BAB 29 | Luna Fletcher

152 30 2
                                    

Fajar menyingsing diufuk timur. Udara masih dingin ketika Freya bangun dari tidurnya. Beberapa bagian tubuhnya masih terasa sakit, tapi tidak sesakit saat masih berada di ruang bawah tanah yang kotor dan lembab. Dia tau bahwa hari ini pun dia masih harus beristirahat, setidaknya hingga seminggu lebih. Tubuhnya kaku dan otot-otot nya tegang. Butuh waktu untuk bisa kembali pulih.

Pandangannya beralih ke pintu saat suara ketukan terdengar. Bukan pintu kamar, tapi sepertinya pintu depan. Freya bangkit susah payah dari ranjang, berjalan agak terseok keluar dari kamar. Dia melihat pondok masih sepi, sepertinya Violet masih berada di kamar. Matanya kemudian melirik ke arah sofa, tempat Zean seharusnya tidur.

Apa anak laki-laki itu sudah bangun, pikir Freya.

Suara ketukan masih terdengar, kini tampak lebih agresif dan tidak sabar. Kening Freya mengernyit, segera melangkah ke arah pintu dan membukanya. Matanya segera membola saat mendapati Zean berdiri di luar dengan tubuh menegang dan ekspresi mengeruh seperti protes. Tapi bukan itu yang membuatnya terkjut, tapi sesutau yang ada dalam gendongan pemuda tersebut.

Sosok perempuan meringuk dalam gendonan tangan kekar Zean. Perempuan dengan rambut coklat yang sebagian helainya berwarna seputih salju. Tubuhnya pucat dan dingin saat Freya menyentuhnya, amat dingin, bahkan lebih dingin dari udara pagi itu.

"Bisa buka pintunya lebih lebar?" Kata Zean, tubuhnya mulai tidak tahan menahan tubuh Luna yang seolah mengeluarkan uap dingin.

Seakan di siram air es, Freya segera menuruti perkataan Zean dan membuka pintu lebih lebar, memberi akses bagi Zean membawa gadis dalam gendongannya masuk ke dalam pondok. Freya menutup pintu kembali setelah sejenak memeriksa keadaan di luar.

Zean masuk ke dalam kamar dan membaringkannya di atas ranjang, segera menutupi tubuh Luna dengan selimut tebal. Dia meletakan tangannya di atas kening Luna, tapi rasanya seperti tersengat. Tubuhnya gadis itu begitu dingin.

Zean mengeluarkan elemennya, api berkobar di atas telapak tangannya, lalu sesaat kemudian, api itu seperti terserap ke dalam kulit Zean, membuat kulitnya sewarna lava. Mendiamkamnya sesaat agar efeknya tidak membakar tapi menghangatkan. Kemudian meletakan telapak tanganya di atas permukaan kulit pucat Luna, memberi gadis itu kehangatan. Dia membelai pipinya, menempelkan tangan hangatnya di atas permukaan wajah dan lengannya, mengenggam tangan Luna.

Freya seperti ingin mengatakan sesuatu, tapi saat dia melihat ekspresi Zean, kata-katanya seakan tertahan dikerongkongan, dan dia membeku. Freya tidak pernah salah mengartikan setiap ekspresi di wajah adiknya, dan saat ini, dia jelas melihat sesuatu yang berbeda, ekspresi asing yang baru pertama kali Freya lihat. Zean memiliki perasaan pada gadis itu, gadis yang sampai sekarang dia tidak tau siapa.

Menelan kata-katanya, Freya mundur, memilih keluar dari kamar, membiarkan Zean bersama gadis tidak dikenal. Dia duduk sendirian di sofa tempat Violet biasa duduk untuk membaca. Hingga pintu kamar Violet terbuka dan sosoknya keluar dari sana. Mengernyit bingung mendapati Freya duduk sendirian dan tampak kebingungan.

Violet menutup pintu kamarnya, lalu berjalan mendekat, menarik kursi kayu dari meja makan dan duduk didekat kakak perempuan Zean.

"Kau seharusnya istirahat, Fey, apa yang kau lakukan di sini?" Tanya Violet. Keningnya mengernyit kala melihat Freya mengulum bibir, menatapnya sejenak lalu beralih pada pintu kamar Zean.

