Happy Reading
.
.
.
.
.
.
.
.Kevin sudah dipindahkan ke ruang rawat inap VVIP. Sedari awal Kevan selalu berada disampingnya dan mengurus segala keperluan rawat inapnya. Dokter masih melakukan observasi yang mengharuskannya untuk dirawat inap dalam beberapa hari.
Shera merelakan jatah liburnya dengan terpaksa. Dia tidak tega membiarkan Kevan mengurus segalanya sendirian. Ingat, Shera hanya terpaksa. Jika bukan karena Kevan, mana mau dia direpotkan dengan mengurus Kevin yang tidak tahu diri itu.
Kevin melarang keras Kevan untuk memberitahu anggota keluarganya yang lain. Dia tidak mau jika Daddynya sampai tahu dia mengikuti balapan liar, maka bisa dipastikan motor dan semua fasilitas yang diberikan padanya akan dicabut.
Secara garis besar tadi, Kevan sedikit banyak menjelaskan tentang pekerjaan Shera selama ini pada Kevin. Kevin akui dia cukup terkejut setelah mengetahui cerita dari Kevan. Hanya saja ego dan harga dirinya terlalu tinggi untuk mengakui hal itu.
"Aku yakin Daddy pasti sudah tahu tentang kejadian ini. Aku tahu anak buah Daddy selalu mengawasi kita secara diam diam." Desah Kevan malas.
"Biarkan saja. Asal jangan sampai kamu dan anak sial itu buka mulut."
Kevan menarik nafas berat, "Cobalah untuk menerima Shera Vin. Dia adik kita sama seperti Sharen."
Kevin mendecih, "Nggak sudi aku anggap dia adik. Bagiku adikku hanya satu. Sharen, dan akan selalu hanya Sharen."
"Terserahlah, yang pasti aku tidak akan membiarkan kamu jika sampai sikapmu keterlaluan dan menyakiti perasaan Shera. Sudah cukup selama bertahun tahun dia dijauhkan dari keluarga." Ujar Kevan pasrah. Dia pun tak begitu paham asal muasal kenapa Shera begitu dijauhi dan dibenci. Seingatnya dulu, sebelum Shera berubah kasar dan sering mengganggu Sharen, memang mereka semua seolah menjaga jarak terhadap Shera. Sangat berbeda dengan Sharen yang dengan mudah mendapatkan hati dan cinta keluarga secara penuh.
Kevin sendiri pun menyadari bahwa selain karena ulah Shera yang hampir mencelakakan Sharen diwaktu kecil, hampir tidak pernah dia berinteraksi dengan Shera dulu. Hari harinya disibukkan bermain dengan Sharen. Dia selalu menganggap Shera pengganggu sehingga selalu berusaha untuk menjauhinya, seperti yang dilakukan nyaris semua anggota keluarganya yang lain.
Dua saudara kembar itu termenung dengan pikirannya masing masing. Hingga tak ada yang menyadari bahwa sejak tadi ada seseorang yang mendengarkan pembicaraan mereka dari balik pintu. Dan kini tengah bersandar sembari termenung dengan pikirannya sendiri.
***
Pertama kali Kevin membuka mata, dilihatnya Shera yang tengah membaca laporan kesehatannya seraya mengatur cairan infus yang nampaknya baru saja diganti dengan yang baru.
Shera mengabaikan tatapan sinis yang dilayangkan padanya. Bagaimanapun juga saat ini dia bertindak sebagai seorang dokter yang sedang mengawasi pasiennya.
"Apakah di rumah sakit sebesar ini hanya ada satu orang dokter? Ditambah lagi hanya seorang dokter pemula dan magang lagi? Sungguh rumah sakit yang tidak profesional." Ketus Kevin seperti biasa.
Shera sebenarnya malas untuk menanggapi, tapi dia berusaha menjelaskan seprofesional mungkin.
"Dokter pribadi anda adalah dokter Alvian tuan Kevin. Saya disini menjalankan tugas sebagai asisten beliau dan hanya bertugas untuk mengecek kondisi anda sebelum nanti dokter Alvian datang kemari untuk memeriksa anda. Jadi, jika ingin protes dan berniat mengganti dokter silakan ajukan kepada pihak rumah sakit secara resmi." Terang Shera. Dia sudah lelah secara fisik dan mental menghadapi manusia dihadapannya ini yang sialnya adalah salah satu kakaknya sendiri. Seharusnya dia menikmati liburannya saja dirumah. Bukan malah mengurusi pasien bawel dan rewel yang tidak mau diatur.
Kevan yang melihat gelagat Kevin yang ingin menyerang Shera lagi segera menghentikan aksinya tersebut. "Sudahlah Vin. Kamu ini seperti anak keciil saja kebanyakan protes. Shera hanya menjalankan tugasnya. Jangan dipersulit."
Shera mendekat kearah Kevan lalu merebahkan separuh tubuhnya diatas sofa sambil bersandar pada Kevan.
"Katanya hanya menjalankan tugas. Lalu ngapain kamu masih disini. Bukannya tugasmu sudah selesai?" Cibir kevin sinis.
Shera mendengus malas, "Kak Kevan, tolong sampaikan pada tuan Kevin yang terhormat untuk menutup mulutnya itu. Sebelum aku mencampur cairan infusnya itu dengan sesuatu yang pastinya akan dia sesali nanti."
Kevin melotot tajam, tapi tidak membalas kata kata Shera. Karena dilihatnya Kevan bersiap untuk melemparkan botol minumannya jika Kevin berniat membalas perkataan Shera.A
"Kak, laperrr." Bisik Shera. Jam sudah menunjukkan waktunya makan siang. Dan terakhir Shera makan adalah waktu sarapan pagi dimansion tadi.
Kevan mengusap lembut dahi Shera yang sedikit berkeringat, "Kakak keluar sebentar ya cari makan. Kamu disini saja." Kevan lantas menatap Kevin tajam, "Kalau kamu mencari gara gara dengan Shera aku akan langsung meminta Daddy untuk menjual semua koleksi motor dan mobil kamu juga menarik semua fasilitas yang kamu punya. Ingat itu!" Tegas Kevan, lantas segera beranjak dari sana untuk mencarikan Shera makanan. Dia tidak ingin Shera menunda makan siangnya terlalu lama. Karena Shera juga baru saja pulih dari sakit kemarin, Kevan tidak mau adiknya jatuh sakit lagi.
Ditinggal berdua saja bersama Shera membuat suasana jadi canggung seketika. Apalagi mengingat ancaman Kevan baru saja agar tidak mencari gara gara dengan Shera. Kevin tidak bisa mengabaikan peringatan Kevan tadi. Dia tidak mau jika sampai Daddy nya menarik semua fasilitas yang diberikan padanya.
Dari dulu Daddynya sangat percaya dengan putra keduanya. Bahkan kepercayaan David kepada Kembarannya itu melebihi rasa percayanya pada William abang sulungnya. Karena itu sedari dulu Kevin malas mencari gara gara dengan Kevan. Karena apapun kata Kevan, David selalu percaya penuh padanya. Untung saja Kevan adalah tipikal orang yang tidak banyak mencampuri urusan orang lain. Jadi dia merasa aman aman saja.
Seorang petugas masuk membawa troli berisi makan siang untuk Kevin. Shera bergegas membantu Kevin untuk bangun serta menata bantal agar menjadi lebih nyaman untuk duduk dan bersandar. Bagaimanapun menyebalkannya Kevin, Shera tidak bisa mengabaikan begitu saja. Sudah waktunya Kevin untuk makan siang lalu meminum obatnya secara teratur.
Shera melirik kearah troli yang berisi ragam menu makan siang. Menu yang disediakan begitu menggugah selera. Benar benar rumah sakit rasa hotel bintang lima. Tidak terlihat seperti menu orang sakit. Tapi seperti menu makanan dihotel mewah. Shera nyaris meneteskan air liurnya. Ditambah sedari tadi suara perutnya bergemuruh dan susah dikondisikan.
Kevin melihat kearah pandangan Shera lantas berdecak pelan. Shera terlalu kentara sekali ingin melahap jatah makan siangnya. Kevin berdehem pelan membuyarkan konsentrasi Shera yang tengah menatap lapar deretan makanan diatas troli.
"Singkirkan makanan itu. Buang saja kalau perlu. Nggak sudi aku makan makanan orang sakit. Bukan seleraku."
Shera mengernyitkan dahi? Tidak memenuhi selera? Bahkan Shera saja nyaris meneteskan air liur melihat betapa menggiurkannya makanan itu. "Tapi anda harus makan tuan Kevin, karena sudah jadwalnya anda untuk minum obat." Saran Shera.
"Aku tunggu makanan dari Kevan. Kalau kamu tidak mau membuangnya, biar aku buang sendiri." Ucapnya sambil berpura pura bangkit dari atas ranjang.
Shera bergegas meraih troli makanan itu, "Jangan!" Cicitnya. "Jangan suka membuang makanan. Kalau anda tidak mau biar saya saja yang memakannya." Dasar manusia yang nggak pernah bersyukur. Segampang itu dia berkata ingin membuang makanan. Gerutunya dalam hati.
"Terserah kau saja. Aku tidak peduli."
Shera menarik troli makanan tersebut kearah sofa lantas mengambil irisan daging dan menyuapkannya kedalam mulutnya. Nyaris saja Shera mendesah nikmat. Tumisan daging didalam mulut Shera serasa meleleh begitu menyentuh lidah. Benar benar nikmat. Bodoh sekali Kevin menyia nyiakan makanan seenak ini. Makanan adalah nomor satu buat Shera. Pantang baginya membuang buang makanan apalagi makanan seenak ini.
Kevin melirik kearah Shera yang bahkan tidak memedulikan sekitarnya dan hanya fokus pada makanan dihadapannya. Seulas senyum tipis terbit di bibirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE CHOICE "SHERA"
Fiksi UmumHidup kembali setelah kematian membuat Shera tidak mau meyianyiakan kesempatan kedua yang Tuhan berikan padanya. Bagai mimpi buruk bayangan itu terus terngiang dalam ingatannya. Shera terbangun dalam keadaan yang sangat berantakan. Tubuhnya terus me...