Karangan bunga telah berjajar di sepanjang gerbang hingga menuju pintu masuk. Matahari mulai menunjukkan keperkasaannya, sorotnya mengiringi gadis berambut panjang yang baru saja dari motor masuk ke rumah dengan langkah gontai.
Jelas sudah, tidak ada sandiwara di sini. Dengan kedua kepala matanya, Isha mendapati tubuh Ayahnya yang sudah terbujur kaku tak bernyawa. Bayang-bayang kesedihan kepergian Ibunya saja belum sepenuhnya menyingkir, kini, gadis itu harus kembali berduka untuk kedua kalinya, kehilangan dua orang yang sangat berharga di kehidupannya. Berbeda dari kepergian Ibunya, kali ini, Isha tampak tegar, meskipun dia tidak bisa menyembunyikan kesedihan yang dalam di matanya. Dikecup kening Ayahnya yang dingin. Kemudian, Isha berbisik.
“Ayah, Isha mencintai, Ayah.”
Lidya memeluk pundak Isha, meminta Isha untuk bersabar dan mengikhlaskan kepergian Ayahnya. Tapi sepertinya, tidak ada kata ikhlas dan kesabaran melihat kepergian Ayahnya yang tidak wajar. Dalam pesan kedua yang dia terima dari Lidya, dia mengatakan bahwa Karan meninggal karena mendapat luka tusuk dan dijatuhkan dari teras lantai tiga rumah itu. Apakah Isha percaya begitu saja?
Untuk mencari informasi, Isha menarik Lidya menjauh dari kerumunan pelayat. Di taman belakang, Isha menatap Lidya dengan tatapan menginterogasi.
“Isha.” Lidya memulai percakapan. “Percayalah padaku, aku mengatakan hal yang sebenarnya. Ada sesorang menyelinap malam tadi, kami tidak tahu siapa orang itu. Dan saat Ayahmu menangkap basah orang itu, Ayahmu justru diserang dan ....” Lidya tidak mampu melanjutkan bagian paling menyedihkan yang menimpa suaminya. “Polisi sedang melakukan penyelidikan.”
Isha menatap lurus ke depan, tidak sudi menampakkan wajahnya ke hadapan Lidya yang dia curigai sebagai otak kematian Ayahnya.
“Jika kau mencurigaiku sebagai pembunuh Ayahmu, apa alasanku membunuh orang yang aku cintai? Kalau kau mau, kau bisa mengecek rekaman CCTV, aku sudah menyalinnya sebelum polisi membawa rekaman itu,” jelas Lidya. Dia tidak ingin putri tirinya itu salah sangka kepadanya.
Tanpa mengiyakan, Isha buru-buru ke ruang kontrol CCTV. Di sana kosong, hanya ada layar-layar komputer yang menyala. Isha bergerak cepat, mengecek rekaman CCTV semalam. Dari rekaman yang dia lihat, awalnya dia tidak melihat hal yang janggal, hanya ada keheningan di depan gerbang yang kosong. Ali dan Joni pun tampak terlelap di pos penjagaan.
Kurang lebih, satu menit kemudian, seseorang berpakaian serba hitam dengan wajah tertutup topi berjalan ke dekat pagar dan melompat. Isha mem- pause ketika topi orang itu hampir tersingkap dan jatuh ke area dalam rumah, tepat ketika itu, Isha meng- zoom wajah orang itu. Isha seperti tidak asing, tapi karena jarak CCTV yang cukup jauh membuat rekaman itu pecah ketika di- zoom. Akhirnya, Isha beralih ke rekaman lain saat orang itu yang sudah menutupi wajah dengan topeng tertangkap CCTV di teras lantai tiga.
Kembali Isha pause video dimana Ayahnya diserang membabibuta oleh orang itu dengan pisau di tangannya, lalu, tanpa belas kasih mendorong tubuh Ayahnya ke udara. Dada Isha sesak seketika.
Akan tetapi, yang menjadi fokus Isha bukan penyerangan, melainkan topi yang dikenakan orang misterius itu. Topi yang sama seperti milik Hritik. Tetapi, Isha tidak mungkin menyebut Hritik sebagai pembunuh ayahnya, karena jelas-jelas kemarin Hritik bersamanya.
“Bukankah itu ....”
Isha bangkit dari kursinya, menelpon seseorang untuk membuat janji temu setelah proses pemakaman Ayahnya. Setelah menemukan sedikit titik terang, Isha akan bergerak sendiri, mencari dan membalaskan kematian Ayahnya tanpa ampun. Jari-jemari Isha sudah gatal untuk menumpahkan darah orang itu seperti orang itu menghabisi Ayahnya dengan kejinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fikar Not [END]
Mystery / Thriller[Juara 1 Genre Thriller Writing Marathon Jet Media] Thriller - Romansa - Religi UPDATE SETIAP HARI ☆☆ Hritik Narayan, seorang pembunuh bayaran yang terjebak dalam cinta dengan gadis pemberani, Isha Arablla. Cinta Hritik Narayan mengantarkannya ke s...