"Ada seseorang. Zean membawa seseroang pagi ini."

Ekspresi Violet segera berubah. Zean tidak pernah membawa seseorang ke pondok mereka kecuali Freya. Freya adalah kaka perempuannya, jadi tidak apa-apa. Dalam pikirannya, hanya ada satu orang lagi yang pemuda itu perdulikan selain kakaknya.

Tubuhnya menegang, ekspresi wajahnya mengeras. Violet mengatupkan bibirnya rapat, bangkit berdiri dari duduknya dan pergi menuju kamar Zean. Dengan cepat mendorong pintu hingga terbuka. Mata tajam bak elangnya menemukan Zean berlutut di samping ranjang dan menggenggam tangan seseorang.

Luna Flatcher terbaring di atas ranjang dan tampaknya tidak sadarkan diri. Tangan Zean yang kemerahan sesekali diletakan di atas pipi atau keningnya, seolah menghangatkan tubuh gadis yang pucat.

"Aku bertanya-tanya, kapan kira-kira kau akan membawa gadis itu ke pondok kita. Dan ternyata terjadi hari ini." Violet kerkata sarkas. Ekspresi wajahnya tidak senang. Keningnya mengerut dalam, menatap tajam tangan Zean yang tidak berhenti menyentuh permukaan kulit Luna Fletcher.

Tanpa mengalihkan pandangan seinci pun dari tubuh Luna, Zean bicara "aku bertemu dengannya di hutan dan dia sakit. Aku memberitaumu, jangan mengatakan apa pun yang memancing perdebatan denganku." Nada suaranya dibatas normal, tapi ada penekanan dan ketegasan dalam suaranya.

Violet mendengus jengkel, bibirnya yang terkatup bergetar, ekapresi wajahnya mengeruh tidak senang. Dengan kekecewaan dan kesal, Violet berbalik, pergi keluar dari kamar diiringi dengan pintu yang ditutup kasar, membuat Zean mendelik dengan tatapan tajam.

Freya berdiri di depan kamar, menghadang Violet "kau kenal gadis itu?" Tanyannya.

"Ya."

"Siapa?"

"Luna Fletcher, si pengendali element istimewa yang terkenal." Violet berkata acuh sedikit dengan nada mengejek, dia pergi ke dapur setelah memberi tau Freya. Tidak melihat eksprsi perempuan itu saat dia memberitau nama si gadis es.

Mata Freya melotot, pandangannya langsung tertuju pada pintu kamar yang tertutup, menatap intens seakan dia mampu melihat menembusnya.

Si pengendali element istimewa, Luna Fletcher, tidak salah lagi. Gadis itu adalah seseroang yang selama ini dicari keluarganya. Tapi sesaat kemudian, eskpresi wajahnya berubah, keningnya mengernyit dalam dan nampak kebingungan. Zean telah menemukan gadis itu, tapi sepertinya dia belum melakukan apa-apa.

Freya mendenguskan nafas berat, dia melangkah terseok dan membuka pintu, masuk ke dalam kamar dan berhenti di samping Zean yang masih berlutut. Sesaat, pikirannya teralihkan. Apa lutut pemuda itu tidak lelah dan sakit.

Freya menggelengkan kepalanya, kembali pada niatnya masuk ke ruangan ini. Dia menghela nafas pelan sebelum memanggil adiknya.

"Zean."

Si pemilik nama bergeming, Freya tau Zean mendengar panggilannya.

"Gadis ini adalah Luna Fletcher?" Dia melirik gadis yang terbaring pingsan, agak mengerut saat melihat helai putih semakin menyebar dan merubah rambut coklatnya.

"Jangan sekarang." Zean berkata lirih, tampak enggan. Tapi Freya melihatnya seperti penghindaran.

Alisnya mengerut, Freya menarik nafas pelan "kita bicara setelah gadis ini membaik--" Freya menggeleng pelan "dan jangan coba-coba menghindar. Beri tau aku alasan masuk akal kenapa kau belum melakukannya."

Tubuh Zean menegang, bibirnya terkatup rapat, hanya bisa diam saat Freya berlalu pergi meninggalkannya bersama Luna yang masih tidak sadarkan diri.

To Be Continued

To Be Continued

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
The Ruin Roses ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang