Kemarahan Isha

22 6 10
                                    

Arjun dan Ishita sedang makan siang ketika Isha mendobrak masuk pintu rumah mereka tanpa permisi. Terkaget akan suara pintu membentur dinding itu, Arjun buru-buru mencari tahu.

“I-Isha?”

Isha berdiri tegap memelototinya tak senang. Dengan senang hati, Isha menyasar rahang Arjun. Ia menghajar Arjun dari kepala, perut, hingga kakinya dibuat tak berdaya dihantam serangan beruntun. Persis sesaat lutut Arjun menyentuh lantai rumah itu, Isha memelintir tangan Arjun ke belakang, Arjun mengerang kesakitan, meminta Isha menghentikan serangan.

“Kau ini kenapa, Isha?” tanya Arjun.

Ishita yang keluar karena mendengar keributan itu pun menjerit tatkala melihat pria yang dicintainya takluk di tangan seorang gadis.

Isha mengurungkan tangannya yang hendak menghambur ke kepala Arjun. Dia melepas Arjun dan menghampiri adiknya. Bola mata Isha tertuju pada perut buncit adiknya.

“Si-siapa kau?” tanya Ishita melangkah mundur.

“Sudah berapa bulan?”

Sontak, Ishita bingung, dia pun segera berlari membantu Arjun berdiri.

“Arjun, si-siapa gadis itu? Kenapa dia menyerangmu dan kau kenapa tidak melawan?”

Arjun menyentuh pundak Ishita agar tenang.

“Dia Isha, kekasih Hritik.”

Telunjuk Isha menuding wajah Arjun. Isha memasang senyum sengit. “Salah. Kau salah Arjun, aku bukan kekasih Hritik, tapi aku istri sah Hritik Narayan.”

Ruhan dan Ishita bersitatap.

“Satu lagi.” Telunjuk Isha mengarah ke Ishita. “Dan aku juga kakakmu, Ishita.”

“Kakak? A-aku tidak memiliki kakak.”

“Terserah, kau mau percaya atau tidak. Tapi, Ibumu merebut pria yang Ibuku cintai.”

“Ma-maksudmu ....”

“Ya. Pikir saja sendiri, adikku.” Isha mengusap pipi Ishita.

Di sisi lain, jangankan meneguk ludah sendiri, Arjun yang mengetahui jika Isha adalah kakak Ishita pun segera melangkah mundur pelan-pelan. Dia yakin, kedatangan Isha adalah membalas kematian Ayahnya. Melawan pun rasanya tidak akan mungkin menang, Arjun tahu seberapa kuat Isha. Namun, dia tidak bisa pergi sendiri tanpa Ishita.

Arjun menggenggam tangan Ishita, netranya penuh ketakutan.

“Kau sudah tahu bukan jika Ayah kita meninggal?”

Ishita menoleh ke Arjun, dia sudah tahu kabar itu, bahkan dia juga sudah tahu bahwa orang yang dia cintailah yang membunuh Ayahnya. Tapi, Ishita tak bisa berbuat banyak, dia tak rela kehilangan orang yang dia cintai.

“Kak ... aku bisa menjelaskan semuanya. Ini semua hanya salah paham,” tukas Ishita.

Isha menggebrak meja di sampingnya, mata elang gadis itu nampak tak menyenangkan.”Salah paham kau bilang?! Kenapa semua masalah selalau disebut salah paham, apa tidak ada alibi lain, hah?!”

Gadis berambut pendek itu mengumpat dan langsung mencekik leher Arjun sambil memojokkannya di dinding.

“Kak, lepaskan dia, Kak. Aku mohon.”

“I-Isha, a-ampuni aku I-Isha,” kata Arjun. Napasnya makin terhimpit tangan Isha. Melihat tidak ada itikat baik, mau tidak mau, Arjun melawan.  Dia menangkis tangan Isha, menyarangkan tendangan ke ulu hati Isha hingga dia terpukul mundur. 

“Cukup! Hentikan!” Ishita hanya bisa menjerit melihat kakaknya kesetanan.

Isha tak mempedulikan siapa yang dia hadapi. Mata Isha menatap Arjun tajam, dia bergerak cepat menuju Arjun, lalu menghantam dada Arjun dengan tendangan lurus hingga laki-laki itu terpojok ke dinding. Isha melancarkan pukulan bertubi-tubi dan Arjun refleks menangkis serangan itu. Satu pukulan mengenai rahang pipi Arjun, dia pun terhuyung.  Dengan sedikit lompatan, Isha menjatuhkan sikunya ke punggung Arjun. Tak hanya itu, Isha menyarangkan lututnya ke perut Arjun.

Fikar Not [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang