BAB 30 | Fire tragedy

137 24 1
                                    

Stryn, Norwegia 2008

Rumah keluarga Valture berjarak sedikit jauh dari pemukiman rumah penduduk Stryn. Letaknya di atas bukit penuh rerumputan hijau. Nyona rumah, Mrs. Isabella Valture selalu duduk di dekat jendela kamar putranya, mengamati sungai biru yang berliuk-liuk bak ular yang panjang. Namun, meski pemandangan di luar memanjakan mata, tidak ada sorot kagum dan bahagia terpancar dari iris hazelnya. Sebaliknya, justru keputus asaan dan kesedihan hampa yang bersarang di sana.

Isabella Valture mengalihkan pandangan ketika suara lengguhan kecil tertangkap inda pendengarnya yang sensitif. Dia melihat sosok putra kecilnya terbaring di atas ranjang, tertidur begitu pulas dan tenang. Wanita itu menghela napas pelan, menatap anak lelakinya, tapi saat pandangannya jatuh pada tanda hitam yang melilit tangan dan kaki putranya, sorot matanya berubah pedih. Sesuatu menghujam hatinya bagai belati tak kasat mata.

Rasa bersalah selalu menghantui hati Isabella sejak melihat tanda kutukan dipunggung si kecil Zean sejak anak itu dilahirkan. Kutukan yang selalu menimpa anak laki-laki dalam keluarganya, keluarga Haldane. Sebagai seroang ibu, Isabella tidak menginginkan anaknya menanggung beban yang begitu berat, terlebih usianya masih begitu mudah. Zean yang kecil dan rapuh, sungguh malang nasibnya.

Pintu kamar berayun terbuka, mengambil atensi Isabella. Sosok pria yang dikenalnya sebagai suaminya masuk dengan tubuh kotor, sedikit luka menggores wajah tegasnya. Herrold menatap Isabella sejenak sebelum beralih pada putranya diranjang.

Melihat sang suami berjalan mendekati ranjang, Isabella berdiri dan ikut berjalan ke arah yang sama. Isabella duduk di atas ranjang, di sisi anak laki-lakinya. Mengelus rambut hitam Zean sayang. Dia menatap suaminya yang berdiri di sisi ranjang, tidak ada ekspresi yang menonjol, hannya tegas dan datar, seperti Herrold Valture yang biasa orang lain kenal.

"Bagaimana?" Isabella buka suara untuk bertanya.

Herrold menatap Istri nya, menangkap ekspresi penuh harapan diwajah Isabella yang layu. Wanita itu semakin kurus setiap kali dia melihatnya, hari demi hari. Kesedihan dan kegelapan menjadi satu dan mengurung wanita itu dalam keputusasaan yang hampa.

"Kami mendeteksi seorang pengendali istimewa. Anak perempuan dengan elemen ketiga es."

Sorot mata Isabella segera berbinar penuh harap. Dia melepas fokusnya dari Putra nya, beralih sepenuhnya pada Herrold yang kini berjalan menuju jendela.

"Apa roh itu bersamanya?" Tanya Isabella. Harapan melambung tinggi dalam dirinya.

Herrold menarik nafas berat "belum ada kepastian. Selain itu, anak itu dilindungi, sisi lawan menjaganya dengan menyembunyikannya."

"Itu sudah pasti, mereka tidak mungkin membiarkan orang special jatuh ke tangan Blackton," kata Isabella "jadi, kau tau dimana anak itu disembunyikan?"

Herrold berbalik, menatap sang Istri. Isabella mengangkat alisnya "ada apa?" Tanya yang perempuan.

"Anak itu adalah putri Larissa Navier."

Ekpresi Isabella seketika berubah saat mendengar nama tersebut. Alisnya mengerut dalam dan dia membuang pandangan. Bibirnya bergetar seperti hendak mengatakan sesuatu, tapi sesuatu yang lain menahannya.

Hening menjeda cukup lama. Isabella menatap anak laki-lakinya yang masih tertidur. Sesuatu mengusiknya, mendesaknya. Harapan yang beberapa saat lalu dia rasakan masih begitu tinggi, ego menahannya. Keselamatan anaknya berarti lebih dari apa pun. Maka ego itu menariknya untuk maju, memberanikan diri untuk mengatakan kata-kata yang tertahan.

"Kita tidak bisa melewatkan kesempatan. Anak itu pastilah memiliki ikatan dengan White Frost. Dia bisa menyelamatkan Zean kecilku."

Herrold melihat sorot mata Isabella berubah. Harapan dan tekad yang kuat, tapi itu semua ditompang oleh ego yang tinggi. Keputus asaan mengikat wanita itu terlalu lama, membuatnya menjadi sangat keras atas sesuatu yang berhubungan dengan anak laki-laki mereka.

The Ruin Roses ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang