BAB 14 | Losing Grip

195 61 3
                                    

Mereka berempat saling mendekat, membuat lingkaran kecil dan saling berpegangan tangan. Bersiap untuk teleportasi.

Tapi tiba-tiba saja, genggaman tangan Luna dan Janessa terputus dan mereka bertiga hilang- berteleportasi tanpa Janessa.

Luna, Haden dan Peter tiba di halaman Manor Profesor Grint. Pasangan Gildorey, Ny. Olsen, Profesor Grint dan paman Finn telah menunggu di sana seakan mengetahui kedatangan mereka. Namun, fokus mereka diambil alih oleh kebingungan akan ketiadaan Janessa yang seharusnya ada di sana.

Para orang dewasa berjalan mendekat. Finn Chaster mengerlingkan bola mata, mencari sosok Janessa di antara tiga remaja di sana. Dia lalu menatap Luna dan kedua pemuda yang tiba satu persatu "where is Janessa?"

Luna memandang tangannya, mengingat detik-detik ketika mereka akan berteleportasi. Ada sesuatu yang menahan Janessa dan menariknya lepas dari mereka. Karena kehabisan waktu, Luna, Haden dan Peter terpaksa pergi. Teleportasi tidak bisa dibatalkan. Mereka tidak bisa menanganinya.

"Aku akan kembali," ujar Haden, dia bersiap melakukan teleportasi, tapi ibunya segera menghentikan tindakan tersebut.

"Jangan!" cegah wanita itu. Dia sudah cukup merasa khawatir karena tidak kunjung melihat Haden, Laura tidak akan melepas anak laki-lakinya lagi untuk pergi bertarung sendirian.

"Aku akan menjemputnya," kata Haden tegas dan bersikukuh "mengertilah mom."

"Menjemput Janessa? Tentu saja. Tapi, bukan kau," kata Laura bersikeras, tetap menahan Haden di dekatnya.

"Aku akan pergi." Finn maju tanpa kenal takut. Dia harus menyelamatkan keponakannya apapun yang terjadi.

"Peter, where's your dad? Kenapa aku masih belum melihatnya?" Tanya Claudia pada Peter yang sedaritadi menunduk dan diam. Menyadari ada sesuatu yang terjadi dan menjadi penyebabnya. Yang lain ikut menoleh. Luna dan Haden menghela nafas halus putus asa, lalu mengalihkan pandangan.

"Ada apa?" Tanya Laura saat menyadari keanehan di wajah anak-anak itu.

"Peter?" Caludia memanggilnya, memegang bahu anak laki-lakinya dan memaksa Peter mengangkat wajah dan menatapnya "look at me, Peter. Something happened, right?"

"Peter!" Bentak Claudia. Ekspresi wajahnya berubah marah. Claudia tetap ingin mendengarnya, meskipun dia tau bahwa itu adalah hal yang buruk, setidaknya dia mengetahuinya dari Peter, anaknya.

Perlahan, Peter mengangkat kepalanya, membuat yang lain melihat wajah kesakitannya yang penuh air mata dan duka. "Mom, Dad has gone, he left us." Dia ahkirnya memberitaunya. Suaranya yang lirih terdengar begitu sedih, mampu mengubah suasana disekitar mereka berubah menjadi begitu suram.

Hening datang menghampiri, duka yang berusaha dia tahan kembali mencuat, mengenai semua orang yang ada di sana yang menyaksikannya berduka. Claudia menghela nafas berat, mengulum bibirnya dan menggigitnya di dalam. Dia menarik Peter ke dalam pelukannya, mendekapnya erat, membiarkan tangis Peter pecah dan air matanya berderai membasahi baju Claudia.

Finn berdecak lalu mengerang marah. Emosinya seolah ditarik menuju puncak. Mereka kehilangan lagi.

Luna mengusap air mata yang jatuh dipipinya. Rasanya terlalu perih, seolah luka yang hampir kering kembali dirobek dan dipaksa untuk tetap basah.

Profesor Grint kemudian menuntun ibu dan anak itu masuk ke kediamannya, meninggalkan yang lain tetap berada di halaman.

"Aku akan pergi menjemput Janessa," ungkap Finn. Dia merasakan firasat buruk tentang keponakannya tersebut.

"Aku juga akan pergi, Ayo Haden tunjukan jalannya." Noah Gildorey ikut bersuara, memanggil Haden yang masih berada dalam kekangan Laura.

Mata Laura mendelik, tidak setuju atas ide suaminya barusan "jangan Haden, Noah!" kata wanita itu kesal.

"Dia sudah besar, Laura lagi pula ada aku yang akan menjaganya," balas Noah mencoba membuat sang Ny. Gildorey mengerti.

"Aku akan baik-baik saja, Mom," ucap Haden ikut meyakinkan ibunya.

"Biar aku saja Haden. Aku akan menjemput Janessa dan membawanya kesini," kata Luna, namun dia segera mendapatkan tatapan ketidak setujuan dari semua orang.

"Kau juga tidak boleh pergi Luna," kata Laura, melarang, ekspresi wajahnya mengeruh pertanda ketidak setujuan.

"Tetap di sini Luna, kami akan pergi dengan Haden," ucap Noah Gildorey.

Laura menghela nafas berat. Wanita itu mengangguk, menyetujui ucapan suaminya dengan berat hati "Biarakan mereka yang pergi, kau tetap disini bersamaku."

"Jangan khawatir, aku akan membawanya kembali. I promise," ucap Haden sembari tersenyum, meyakinkan Luna dan memberitaunya agar tidak khawatir berlebihan.

Laura melepaskan Haden, membiarkan anak dan suaminya pergi bersama Finn Chaster untuk pergi mencari Janessa. Mereka melihat tiga laki-laki itu menghilang dan keduanya hanya mempu menghembuskan nafas berat.

"Mereka akan baik-baik saja," kata Laura sembari merangkul Luna, mengelus lengan gadis tersebut. Berulang kali mengatakan padanya untuk tidak khawatir berlebihan.

"Ayo ke dalam, kau memiliki cukup banyak goresan yang harus diobati."

Mereka berjalan masuk ke dalam kediaman profesor Grint. Ada cukup banyak orang di sana.  Orang-orang yang dibimbing pergi terlebih dahulu sebelum perang dan mereka yang selamat dari perang.

"Luna, syukurlah." Felora memegang tangannya, bersyukur atas kehadiran Luna di sana.

"Luna."

Panggil seseorang. Luna menoleh, dia tersenyum melihat Liam dan mendekat untuk memeluknya.

"Kau kembali," ucap Liam terdengar senang. Luna mengangguk. Mereka melepaskan pelukan dan berbagi senyum dan rasa syukur.

"Maaf," kata Luna.

"Jangan, jangan minta maaf padaku. Aku bahkan tidak ada disana saat kau pergi."

"Meskipun begitu, kurasa aku harus--"

"Sudalah Luna, tidak ada yang menyalahkanmu," ucap Liam, memotong perkataan Luna.

"Benar. Lagi pula kau sudah mengucapkannya pada hampir semua orang yang kau temui," ucap seseorang. Mereka menoleh dan menemukan Aron berjalan menyeret langkahnya susah payah.

"Aron kau terluka!" seru Luna agak cemas. Aron pasti mendapatkan luka tersebut saat perang sebelumnya.

"Yah, dan kau juga," kata Aron, menuding pada lengan Luna yang terdapat beberapa Luka goresan serta dua luka besar yang robek.

"Biar ku obati," kata Felora, menawarkan diri.

"Bagus Felora, sepertinya aku akan menyerahkan urusan ini padamu saja karena aku juga ada sedikit urusan." Laura datang sambil membawa kota p3k dan menyerahkannya pada Felora.

Keempat remaja itu pergi untuk duduk di sudut kosong dalam rumah yang menampung begitu banyak orang. Felora membuka kotak p3k dan mulai mengobati luka Luna.


To Be Continued

The Ruin Roses ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang