13

53.9K 5.8K 81
                                    

Happy Reading
.
.
.
.
.
.
.
.

Kevin menatap datar Shera yang tengah menikmati makan siangnya. Catat, jatah makan siang Kevin sebenarnya. Sejak kejadian Kevin merelakan makan siangnya untuk Shera waktu itu, setiap jam waktu makannya Shera akan datang hanya untuk menghabiskan jatah makananya. Pagi siang dan sore. Ingin melarang pun Kevin merasa gengsi. Ditambah raut wajah Shera jika berhadapan dengan makanan sangat menggemaskan.

Kevin masih terlalu gengsi untuk berdekatan atau berinteraksi secara berlebihan kepada Shera. Hanya saja rasa bencinya sedikit demi sedikit memudar. Jika dipikir pikir lagi, selama ini Shera memang tidak pernah membuat ulah padanya.

Hanya saja kejadian sewaktu Shera berniat mencelakakan Sharen masih terpatri kuat dalam ingatannya. Sehingga sulit bagi Kevin untuk terbuka menerima Shera. Bahkan jauh sebelum kejadian itu, Kevin memang tidak pernah memiliki hubungan yang dekat dengan Shera. Bagi seorang Kevin, Sharen adalah adik kesayanganya. Satu satunya kesayangannya.

Mengingat Sharen tiba tiba Kevin didera rasa rindu. Tidak satupun anggota keluarga Anderson yang mengetahui kondisinya yang sebenarnya. Mereka hanya tahu bahwa Kevin bermalam bersama para sahabatnya, seperti biasa.

David memang memberikan kebebasan kepada anak anaknya kecuali Sharen tentu saja. David tidak pernah membiarkan anak perempuannya itu diluar pengawasannya.

Tapi itu sepertinya tidak berlaku bagi Shera. Karena Kevin tahu sejak dia dirawat di rumah sakit, sama seperti dirinya. Shera tidak pernah pulang kerumah. Sesekali Shera tidur di sofa ruang rawat inapnya, selebihnya Kevin tidak tahu Shera dimana.

"Kak, bukankah perusahaan keluarga kita memiliki yayasan sosial yang bernaung dibawahnya?" Tanya Shera pada Kevan seusai menandaskan makan siangnya.

Kevan menatap Shera sekilas, "Iya, Mommy ketua yayasannya. Ada apa dek?" Tanya Kevan sembari merapikan rambut Shera yang kusut. Entah kapan terakhir kali Shera menyisir rambutnya. Adiknya ini cantik, hanya saja kurang bisa menjaga penampilan. Bisa jadi tidak ada waktu. Tapi Shera tetaplah cantik dan menarik bagaimanapun penampilannya.

"Ehm, aku punya pasien yatim piatu. Mereka kakak beradik yang menjadi korban kekerasan oleh keluarganya." Shera memandang Kevan ragu, "Bisa tidak jika mereka bergabung dalam naungan yayasan? Bukankah perusahaan kita juga mendanai beasiswa untuk mereka yang membutuhkan?"

"Kamu tinggal berikan data nya saja pada Mommy. Nanti akan diurus asisten Mommy." Jelas Kevan.

Shera menghela nafas pelan, "Kakak tahu sendiri kan Mommy kurang bisa menerimaku. Aku tidak mau nanti jadi timbul masalah lain."

Kevan tersenyum tipis, "Baiklah, kirimkan data mereka pada kakak. Nanti biar kakak yang akan mengurusnya."

Shera memeluk Kevan hangat, "Aaa... Makasih Kak. Kakak adalah kakak terbaik."

Kevin yang menyaksikan adegan itu mendesah iri. Dia juga ingin sekali bisa berdekatan dengan Shera seperti Kevan, tapi lagi lagi ego nya menghalangi. Gengsi jika dia harus menurunkan harga dirinya. Ditambah posisi Sharen dihatinya tetap tidak akan tergeser. Sedari kecil Kevin selalu berlaku menjadi pelindung pertama untuk adik bungsunya.

Mendengar percakapan dua kakak beradik itu semakin membuat Kevin merindukan si bungsu. Sedang apa Sharen sekarang. Batin Kevin penuh kerinduan.

THE CHOICE "SHERA"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang