9

53.6K 6.1K 66
                                    

Happy Reading
.
.
.
.
.
.
.
.

Tidak ada yang tahu akan jadi seperti apa masa depan. Begitupun dengan Shera. Meskipun dia memiliki gambaran akan seperti apa dirinya di masa depan jika salah memilih jalan hidup. Tapi tidak ada yang bisa menjamin jika dia memilih jalan yang berbeda akan merubah masa depannya. Semua masih berupa misteri. Dan hanya Tuhan yang tahu dan juga berhak merubah alurnya.

Shera menikmati waktu liburnya dengan bersantai serta memikirkan alur yang akan terjadi kedepan.

Seingatnya di masa lalu dia masih menjalani aktivitasnya sebagai salah satu mahasiswi ilmu bisnis di Royal University. Dan memanfaatkan waktu luangnya untuk menarik perhatian anggota keluarganya, walau yang dia lakukan adalah sia sia belaka.

Drrttt
Drrttt

Shera melirik ponselnya sekilas, nama Kevan terpampang di layar. Shera mengerutkan kening sejenak sebelum akhirnya mengangkat panggilan tersebut.

"Halo kak. Kenapa?"

"Shera apa kamu bisa ke Royal Hospital sekarang?"

"Kan aku libur kak hari ini."

"Iya kakak tahu, tapi apa kamu bisa ke rumah sakit sekarang? Kakak sedang di IGD saat ini."

"Apa kakak sakit?" Seketika rasa cemas melingkupi perasaan Shera. Bagaimanapun juga Kevan adalah salah satu yang sangat perhatian padanya.

"Kamu kesini dulu ya Sher."

"Iya kak, Shera kesana sekarang." Shera memasukkan ponsel nya kedalam saku dan bergegas turun kebawah.

Suasana mansion terasa sangat sepi, hanya beberapa maid nampak lalu lalang beraktivitas.

"Bi, semua pada kemana?" Tanya Shera pada salah satu maid.

"Maaf non sepertinya semua orang sedang ada acara keluar. Apa nona mau makan siang?"

"Ehm, tidak bi. Bi nanti kalau ada yang nyari aku bilang aku ada urusan keluar sebentar ya. Atau nanti biar aku hubungi Daddy saja. Aku pergi dulu ya bi." Pamit Shera.

"Baik non."

Shera mengendarai mobilnya sendiri. Karena sopir yang biasa mengantar sengaja diliburkan hari ini. Dia menduga duga apa yang terjadi dengan Kevan. Tapi terdengar dari suara Kevan tadi sepertinya sedang baik baik saja.
Shera menepikan mobilnya diparkiran khusus area parkir Royal Hospital. Bergegas dia berlarian ke arah ruang IGD yang berada tepat di sisi sebelah barat samping lobi rumah sakit.

Shera mengedarkan pandangannya. Tak didapatinya sosok Kevan yang sedari tadi dia cari. Shera membuka salah satu tirai yang tertutup. Dan benar saja, didapatinya Kevan tengah duduk menghadap seseorang yang sedang berbaring di brangkar. Kevin? Batin Shera.

Ya, Kevin lah yang saat ini tengah berbaring diats brankar IGD. Dilihat sekilas nampak beberapa luka ringan disekitar tangan dan dahi Kevin. Tapi terlihat dari posisi kaki Kevin sepertinya ada masalah dengan kaki kirinya.

"Heh, ngapain anak pembawa sial ini kesini?" Bentak Kevin seperti biasa. Syukurlah tampaknya otak Kevin cukup normal dan tak bergeser. Batin Shera.

"Kevin!" Tegur Kevan dengan sedikit penekanan.

"Kecelakaan? Atau terjatuh?" Tanya Shera.

"Terjatuh saat balapan." Jawab Kevan.

"Ngapain kamu suruh dia kesini? Jadi tambah bikin sial." Gerutu Kevin sebal. Dia sangat membenci Shera dan mungkin nyaris ke sumsum tulang. Shera adalah sosok manipulatif yang licik menurutnya.

Seorang perawat datang dengan membawa hasil pemeriksaan Kevin.

"Sus tolong usir gadis sialan itu dari sini!" Pinta Kevin.

Kevan sedari tadi berusaha menahan diri untuk tidak menambah satu atau dua luka di wajah kembarannya itu.

Perawat tersebut malah datang menghampiri Shera dan menyerahkan hasil laporan kesehatan Kevin padanya. Shera membaca sekilas hasil pemeriksaan tersebut.

Kevin membelalakan matanya, "Sus, kenapa laporan itu suster kasih ke gadis sialan itu? Kamu ingin dipecat ya?" Gertak Kevin dengan nada keras.

"Karena gadis sialan ini yang akan memeriksa anda tuan Kevin Anderson yang terhormat." Ucap Shera kalem.

"Cih, memang kamu siapa? Kamu cuma gadis penganggu tak tahu diri yang bisa nya cuma menyusahkan."

"CUKUP KEVIN! Jaga bicaramu, apalagi ini ditempat umum." Desis Kevan tak habis pikir.

Shera memberikan laporan itu kepada perawat, "Sus, tolong panggilkan dua perawat laki laki ya. Saya membutuhkan bantuan."

"Baik dok."

Kevin masih belum bisa mencerna situasinya. Memangnya Shera itu siapa?

Perawat tadi datang lagi dengan membawa dua orang perawat laki laki dengan tubuh yang tegap.

"Ada sedikit pergeseran diarea tulang panggul sebelah kiri. Jadi saya akan membetulkannya. Mohon bantuannya ya." Ucap Shera.

Dua orang perawat yang sudah paham akan tugas nya segera memposisikan diri. Mereka berdua memegangi badan serta kaki kanan Kevin.

Shera memposisikan diri memegang kaki kiri Kevin dengan melilitkan tangannya diseputar paha. Kevin saking terkejutnya dia malah bingung dengan situasi barusan.

"Tarik nafas yang dalam ya tuan Kevin. Dalam hitungan ketiga saya akan membenarkan posisi."

Keringat dingin berguliran disekitar wajah Kevin. Walau dia tidak paham dengan maksud Shera, tapi dia bisa menduga, pasti suatu hal itu akan menimbulkan rasa sakit. Saking tegangnya dia bahkan lupa untuk menarik nafas.

Shera segera bersiap, "Dalam hitungan ketiga ya. Satu... KREEEKKK KLETHAK!" Sekuat tenaga Shera menarik kaki Kevin guna membenarkan dari posisinya yang bergeser.

"Arrrggghhh Bangs@##ttt! Anjjjj@($-#@+ng!!" Jerit Kevin. "Kamu bilang hitungan ketiga, tapi ini baru pertama." Teriak Kevin marah.

Shera menghembuskan nafas lega, "Nah sekarang coba silakan gerakkan kakinya tuan Kevin."

"Aku akan menuntut rumah sakit ini. Aku akan menuntutmu Sialan!"

"Ya ya, silakan lakukan apapun yang anda inginkan. Sekarang coba gerakan kaki anda."

Kevin mencoba menggerakan kaki kirinya, masih terasa sedikit nyeri tapi sudah tidak sesakit tadi.

"Mungkin masih akan terasa sedikit tidak nyaman. Tapi tidak apa apa, nanti perawat akan memberikan obat pereda nyeri." Shera meresepkan beberapa obat lalu menyerahkan kepada perawat.

Kevan memandang adiknya dengan takjub. Rasa rasanya dia tidak pernah menduga bahwa seorang Shera Anderson akan menjadi sehebat dan sekeren ini. Dan Kevan bangga menjadi kakak dari seorang Shera Anderson.

Shera memeriksa tangan Kevin, terdapat luka robekan yang sedikit dalam dan mengharuskannya untuk menjahit sedikit luka tersebut.

Shera mengacungkan jarum dan beberapa kasa, "Sebaiknya anda diam, atau saya akan menjahit luka anda tanpa obat bius."

Kevin menatap Shera horor, seketika hilang sudah nyalinya yang hendak memaki Shera. Sementara Kevan sekuat tenaga menahan diri untuk tidak menyemburkan tawa nya.

THE CHOICE "SHERA"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang