BAB 38 | Instability

111 20 0
                                    

Yang pergi mungkin telah kembali ke kota, sedikit berbenah setelah mengalami kerusakan dibeberapa tempat, tapi meski berita mengenai kabar bahwa Morana lari dari Luna Fletcher sang pengendali element istimewa, tidak serta merata dari para penduduk kota yang tidak memiliki ketakutan bahwa wanita jahat itu bisa saja kembali.

Malam itu, seorang gadis menatap keluar jendala. Jarum jam menunjukan pukul sebelas hampir dua belas. Menjelang tengah malam, kota telah sepi dari siapa pun. Manik coklatnya menatap ke arah rumah di seberang. Rumah kosong milik tuan Anderson yang sebelumnya dibunuh oleh pengikut Morana saat penyerangan mendadak satu bulan silam.

Dibenaknya masih terbayang bagaimana situasi begitu kacau. Segalanya membingungkan tapi rasa takut cukup jelas untuk dirasakan. Hawa keberadaan jahat seakan menguap ke udara dan menyebar seperti bakteri dan menyerang semua orang.

"Rachel? Kau belum tidur?"

Terdengar ketukan setelah pertanyaan. Rachel menutup jendelanya sekaligus menarik tirai. Lantas beralih menuju ranjangnya dan duduk berselimut di sana.

Seseorang kemudian masuk. Ibu nya menghela nafas melihat Rachel masih juga belum tidur. Sementara gadis berumur 12 tahun itu hanya bisa memasang wajah polos khas anak-anak nya sehingga sang Ibu tidak bisa memarahinya.

"Tidak baik bagi anak-anak untuk tidur terlalu malam. Tidurlah." Tubuh kecil Rachel merosot hingga ke posisi berbaring. Sang Ibu menaikan selimut merah mudahnya hingga sebatas leher, mencium kening Rachel sebelum mematikan lampu tidur dan beranjak keluar kamar.

Rachel memejamkan mata, mematuhi sang Ibu. Gadis kecil itu bersiap untuk tidur. Tapi suara kecil yang menganggu menarik rasa penasarannya hingga ia kembali membuka mata. Melirik kesekitar kamarnya yang kosong. Tapi tidak ada siapa pun atau apa pun yang terjadi. Mengernyitkan alisnya, Rachel menghela napas dan kembali tidur. Sesaat setelahnya, dia kembali terganggu oleh suara yang sama, tapi lebih besar dan jelas.

Jendela tiba-tiba saja menjemblak terbuka dan angin kencang berhembus meniup tirai. Rachel bangkit dari posisi berbaringnya dan kemudian turun dari ranjang. Sedikit rasa takut menelusup, tapi seolah ingin memberanikan diri untuk melihat apa yang terjadi, gadis kecil itu berjalan menuju jendela.

Angin masih bertiup kencang. Rambut sepunggung Rachel yang tergerai berterbangan. Semakian dia mendekati jendela, semakin kuat pula angin menyerangnya.

Rachel melongokan kepala, mengintip sesuatu yang sekiranya sedang terjadi diluar, tapi tidak ada siapa pun atau apa pun yang terjadi. Bulu kuduknya berdiri, ketakutan makin lama makin besar. Rachel segera menarik jendela dan menutupnya. Tapi begitu dia berbalik, seseorang telah berdiri persisi di depannya. Orang yang lebih tinggi dan lebih besar darinya.

Tubuh Rachel bergetar dan dia tegang. Dengan keraguan dan ketakutan, dia memberanikan diri untuk mendongkak, dan matanya segera membelakak dengan ekspresi ngeri yang tidak dapat terdefinisi. Sesaat sebelum Rachel berteriak nyaring, mulutnya segera dibekap dan tubuhnya dibawah keluar dari kamar melalui jendela. Lantas mereka menghilang begitu saja tanpa diketahui siapa pun.

__

Ada sedikit orang yang bertahan dan tetap tinggal di Manor Grint. Mereka yang masih memegang kepercayaan bahwa Morna masih belum sepenuhnya dikalahkan. Ketakutan akan teror masih membayangi.

Pelindung baru segera dibuat kembali setelah dihancurkan oleh Luna yang kini dirasuki jiwa White Frost. Berlapis-lapis pelindung telah terpasang, lebih kuat dari sebelumnya.

"Jane?"

Helaan nafas berat Janessa terdengar. Haden ikut menghela nafas berat sebelum mendekat dan berdiri di sisi Janessa yang sedang berada di balik jendela lantai dua Manor. Bersama memandangi para orang dewasa yang kembali setelah memasang pelindung.

"Apa kau pikir kita bisa bertemu Luna lagi? Maksudku, Luna yang asli--"

"Tentu saja," sahut Haden cepat. Menyadari kegetiran dalam suara Janessa.

"Luna tidak sepenuhnya hilang. Jiwanya masih berada di sana dan hidup. Kita akan mencari cara untuk mengembalikannya." Haden meraih tangan Janessa dan mengenggamnya, menyalurkan sedikit ketenangan meski dirinya sendiri tidak cukup yakin dengan perkataannya sendiri.

Mereka telah menyaksinya kehebatan White Frost, bagaimana dia menghancurkan pelindung yang begitu kuat hanya dalam waktu tidak kurang dari sedetik. Luna satu-satunya yang mampu menahan jiwa itu agar tetap sembunyi sebelumnya, tapi kini Luna tidak lagi bisa membantu dan entah apa yang harus mereka lakukan.

Janessa menggigit bibir bawahnya, dia menatap Haden nanar, memaksakan senyum dan mengangguk. Entah kapan hari-hari kelam ini akan berahkir. Janessa merindukan tawa dan kebersamaan mereka sebelum tragedi datang. Hari-hari mereka di Alter sebagai seorang murid yang hanya mencemaskan ujian.

Haden meraih tubuh Janessa, menariknya dalam dekapan hangat dan menenangkan, membiarkan sang gadis menjadikan bahunya sebagai tumpuan. "Kita akan mengembalikan Luna, dan kemudian segalanya akan membaik."

Peter berdiri di belakang keduanya, sedikit menjaga jarak agar tidak menganggu. Pemuda itu menghela nafas getir. Merasa sedih melihat raut wajah setiap orang. Mulai merasa sedikit putus ada atas segalanya. Lelah rasanya untuk tetap berjuang pada sesuatu. Kebebasan yang mereka inginkan semakin sulit dan jauh untuk dicapai.

Luna adalah harapan bagi Peter, seorang pengendali element istimewa yang bersedia melakukan apa pun demi menyelamatkan yang lain, Luna memiliki kekuatan besar yang baginya adalah pondasi yang menahan agar yang lain tidak goyah. Seorang teman yang perduli, tapi teman itu ahkirnya hilang sehingga membuat mereka nyris jatuh.

Kepala Sekolah bilang, Luna tidak hilang, dia masih berada disuatu tempat di dalam dirinya, terkurung karena White Frost yang kini memegang kendali. Mereka harus mencari cara untuk mengembalikan Luna, tapi bagaimana caranya menolong seseorang yang selalu menjadi penolong?

To Be Continued

To Be Continued

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
The Ruin Roses ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang