Wajah maha tampan Derall masih terngiang-ngiang di otak Radin, bahkan dia beberapa kali tidak fokus dengan pelajarannya.
Di rumah pun dia masih melamun saat duduk bersandar di sofa ruang tamu.
"Assalamualaikum!" Salam Raden ketika membuka pintu. Ia melirik sana-sini karena tidak seorangpun yang menjawab salamnya.
Mengangkat bahunya acuh, Raden melanjutkan langkahnya ke dalam dan berhenti tepat di depan kakaknya yang tengah melamun sampai tidak menyadari kehadirannya. Bibirnya menipis otomatis, Ada apa dengan kakaknya?
Dengan enggan, Raden mencoba menegurnya, "Mas... Woi Mas!" Radin tersentak kemudian menatap Raden di depannya.
Ia menghela nafasnya, "Tadi Adek salam gak di jawab" Ungkap Raden.
"Waalaikum salam, Udah kan? Sekarang pergi sana, Mas mau sendiri dulu" Radin membuat gestur mengusir. Raden mencibiri kakaknya sebelum beranjak pergi ke kamarnya.
Seperginya Raden, Radin menepuk jidatnya, "Duh! Gue lupa nanya lagi!" Kesalnya. Dia akhirnya pergi menyusul Raden ke kamarnya di lantai dua dengan langkah cepat.
Melihat Raden hendak menutup pintu, Radin segera berteriak, "Dek! Tunggu!" Raden menghentikan gerakannya dan menatap heran tingkah aneh kakaknya lalu pergi ke lemari pakaiannya.
Begitu tiba Radin menyandarkan tubuhnya ke pintu dan bertanya, "Lo tau gak dimana alamat rumah temen Lo gant-maksud Mas tonggos itu?" Ucapnya gugup.
Raden yang melorotkan celananya berhenti seketika, Menoleh pada Radin, "Ngapain Lo tanya-tanya alamat rumahnya?" Tanya Raden penuh selidik.
Mata Radin bergerak gelisah, "Itu... G-gue mau kasih dia pelajaran karena udah buat mukanya si Gery lebam!" Dia menghela nafas lega, Untung saja otaknya cepat mencari alasan.
"Muka Gery lebam? Hahaha... Itu karma buat dia! Lagian di Derall nggak ngomong tuh kalo dia habis mukul si Gery" Kata Raden membela Derall.
Radin meyakinkan adiknya, "Itu karena Lo gak lihat secara langsung! Sekarang cepet kasih tau Mas dimana alamat rumahnya si Derall!" Desaknya. Alih-alih memanggil Derall dengan sebutan 'Tonggos', Radin malah keceplosan menggunakan nama yang membuat Raden bertambah curiga serta bingung.
Sehabis ganti baju, Raden mendekati kakaknya di pintu, "Gue gak tahu siapa yang bener antara kalian atau Derall, Tapi yang pastinya adek gak tau dimana rumahnya" Ungkapnya jujur.
"Lo pasti bohong! Kalian kan sahabatan udah 2 tahun lebih, Masak gak tahu rumahnya sih!" Bantah Radin.
"Gue gak bohong Mas! Guru-guru di sekolah aja gak tahu rumahnya dimana, Apalagi gue?" Sanggahnya.
"Awas aja kalo Lo sampe ketahuan bohong sama Mas!" Radin pergi sambil menghentakkan kaki dengan kesalnya.
"Bocah ngapa ya?" Guman Raden cuek. Segera ditutupnya pintu lalu merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Tangannya sibuk meraba kesana-kemari, Setelah menemukan benda yang di carinya Raden mengambil kemudian menuliskan beberapa kata di Hp sebelum mengirimnya.
Berikutnya sebuah panggilan masuk, dengan cepat ia menekan tombol hijau lantas menempelkan Hp di telinganya.
"Ngapain Lo ngajak gue telponan? Kangen ya? Baru aja sejam kita pisah Lo nya udah kangen" Goda Derall dari seberang telepon.
Raden mengumpat, "Kangen pala Lo pe'a!"
Terdengar tawa dari seberang, "Canda kali, Ada apa nelpon gue? Tumben..." Heran Derall
Dia mengubah posisi terlentangnya menjadi menyamping, dan berbisik, "Lo apain si Gery? Tadi Abang gue marah-marah nanyain alamat rumah Lo ke gue, Ya gue mana tau lah! Orang gue ketemuan sama Lo aja di jalan" Usai mengomel, Raden melirik ke arah pintu, Siapa yang tahu bila kakaknya ternyata belum pergi dan sekarang tengah mengintipnya dari sana?
Derall diam sejenak, "Ooh... itu, Sorry i'm lying to you again, Sebenarnya mereka yang ngajak gue berantem biar gue jauhin Lo, Ya gue lawan lah! You know that I don't have friends except you" Derall menjelaskan semuanya kecuali adegan dimana Radin berhasil membongkar penyamarannya.
Ada kebahagiaan tersendiri di hati Raden saat Derall mengatakan itu, Dia tanpa sadar tersenyum.
"Gue tau Lo lagi senyum-senyum sendiri, kan?" Tebak Derall tiba-tiba, Nada bicaranya penuh godaan.
Senyum di bibir Raden segera luntur, "Sat! Jangan nuduh gue yang enggak-enggak!" Bantah Raden. Lalu tawa renyah Derall kembali melintas di telinganya.
Raden mendesak Derall, "Der! Gue nanya dua rius ini!"
"Oke...oke, Tapi sumpah Din, bukan gue yang nyari masalah duluan" Jawab serius Derall.
"Hmmm... Okelah gue percaya sama Lo, Lagian dari dulu juga Mas Adin gak suka kalo gue temenan sama Lo" Ucapnya membenarkan jawaban Derall.
"Gitu dong! Eh... Bentar ya Den, Nyokap gue manggil nih, Bye..."
"Oke, Lain kali hati-hati kalo ketemu sama Abang dan temen-temennya, Bye juga..." Peringatnya.
Derall mengulas senyum yang tidak bisa dilihat oleh Raden, "Iya iya, Gue ngerti" Jawabnya dari sana, Lalu menutup sambungan telepon.
Sehabis menutup telepon, Raden kembali membuang HP-nya sembarangan kemudian menutup matanya, terbang ke alam mimpi.
***
"Apaan sih Mommy? Hampir aja ketahuan" Gerutu Derall pada sang Mommy yang duduk tepat di sampingnya.
Helin gemas, Disentilnya dahi putranya, "Lagian siapa yang suruh kamu buat angkat telepon waktu duduk bareng mommy?" Ucapnya.
Sambil mengelus dahinya Derall menjawab, "Ini tuh telepon yang harus Derall angkat Mom, Ingat Pak Ferdi kan?" Helin linglung sebentar sebelum mengangguk mantap.
Derall menjelaskan lagi, "Anaknya itu sahabat Derall dari kelas 1 SMA" Wanita yang memiliki bisnis fashion dimana-mana itu terkejut mendengar kata-kata anaknya.
"Beneran kamu? Waktu kamu jadi jelek pun ada yang mau temenan sama kamu?" Tanya Helin penasaran, Walau detik berikutnya dia masih tertawa melihat wajah jelek putranya.
"Mommy apa-apaan sih! Mom kan tahu kalo aku males banget berteman sama orang yang suka pandang fisik, Makanya Derall ngasih usul Papi buat sekolah di Indonesia biar sekalian pengen ngetes cara pandang anak-anak di sini, Eh nyatanya sama aja kecuali Raden" Tuturnya panjang lebar.
Helin mengangguk-angguk mengerti dan menatap wajah putranya yang sangat mirip dengan sang suami, "Yang Mommy dengar dari teman-teman Mommy, Bukannya anak Pak Ferdi itu kembar ya?" Tebaknya.
Derall mengangguk, "Bener Mom, Tapi Raden doang yang mau temenan sama Derall, Si abangnya Radin mah malah jijik sama Aku" Jelasnya.
Mendengarnya, Helin geram, "Apa perlu mama suruh papimu buat mutusin kerja sama dengan perusahaan papanya? Enak saja anaknya itu menganggap putra mommy ini menjijikkan" Dia mengelus-elus sayang kepala Darell.
Disingkirkannya tangan Mommynya, "Der bukan anak kecil lagi Mom, Ini urusan Derall, Lagipula Der gak butuh si abangnya, Yang terpenting buat Derall adalah adiknya, Si Raden"
"Kalo dia memang penting, terus ke apa tidak di bawa kemari sih? Ya Tuhan!" Gemas Helin dengan putranya.
Terkekeh, Derall menjawab, "Belum saatnya Mom, Tunggu waktu yang tepat baru Derall bawa dia ke sini, Jadi Mommy sabar dulu"
"Terserah kamu deh, Mommy juga penasaran sama anaknya, Memang sebaik apa dia sampai di telepon tadi kamu pake acara gombal-gombalan sama dia, Tau nggak kalau kamu mirip banget kayak papimu pas masih muda" Celetuknya.
"Yang namanya juga Der jadinya dari spermanya Papi, Ya mirip Papi lah!" Jawab Derall bangga.
Helin mendengus, "Hum! Untung saja Mommy punya kakakmu yang mirip sama mommy" Darell tertawa lucu mendengar sang mommy yang kesal pada kemiripannya dengan sang Papi.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY HUSBAND'S AN UGLY CAUCASIAN!! (Mpreg) (END)
Romance(Tamat di Aplikasi Karyakarsa dan juga PDF!😊) "Si Bule Buruk Rupa Itu, Dia Adalah Suamiku Yang Tampan! Bercerita tentang kisah pelajar SMA Biru Putih yang bernama Suriyansah Raden Alfatir. Dia selalu mengharapkan kasih sayang kedua orang tuanya yan...