Meruncing

14 4 8
                                    

Hritik menempatkan satu kotak besar berwarna biru safir di atas tempat tidur. Tak lupa, Hritik menyelipkan sepucuk surat di atasnya. Dia yakin, Isha akan senang menerima kejutan demi kejutan yang telah dia persiapkan. Dielus sebentar kotak itu, lalu Hritik menelpon Isha.

Tidak butuh waktu lama, gadis itu sudah mengangkat teleponnya.

“Assalamualaikum, Isha.”

Di sana, di rumah persembunyian Arjun dan Ishita, Isha cukup terkejut mendengar Hritik mengucap salam.

“Sejak kapan kau mengucap salam, Hritik?” Nama itu muncul begitu saja.

“Hritik?” tanya Hritik heran.

Cepat-cepat Isha mengoreksi sebelum Hritik menaruh curiga. “Maksudku ... Alam.”

“Ya. Kata Ruhan, dulu aku sangat religius, lantas mengapa aku tidak melanjutkan hal baik itu?”

“Ya, ya, ya. Ada apa?”

“Jika bisa, pulanglah jam 7 malam.”

“Memangnya ada apa?” Isha hanya pura-pura bertanya, sejujurnya dia tahu jika nanti malam dia akan berulang tahun.

“Pulanglah jam 7, itu saja.”

“Baiklah, aku akan pulang tepat jam 7.”

“Aku akan menunggu.”

Isha menutup telepon setelah Hritik mengucap salam. Dia kembali pada Arjun dan Ishita yang terjaga di ruang tamu seukuran kamar mandi itu. Kursi plastik dikuasai lagi oleh Isha. Dia menghela nafasnya.

“Sepertinya, Hritik menjadi seorang manusia yang lebih baik setelah kecelakaan itu, Isha.”

“Entahlah, Arjun.” Gumam Isha.

“Aku harap ingatan Hritik tidak akan kembali. Biarkan dia hidup menjadi Alam, itu akan jauh lebih mengamankan hidup orang lain.”

“Maksudmu?”

“Hritik adalah iblis berwujud manusia. Kau belum melihat jauh seberapa mengerikan Hritik, Isha.  Ya, aku memang sama biadabnya dengan Hritik, tapi kiranya, aku masih berpikir jutaan kali memakan daging manusia.”

“A-apa?” Kakak beradik itu kompak bereaksi.

Arjun malah terkekeh. “Itu biasa. Hritik juga sering memberi makan anjing-anjingnya dengan daging target kami. Memutilasi, menggiling daging manusia, memajang kulit manusia, menyeret target dengan motor, membakar hidup-hidup ....”

Ishita meminta suaminya tak melanjutkan karena perutnya terasa mual mendengarnya saja. “Rasanya aku mau muntah! Jangan diteruskan.”

Sedang kini, Isha terjaga dalam lamunan hening. Tidak menyangka dia menaruh cinta pada seorang biadab dan sekeji Hritik. Keringat panas dingin menerpa sekujur tubuhnya.

“Hri-Hritik me-melakukan i-itu?”

“Dia itu psikopat, Isha. Kau tahu, yang kudengar, Hritik juga membunuh Ayahnya sendiri karena Ayahnya menduakan Ibunya. Yang terbaru, sebelum dia bertemu kau, Hritik menghabisi kekasih dan selingkuhannya.”

Isha menutup mulut dengan telapak tangan.  “Bahkan, orang yang Hritik cintai menjadi korbannya?”

“Ya, untuk itulah, aku mencemaskanmu saat Hritik menikahimu. Aku takut, kau melakukan kesalahan dan Hritik menyakitimu, kau orang baik, Isha, tapi Hritik tidak akan segan melupakan cintanya untuk memuaskan nafsu membunuhnya jika hatinya kau lukai sedikit saja.”

Isha berdiri dengan tangan disedekapkan di depan dada. Kedua matanya memandang cincin yang bertengger di jari manisnya. Kepala Isha kini mulai berat, belum usai dia harus menemukan pelaku pembunuhan Karan yang sebenarnya, dia dihadapkan dengan Hritik yang ternyata jauh mengerikan dari yang dia kira.

“Apa yang harus aku lakukan jika ingatan Hritik kembali?”

“Aku juga tidak tahu, Isha. Aku baru mengenal Hritik saat kami disatukan dalam satu misi waktu itu, kurasa, ada banyak hal yang belum aku ketahui tentang Hritik. Aku tahu itu semua hanya dari mulut ke mulut  di mansion keluarga Candragupta. Hritik itu pembunuh bayaran yang paling diandalkan oleh Tuan Candragupta,” jelas Arjun. Jujur, dia sendiri bingung saat bosnya memintanya bergabung bersama Hritik untuk menyelesaikan misi, ada ketakutan tersendiri yang Arjun rasakan saat rekannya itu menghabisi para targetnya. “Kuharap, Hritik tidak pernah mendapatkan ingatannya kembali.”

Isha memutar posisi menghadap Arjun dan Ishita. “Lalu, bagaimana dengan misi kalian? Bukankah, kau pernah bilang, jika kalian tidak menyelesaikan misi itu, nyawamu dan Hritik akan dalam bahaya?”

“Aku pikir, Hritik akan mengatasi semuanya, dan aku bisa lari. Tapi ternyata, tebakanku salah, semuanya sudah semakin runcing sekarang. Orang-orang Tuan Candragupta akan menemukan di mana  kami bersembunyi, bahkan sekalipun kami bersembunyi di lubang cacing. Menjengkelkannya lagi, dalam setiap misi, kami diawasi oleh seorang pengawas yang bahkan kami tidak tahu siapa pengawas itu. Jika kami gagal, dia akan langsung mengeksekusi kami di tempat.” Arjun menjeda. “Satu-satunya cara, ya ... melawan. Tapi, itu mustahil bagi kita melawan arus deras. Mungkin, jika Hritik bisa diajak kerjasama, Hritik bisa menarik kita dari arus deras itu.”

Isha tidak tahu apakah yang Arjun katakan adalah angin segar atau justru angin berdebu yang mematikan. Sedikit saja salah melangkah, nyawa akan menjadi taruhannya. Hanya Tuhan yang kini menjadi satu-satunya penyelamat mereka.

“Sebelum ini, di mana Hritik tinggal?”

☆☆☆

Fikar Not [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang