BAB 39 | Make Plans

108 21 0
                                    

Pintu berderit terbuka, Janessa masuk ke dalam kamar. Liam yang tengah berbaring, segera bangkit dan memposisikan dirinya untuk duduk. Kondisinya masih lemah akibat pertarungan terahkir kali saat orang-orang Morana menculik Luna. Liam adalah yang paling banyak mendapatkan serangan, dan karena itu dia berahkir dengan luka dalam yang cukup parah dan harus beristirahat selama beberapa hari.

"Bagaimana kondisimu?" Janessa membuka tutup botol kecil berisi ramuan obat, lalu memberikannya pada Liam.

Wajah pemuda itu mengeruh "lebih baik dari kemarin," katanya. Kemudian meneguk sebotol kecil ramuan, membuat wajah keruh karena tidak menyukai rasa pahit ramuan.

"Bagaimana kondisi diluar? Mereka sunguh-sunggu meninggalkan Manor? Bukankah lebih berbahaya diluar?"

Janessa menghela nafas berat "kita tidak bisa memaksakan keputusan mereka. Lagupula sekarang tidak ada tanda-tanda kemunculan Morana atau pun Blackton," kata Janessa.

"Mereka tidak muncul sekarang bukan berati mereka tidak akan muncul nanti. Siapa yang tau kalau dua wanita gila itu sedang menyusun rencana untuk balas dendam."

Janessa menunduk, dan memejamkan mata frustasi. Persoalan tentang Morana ataupun Blackton ini tidak akan pernah berhenti "ya, yang lain juga mengantisipasi itu. Tapi tetap saja, bukankah sekarang lebih baik untuk menghawatirkan Luna." Janessa menarik nafas panjang sebelum bicara lagi "kita harus mencari cara mengembalikannya, aku takut, semakin lama jiwa element menguasai tubuhnya, Luna akan semakin sulit untuk dikembalikan."

"Kita perlu memikirkan cara untuk itu, tapi jangan merencanakannya dengan gegabah lagi...terahkir kali." Liam menghela nafas berat "karena mencoba untuk menjadi pahlawan, kita justru berahkir kalah dan akibatnya pihak lawan membawa Luna."

Janessa mengulum bibir dan mengangguk "Tapi bagaimana caranya mengembalikan Luna? Siapa yang ahli tentang roh element?" Alis Janessa berkerut karena berpikir.

"Kita perlu bertanya pada Profesor Grint. Semoga saja beliau tau caranya," kata Liam.

"Oh benar! Aku akan bertanya, kau di sini saja. Istirahat," cegat Janessa saat Liam hendak beranjak dari ranjang. Dia mendorong bahu Liam agar kembali bersandar pada kepala ranjang. Memberikan senyum tipis sebelum beranjak keluar dari kamar dan segera mencari keberadaan Profesor Grint.

Dia mencarinya dibeberapa tempat dan kemudian menemukan wanita itu sedang berbincang dengan Nyonya Olsen.

"Permisi," katanya sopan, menarik atensi kedua wanita yang lebih tua.

"Jane, ada apa?" Tanya Nyona Olsen.

"Ada yang perlu saya tanyakan pada Profesor. Apa Profesor punya waktu sebentar?"

Nyona Olsen tersenyum "kalau begitu aku pergi dulu. Mengobrolah."

Selepas kepergian Nyona Olsen, Janessa ahkirnya buka suara, mengutarakan niatnya datang menghampiri Profesor ahli pengendali element tersebut.

"Profesor, apa anda tau bagaimana cara mengembalikam Luna?" Tanya Janessa. Tanpa basa-basi. Ekspresi wajahnya mengeruh penuh harap bercampur khawatir.

"Kasus yang dialami Nona Fletcher baru pertama kali terjadi, Nona Chaster. Aku tidak cukup yakin cara apa yang bisa dilakukan untuk menangani masalah ini," kata Profesor Grint, terdengar amat menyesal.

Janessa menghela nafas kecewa "jadi kita tidak bisa mengembalikan Luna?" Intonasi suaranya terdengar sedih hampir putus asa. Janessa menunuduk murung.

Profesor Grint menghela nafas pelan "kita bisa mengembalikannya selama jiwanya masih bersemayam dalam tubuhnya."

Kepala Janessa segera naik dan menatap dengan sedikit binar harapan setelah mendengar perkataan Profesor Grint "jadi kita bisa mengembalikan Luna?"

"Tentu saja. Tapi kita perlu memikirkan cara yang tepat untuk melakukannya," kata Profesor Grint. Janessa mengangguk antusias "Selama ini, setiap kali Nona Fletcher bertukar wujud dengan White Frost, kepalanya akan selalu sakit dan kemudian pingsan sebelum dia kembali ke wujud aslinya. Itu mungkin karena terjadi konfrontasi pikiran antara Nona Fletcher dan White Frost yang ingin mengambil kendali dirinya. Jadi, aku merasa, kuncinya adalah pikiran." Alis Profesor Grint mengerut, memikirkan dengan matang mengenai perkiraannya.

"Apa maksud, Profesor?" Tanya Janessa, tidak cukup paham dengan penjelasan panjang lebar dari gurunya tersebut.

"Kita perlu masuk ke dalam pikiran White Frost untuk menemukan Nona Fletcher yang mungkin terkurung di dalamnya," katanya dengan lebih jelas.

Janessa melebarkan matanya, binar terpancar dengan harapan "kalau begitu kita bisa mencoba cara itu," katanya antusias.

"Ya, tapi masalahnya, aku tidak cukup yakin ada yang sanggup melakukannya." Profesor Grint menggela napas berat.

"Apa sihir pelacak tidak bisa dipakai? Bukankah itu sihir yang berhubungan dengan pikiran?" Tanya Janessa.

Profesor Grint menggeleng "dalam hal ini, sihir pelacak tidak bisa dipakai. Kupikir itu harus dengan kontak langsung. Kita tidak bisa memakai perantara. Apalagi, tidak ada yang memiliki ikatan batin dengan White Frost. Kita juga perlu mencari lokasi mereka terlebih dahulu."

Janessa menunduk, kembali murung, berulang kali menarik nafas berat. Siapa yang bisa memasuki pikiran? Tidak ada. Sekarang semua rencanya jadi terasa mustahil. Janessa mendengus pelan.

"Aku pikir kita perlu menemukan Profesor Walter lebih dulu. Beliau mengetahui banyak sihir, dan mungkin saja juga tau bagaimana cara mengembalikan Nona Fletcher," kata Profesor Grint, menarik kembali minat dan semangat Janessa.

"Semoga mereka bisa cepat menemukan Darius," gumam Milled Grint. Merasa amat cemas dari waktu ke waktu.

"Milled!"

Perhatian kedua perempuan berbeda usia itu teralihkan oleh suara seseroang yang baru saja tiba. Claudia Olsen berjalan menghampiri mereka. Ekspresi cemasnya membuat Janessa makin gusar, pasti ada suatu hal buruk yang sudah terjadi.

"Ada apa, Claudia?" Tanya Profesor Grint. Alisnya bertaut. Gurat-gurat cemasnya mulai muncul.

Janessa memasang ekspresi penasaran, melihat gurat cemas dan ketakutan tergambar jelas di wajah Nyonya Olsen, membuat perasaannya tidak tenang, berbagai macam praduga negatif mulai hingga dipikirannya.

"Kami baru saja mendapat kabar bahwa seseorang telah menghilang."

Baik Profesor Grint maupun Janessa tidak dapat menutupi keterkejutan mereka. Kabar yang Nyona Olsen bawa adalah sesuatu yang buruk.

"Siapa?" Tanya profesor Grint cemas.

"Seorang di kota, anak perempuan," kata Nyonya Olsen memberi tau.

Profesor Grint memijat pelipisnya, sudah dia duga bahwa hal buruk akan terjadi. Menghilangnya Morana dan saudarinya, bukan berarti mereka akan terhindar dari masalah.

"Sudah kuduga, kembali ke kota adalah pilihan yang salah."

To Be Continued

To Be Continued

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
The Ruin Roses ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang