Batin Raden cemburu tiap dengerin kalian muji-muji Mas Adin!!" Teriaknya di jalanan, Raden tidak peduli pengendara motor atau mobil yang menatap dirinya aneh.

Dia terus meneriakkan umpatan untuk tiga orang terpenting dalam hidupnya sampai Derall mendekat dengan motornya.

Melihat kehadiran Derall, Segera Raden menghapus sisa air mata yang masih menggenang di pelupuk matanya. Kemudian menoleh dengan senyum konyol, seperti tidak terjadi apa-apa.

Derall menghela nafas kecil lantas menoleh pada remaja yang sedang memberinya senyum. Andai saja mereka sedang tidak kendaraan masing-masing, Dia pasti akan memeluk erat remaja di sampingnya ini.

Hanya orang tuli hingga tidak bisa mendengar umpatan-umpatan yang diteriakkan Raden barusan. Sebenarnya tanpa diketahui oleh Raden, Derall selalu mengikutinya dari jauh dan bertemu di jalan seakan-akan itu adalah kebetulan.

Ia membuka kaca depan helmnya, "Ngapa Lo teriak-teriak gak jelas kayak tadi!" Tanya Derall pura-pura tidak tahu.

"Gue makan cabe makanya teriak biar pedesnya ilang!" Jawab asal Raden. Biarlah hanya pengendara lewat yang mendengar teriakannya tadi, Ia tidak ingin Derall bertambah beban pikiran karenanya.

"Hmmm... Pantesan aja gue cium bau-bau mencurigakan!" Gumam Derall.

Mengerenyit, Raden bertanya, "Apaan!"

"Bau-bau ada yang mau kena hukum pak Reza!" Derall menunjuk memakai dagunya pada gerbang sekolah yang hampir di tutup.

Raden mengumpat, "Sat! Ngomong kek dari tadi!!" Dengan kecepatan tinggi Raden mengayuh sepedanya bersama pecahnya tawa Derall dari belakang.

"Lomba yuk!" Tantang Derall, Kini Ia hampir melewati Raden dengan motornya.

Sudut kedua mata Raden bergerak-gerak kala melihat Derall telah sampai di pintu gerbang sekolah dan berhasil masuk.

Raden berteriak kesal, "DERALL!!!"

MY HUSBAND'S AN UGLY CAUCASIAN!! (Mpreg) (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang