Jangan Khawatir [Fikar Not] (ENDING)

52 4 22
                                    

“Isha, bangun, Isha.” Arjun menepuk-nepuk pipi Isha.

“Bawa Isha ke dalam!” Suruh Hritik berusaha berdiri dengan satu kaki.

Arjun menoleh, menatapi kawan yang sudah lama tak jumpa dengannya. Berbarengan dengan tatapan Arjun itu, melihat sosok Arjun, puzzle ingatan Hritik mulai tersusun. Dimulai dari pertemuan pertama denga Isha, kematian Ibunya Isha, misi baru yang dia terima, kepindahannya ke kota, menyusun strategi untuk misi di ruang rahasia, upaya penculikan Alam asli, pernikahan tidak terduga, pesta kecil di panti asuhan, malam panjang di basecamp teman-teman seperjuangan Isha, membunuh ayah dari perempuan yang dia cinta, menyembunyikan Arjun dan Ishita, terakhir kecelakaan yang merenggut ingatannya. Hritik mengerang kesakitan di bagian kepala dan ikut tumbang seketika.

“Hritik!” Pekik Arjun.

Lekas, Arjun membawa tubuh Isha ke dalam mobil. Kemudian, dengan sisa tenaga yang ada, dia memboyong kawannya itu ke samping Isha yang duduk lemah di kursi belakang.

Arjun mengambil alih kursi kemudi. Tujuannya kini kembali ke rumah, ingin memastikan pula apakah Ishita baik-baik saja atau tidak. Dengan membawa kembali ke rumah persembunyian, mungkin Ishita bisa membantu mengurus kedua kakaknya itu.

“Apa yang terjadi pada Hritik? Dia menatapku aneh.” Arjun terdiam. “Jangan-jangan ... saat Hritik melihatku, ingatan dia kembali.” Arjun hanya bisa menduga sambil berharap dugaanya itu salah.

Dibantu Ishita, Isha kini terbaring di tempat tidur, sedangkan Arjun memboyong kawannya ke sofa panjang yang ada di ruang tamu.

Ishita keluar dari kamar membawa kotak P3K, dia bertanya pada Arjun yang baru saja membaringkan Hritik. “Apa yang terjadi pada mereka, Arjun?”

“Isha terkena pukulan di kepala. Dan Hritik ... entahlah, aku belum pernah melihatnya selemah ini. Aku pikir, saat Hritik melihatku, dia ingat semuanya.”

Isha membungkam mulutnya sendiri, teringat ucapan suaminya waktu lalu tentang Hritik dan kekejamannya. Isha gemetar melihat pria yang terbaring di sofa.

“Semoga saja tidak, Arjun. Dia terlihat menakutkan sekali jika benar ingatannya kembali.”

“Itu hanya dugaanku saja.” Arjun menyentuh lengan istrinya.

“Duduklah, kuobati lukamu.”

Arjun duduk di kursi plastik. Dia mendesis pelan saat kapas yang telah diberi antiseptik itu menyentuh sudut bibirnya.

“Siapa orang yang membawamu tadi, apa mereka orang-orang suruhan Candragupta?”

Arjun menggeleng. “Aku sama sekali tidak mengenal mereka. Jika pun mereka suruhan Candragupta, aku pasti mengenal mereka satu persatu.”

“Lalu, siapa mereka? Apa yang orang-orang itu inginkan?”

“Entahlah, Ishita.”

Di alam bawah sadar Hritik, dia tengah berjalan di atas jembatan yang lapuk. Isha yang telah berdiri di ujung jembatan memanggil namanya dengan nama Hritik. Setapak demi setapak Hritik pijaki papan kayu yang menjadi satu- satunya jalan penghubung dengan Isha.

Isha menjerit histeris saat seorang pria yang tak familiar di hidup Hritik mencengkeram Isha, mengancam gadisnya dengan pisau yang ada di leher.

“Hritik! Tolong aku, Hritik!”

Hritik melangkah, hampir saja dia terjun bebas ke jurang saat satu papan kayu yang dia pijaki melesat jatuh, untung saja dia sigap memegang tali. Dari arah belakang, segerombolan orang berbaju serba hitam menodongkan pistol ke arahnya. Langkah Hritik memburu keselamatan Isha terlebih dahulu, membiarkan punggungnya tersengat desingan peluru, dia menghiraukan setiap rasa sakit yang ditimbulkan rentetan peluru di punggungnya.

Fikar Not [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang