Penyelamatan

10 4 11
                                    

“Ini tentang nyawa seseorang.”

“Siapa?”

Isha tidak menjawab, dia masuk mobil dan menyalakannya. Hritik turut ambil bagian, tentu dia tak ingin istrinya kenapa-napa, untuk itulah dia meminta dia saja yang menyetir. Tidak ingin membuang waktu, Isha menggeser duduknya di samping kemudi, membiarkan Hritik menguasai kemudi.

“Kemana kita?”

“Jalan saja, nanti kuberitahu.”

Mobil dengan plat nomor yang sudah tercatat di otak Isha ada di depan mata. Isha meminta Hritik untuk mendekati mobil tersebut.

“Buka sunroof- nya!” Titah Isha.

Isha mengeluarkan dua pistolnya, sontak hal itu membuat Hritik tercengang mengetahui istrinya itu menyimpan dan bisa menggunakan pistol .

“Kau mau apa?” tanya Hritik panik.

Isha berteriak. “Cepatlah!”

Sunroof terbuka, Isha memunculkan setengah badannya. Tembakan dia arahkan ke dua pengendara motor yang sejak tadi membuntuti mereka. Isha yakin, dua pengendara motor itu juga bagian dari orang yang menculik Arjun. Setelah membereskan dua pengendara motor, Isha menurunkan badannya.

“Tabrak mobil itu!” Suruhnya menujuk mobil yang membawa Arjun.

“Kau gila?”

“Mengumpatlah nanti, lakukan saja, Hritik!”

Laki-laki pasrah, diinjak dalam-dalam pedal gas. Dan seperti permintaan Isha, dia tabrakan kap depan mobil mereka ke mobil Toyota Fortuner itu.

Isha mencondongkan sedikit tubuhnya keluar jendela.

“Astaga, Isha!” Hritik histeris.

Tembakan tepat mengenai ban belakang Toyota Fortuner itu dan membuatnya oleng tak seimbang. Seorang menodongkan pistol dari dalam Toyota Fortuner itu.

“Isha, awas!” Pekik Hritik menarik tubuh istrinya masuk.

“Kau ini, bisa diam tidak? Menyetirlah dengan benar, kau merusak konsentrasiku.” Omel Isha. Dengan satu kalo tembakan, Isha dapat melumpuhkan orang itu tanpa beban.

Hritik mempercepat laju mobil, mendahului Toyota Fortuner silver itu beberapa meter, dengan kilat Hritik membanting stir dan menahan gerak Toyota Fortuner.

Desingan peluru menahan gerak Isha dan Hritik yang hendak keluar. Bantuan dari pihak lawan rupanya sudah datang. Isha tidak gentar, dia sudah berjanji akan membawa Arjun kembali pada Isha.

Pasangan suami istri itu merunduk, menghindari rentetan peluru yang mungkin dapat memecah kepala mereka sangking tak terhitung jumlahnya.

Aku tidak mungkin diam saja. Isha memberikan satu pistol pada Hritik.

“Kita lakukan bersama.”

Hritik menggeleng. “Aku tidak bisa.”

Isha berdecak kesal. “Jangan memancing amarahku, Hritik. Aku harus menyelamatkan seseorang, dan kau masih mau bermain-main?”

“Katakan dulu, siapa yang ingin kau selamatkan?”

Gadis itu mendesah. “Adik iparku, puas?”

“Adik ipar? Kenapa kau tidak bilang dari tadi.”

Hritik mencari tahu ada berapa anak peluru di dalam pistol yang Isha berikan padanya. Tidak banyak, aku harus menyerang langsung. Hritik membuka pintu sambil berkata. “Tetaplah di sini, aku tidak ingin kau terluka.”

Apa Isha akan menurut begitu saja? Tentu saja tidak, gadis itu bersikeras ikut keluar mengarahkan pistolnya ke segala penjuru musuhnya. Sedangkan Hritik melumpuhkan musuh dengan serangan tangan kosong. Hritik mematahkan tangan seorang pria usai melumpuhkan kedua kakinya dengan tendangan kaki.

Hritik memasang kuda-kuda, menghentak kakinya ke aspal jalan untuk mengertak musuhnya yang sudah kehabisan peluru. Pria itu mencoba menekan-nekan pelatuk pistol. Hritik tersenyum miring dan langsung memberikan pukulan beruntun di kepala, leher, dan ulu hati. Insting petarung Hritik muncul, sebuah peluru datang dari arah belakang, tubuh Hritik melengkung ke belakang, sehingga peluru itu malah mengenai teman musuhnya. Hritik berbalik, menendang tangan seorang musuh yang hendak menembaknya tadi, pistolnya lolos begitu saja ke aspal. 

“Majulah!” Bentak Hritik.

Pria itu melancarkan serangan, mengenai rahang Hritik. Hritik balik membalas dengan memanfaatkan pisau kakinya. Mendorong tubuh lawan dengan sasaran perut dan kepala. Lawannya terkapar, sesaat sebelum menyentuh aspal, Hritik menarik tubuh lawannya, lalu membanting tubuh lawannya itu ke kap depan mobil.

Lalu Isha, kini dia dihadapkan dengan seorang pria bertubuh kekar tengah melancarkan serangan menggunakan tongkat besi. Peluru yang Isha lesatkan hanya mengenai bahunya dan tak dapat melumpuhkan lawannya begitu saja.  Sialnya, peluru pistolnya sudah habis. Isha membuang pistolnya begitu saja. Dia menyerang pria bertubuh kekar dengan pukulan yang mengenai rahangnya hingga membiru.

“Bedebah kau!” Umpat pria itu melawan tanpa ampun, menggunakan tongkat besinya sebagai senjata. Isha terus berusaha menangkis serangan dengan tangan.

Hritik yang melihat kondisi Isha yang terpojok segera menolong, tetapi serangan tiba-tiba datang dari dua pria yang baru saja keluar dari mobil. Dua pria itu menyerang bergiliran, menendang kaki Hritik bertubi-tubi yang menimbulkan bunyi ‘krek' di lututnya. Hritik ambruk sesaat, netranya mengincar dua pistol lawannya yang sudah tumbang. Dengan posisi setengah terlentang, kedua tangan Hritik bergantian menembakki keduanya hingga tewas sebelum bisa melakukan perlawanan.

Perhatian Hritik kini teralih ke istrinya yang lemah terkena pukulan di kepala. Hritik hendak bangkit, menyeret kakinya dan hendak menyerang pria bertubuh kekar itu, akan tetapi Hritik kembali ambruk . Belum sempat dia menyerang, dari dalam mobil, Arjun bergerak cepat membantu Isha setelah bisa membebaskan diri dari borgol yang membelenggu tangannya. Arjun menusuk perut pria itu menggunakan pisau yang ada di dalam mobil.

Kepala Isha makin berat usai mendapat hadiah berupa tongkat besi yang mengenai kepalanya. Isha ambruk dan langsung ditangkap Arjun.

Fikar Not [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang