BAB 51 | Two Souls

143 17 0
                                    

Karena pertemuan diadakan saat sore, Tatiana terpaksa pergi ke hutan saat malam hari. Wanita itu membawa lentera sebagai penerang jalan, menyusuri jalan setapak yang biasa dilalui. Hutan sangat gelap, apalagi bulan sedang tertutupi awan, jadi harapan satu-satunya adalah lentera ditangannya.

Wanita itu berjalan sembari memperhatikan sekitar, sedikit merinding karena berjalan sendirian di hutan yang gelap. Tatiana memang sudah sering pergi ke hutan, tapi tidak pernah pada malam hari.

Dia sudah berjalan cukup jauh, tapi tidak menemukan tanda keberadaan dua orang yang dicarinya. Tatiana tidak ingin berteriak memanggil, sebab dia sempat mendengar bahwa ada patroli malam yang dilakukan para pemburu, Tatiana tidak ingin ambil resiko ketahuan.

Cahaya tampak dari arah utara, beberapa meter dari tempatnya. Mengira mungkin saja Julian dan Leofric berada di sana, Tatiana segera pergi ke tempat itu. Namun yang didapatinya justru diluar dugaan.

Tempat itu penuh bunga yang bersinar, benar-benar indah. Sesaat melupakan tujuan awalnya, Tatiana terbuai untuk lebih menikmati keindahan yang memanjakan mata. Dia berjalan-jalan mengitari tempat itu dan kemudian benar-benar lupa pada tujuan awalnya.

Entah berapa lama dia berada disana, sampai seseorang datang. Tatiana melihat seroang pemuda tampan mendekat sembari tersenyum padanya.

"Apa yang kau lakukan di sini?" Dia bertanya dengan polos, sedikit seperti orang linglung, seakan telah terpengaruh sesuatu.

Tapi pemuda itu tidak menjawab dan terus berjalan mengikis jarak dengannya. Tatiana tersenyum, menyambut saat pemuda itu merangkuh tubuhnya.

Dan kemudian memori berganti.

Dia berlari, menyusuri jalanan menuju pusat kota, sedikitpun tidak perduli dengan keadaan baju dan penampilannya yang berantakan. Dia menggeser beberapa orang dan menerobos kerumunan untuk sampai paling depan. Menyaksikan seseorang terikat di atas tiang sementara di bawahnya tersusun kayu-kayu yang siap dibakar.

Tatiana menutup mulutnya, terkejut sekaligus prihatian saat melihat keadaan orang tersebut. Tubuhnya dipenuhi luka, mata kirinya memar membiru dan bibirnya berdarah. Kondisi ini seperti dia habis dikeroyok.

Pemuda yang menunduk kesakitan itu kemudian mengangkat kepalanya, dan pandangannya bertemu dengan mata abu-abu Tatiana. Pemuda itu kemudian tersenyum, jenis senyum putus asa dan permohonan maaf. Tatiana tidak mengerti, tapi dia kemudian melihat seseorang di belakang pemuda itu, terikat bersama di atas tiang. Tatiana bergerak menuju sisi lain demi melihat siapa orang tersebut, dan matanya membelakak saat mengenalinya. Saat itu, dia mendengar pembicaraan orang-orang disekitarnya.

"Itu hukuman karena sudah melakukan hubungan terlarang sebelum menikah."

Tatiana tidak bodoh untuk mengerti maksud dari kalimat tersebut. Hatinya seperti ditusuk pedang tak kasat mata. Dia memandang wanita yang terikat di atas tiang, wajah lusuh dan kotornya tidak bisa membuat Tatiana sulit mengenali. Wajah yang sama yang dia temui kemarin, wanita yang memberitaunya menganai hutan Barat dan keberadaan dua pemuda.

Sadie melihat Tatiana, sorot matanya menunjukan rasa bersalah dan permohonan maaf, tapi Tatiana punya hati yang keras. Dia tidak mudah menerima maaf apalagi dari seorang pembohong dan penghianat. Karenya, wanita itu berbalik, tepat ketika obor dijatuhkan dan api membakar kayu. Dia berjalan tanpa menghiraukan teriakan putus asa dari dua orang yang terbakar di belakangnya, menahan hasrat untuk tidak berbalik. Dia meneguhkan hatinya, menyimpan dan membawa dendam bersamanya.

Dan hari berlalu, kemudian minggu dan bulan. Ketika Tatiana mendapati perutnya mulai membesar, membuat orang-orang mencurigainya. Di tengah keadaan yang tidak kondusif dimana kepanikan semakin mengikat para pengendali element, Tatiana mengetahui bahwa dirinya telah hamil.

Leofric mendatanginya malam itu, saat kerusuhan terjadi di kota atas penangkapan besar-besaran para pengendali elemen. Mereka berada di tempat itu lagi, dimana bunga bercahaya tumbuh. Keduanya berdiri saling berhadapan di bawah langit malam dan di bawah sinar bulan yang berbentuk sempurna.

"Aku sudah tau kejahatan macam apa yang kau lakukan." Suaranya tenang namun menusuk, ekspresi wajahnya datar.

"Kau merencanakannya dengan Sadie. Menjebakku dengan Julian agar kalian bisa memenuhi keinginan yang tidak mungkin. Apa sekarang kau merasa puas, apa itu menyenagkan bagimu. Melihat Julian mati?"

"Tatiana."

"Tidak! Jangan pangil namaku. Menjijjkan mendengar suaramu. Aku ingin muntah," katanya menyentak. Menutup mulutnya seakan benar-benar hendak muntah.

Leofric benar-benar khawatir, sikap Tatiana membuatnya menjadi aneh. Pemuda itu kemudian berjalan mendekat dengan perlahan, tapi gadis itu memekik dan mengancam. Mata Leofric membelakak saat wanita itu mengeluarkan belati dari lengan bajunya, sedikit membuat sayatan saat pisau ditarik. Darah menetes dan jatuh di atas bunga yang bercahaya.

"Tatiana apa yang kau lalukan? Buang belati itu, benda itu membuatmu terluka." Rasa cemasnya meningkat dan dia kembali mencoba berjalan mendekat, tapi wanita itu kembali memekik.

"Sudah kubilang jangan mendekat!" pekiknya, memposisikan ujung belati di depan perutnya.

"Oke-oke, aku tidak akan mendekat, jadi kumohon lepaskan belati itu." Leofric memberi aba-aba, menyuruh agar Tatiana melempar belati ditangannya.

Suara langkah kaki terdengar, beberapa orang datang menuju tempat mereka berada. Melihat kesempatan saat Tatiana mengalihkan pandangan untuk melihat ke arah lain, Leofric mendekatinya perlahan. Namun matanya menangkap presensi seseorang beberapa meter di belakang Tatiana, memegang busur dan membidik panah ke arah Tatiana. Tau apa yang akan terjadi, Leofric bergerak ke belakang Tatiana dan menerima panah yang langsung menancap dipunggungnya. Karena keterkejutan, Tatiana tidak sengaja menjatuhkan belati.

Kemudian panah-panah lain datang mengujami mereka dari berbagai arah, pemburu datang semakin banyak dan mengepung tempat itu. Satu anak panah meleset dan menembus jantung Leofric, membuat Pemuda itu jatuh dan terkapar diantara bunga bercahaya, dan kemudian Tatiana berahkir sama sepertinya. Wanita itu jatuh dengan panah yang menancap tepat didadanya, menembus kulit dan menancap dijantung. Dimenit-menit kesadarannya, Tatiana mendengar sebuah suara berbisik padanya, tepat ditelinganya seolah orang itu berada di sampingnya.

"Seharusnya kalian memilih tempat lain untuk mati. Tempat ini adalah tempat suci, saat darah menetes dan mengenai bunga yang bercahaya, maka kehidupan abadi mengikuti. Aku memberitaumu bahwa kehidupan abadi bukan sebuah berkah, melainkan hukuman. Dan setiap hukuman yang menyertai mahluk abadi akan bertahan sangat lama. Maka selama kau hidup, hukuman akan terus mengikutimu."

Saat itu, kilasan kembali berkelebat, terjadi seperti sebelumnya, namun kali ini bergerak maju dan kemudian Zean kembali pada kesadaran aslinya. Dan dia melihat seorang wanita berdiri tepat di depannya, tersenyum dengan wajahnya yang bersinar karena kecantikan.

"Apa kau melihatnya?" Wanita itu membelai wajahnya, tersenyum dengan tatapan sendu sekaligus kerinduan "dia mirip denganmu, amat sangat mirip."

Zean menyadarinya, saat kilasan dari penglihatan yang Tatiana perlihatkan padanya, pemuda yang terikat di atas tiang memiliki wajah yang sama dengannya, tanpa cela. Matanya membelakak lebar, melihat penampilan Tatiana. Wanita itu tidak lagi dalam wujud es, namun kini berwujud manusia normal, wujud aslinya.

"Aku ahkirnya mengerti bentuk hukuman semacam apa yang kuterima..." wajahnya menjadi keras, namun tatapan matanya menyedihkan "Pria yang kucintai dan pria yang kubenci, kini berada dalam satu raga yang sama."

To Be Continued

To Be Continued

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
The Ruin Roses ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang