BAB 22 | Fire Prison

160 37 1
                                    

Tepat saat air menyentuh api, elementnya berevolusi menjadi es, membekukan api yang berkobar dengan tidak masuk akal. Dan penjara itu kemudian pecah, meningalkan keterkejutan pada mereka yang menyaksikannya.

Mata pria itu melotot, dibuat terdiam untuk beberapa saat. Felora yang menyadari itu, segera menyelinap ke belakang lingkaran api yang mengurung Peter. Berbisik pelan pada pemuda yang terkurung.

"Peter, ini aku, Felora. Bisakah kau menggunakan element apimu untuk mengambil alih kendali penjara apinya?"

"Tunggu sebentar, aku sedang berusaha," sahut Peter dengan suara bisikan pelan. Berusaha membuat jalan keluar. Peter mendengar sesuatu seruapa barang pecah dan hal tersebut sepertinya mengambil fokus si pengguna element api.

Felora melihat api pada bagian bawa semar-semar mulai menghilang, kemudian muncul lingkaran kecil yang cukup besar didorong keluar secara perlahan, hingga tak butuh waktu lama hingga Peter ikut keluar dari dalam penjara api.

Felora segera menariknya menjauh, masih berada dibelakang penjara api agar antek Morana tidak bisa melihat mereka.

"Bagaimana dengan Luna?" Tanya Peter. Sebelum terkurung dalam lingkaran penjara api, Peter melihat hanya Luna dan Felora yang tidak dikurung.

"Kau mendengar suara tadi? Itu ulah Luna. Dia menghancurkan penjara Janessa dan Haden dengan element es," kata Felora menjelaskan.

Element es Luna semakin kuat. Peter tau kemampuan pengendalian es Luna semakin berkembang, tapi sanggunp membekukan api dan bahkan menghancurkan hal yang sebesar itu, diluar perkiraan Peter.

"Ayo segera bebaskan Liam."

Peter dan Felora menyelinap, berpindah ke lingkaran api Liam. Sekilas, Peter mengintip Janessa dan Haden yang berusaha menyerang antek Morana. Tapi Peter tidak melihat Luna, alisnya bertaut dan mengerut. Tapi tarikan Felora pada lengannya menghentikan Peter dari pikirannya sejenak.

Felora berbisik pada Liam, meminta pemuda itu untuk bersabar sementara Peter berusaha membuat cela yang sama dengan yang dibuatnya sebelumnya. Beberapa saat kemudian, mereka berhasil mengeluarkan Liam. Ketiganya menyelinap, menuju tempat Luna. Peter segera mendekat kala melihat Luna yang pingsan. Ekspresi wajahnya mengeruh, tau bahwa ini akibat dari Luna yang menggunakan kemampuannya dengan berlebihan.

"Aku tidak memikirkan ini sebelumnya, tapi kita mungkin bisa berteleportasi?" Saran Liam.

"Sepertinya tidak bisa, ini seperti manor Profesor Grint. Kita tidak bisa melakukan teleportasi di dalam manor," balas Peter.

"Sial." Liam mendesah jengkel. Dia melihat Luna khawatir. Mereka bisa saja pergi dengan menyelinap, tapi harus ada yang menahan pengikut Mariana tetap di sini. Mereka tidak mungkin meninggalkan Haden dan Janessa.

"Pergilah, bawa Felora dan Luna keluar dari sini." Peter memindahkan tubuh Luna dalam rangkuhan Liam yang kini mengerutkan kening, tampak tidak setuju.

"Jangan keras kepala Liam. Setidaknya harus ada yang bisa keluar dari tempat ini," sela Peter, tau bahwa Liam hendak membantah.

"Jangan ada yang tertinggal lagi Peter, aku sudah muak dengan hal ini." Liam mengangkat Luna dalam gendongannya. Dia dan Felora pergi menyelinap keluar dari dalam ruang bawah tanah.

Peter mengawasi sampai ketiganya benar-benar pergi. Dia kemudian kembali pada Haden dan Janessa, membantu menyerang pria itu sekuat yang dia bisa.

Sementara itu, Felora dan Liam yang menggendong Luna, berlari menjauhi ruang bawah tanah, melintasi lorong manor Gray yang terasa panjang dari pertama kali mereka lewati.

Sesekali Liam mengintip wajah Luna yang bertumpu pada bahunya, ekspresi cemas tidak pernah luput dari wajahnya.

"Kita harus cepat, mereka tidak bisa menahan pria itu lebih lama," kata Liam. Alisnya mengerut saat tidak ada balasan, bahkan dia tidak lagi mendengar langkah kaki yang mengikutinya.

Liam menghentikan langkahnya dan menoleh kebelekang, terkejut saat pandangannya bertabrakan dengan mata Felora yang melotot lebar dan dipenuhi sorot ketakutan, sementara tubuhnya ada dalam cengkraman seroang pria berbadan  kekar yang sekaligus membekap dan mencengkram lehernya kuat.

Giginya bergemelatuk, merasa amat geram. Liam menolehkan kepalanya ke belakang saat merasakan kehadiran orang lain dilorong itu.

Dua orang pria berpakaian serba hitam berdiri dengan seringaian menyebalkan mereka, menatap Liam dengan sorot merendahkan.

"Shit!"

___

Di ruang bawah tanah, pertarungan tiga lawan satu masih berlangsung. Janessa menerjang dengan Aerokinesis, tapi pria itu membalasnya dengn api yang lebih besar. Asap-asap mengepul akibat tabrakan dua element yang saling berlawanan.

Peter berpindah posisi. Melihat Janessa juga melakukan hal yang sama. Mereka saling menatap dan memberikan anggukan semar. Janessa menatap Haden, memberi isyarat. Posisi mereka melingkar, mengurung si pria api ditengah-tengah mereka.

Mereka saling menatap yakin, kemudian mulai mengakat tangan secara bersamaan, merentangannya. Aliran air Janessa muncul, kian memanjang, kemudian sebuah lingkaran air kian tercipat, membangun tembok besar yang mengurung pria ditengah.

Tidak tinggal diam, pria itu menyerang dinding air, tapi usahanya sia-sia, sebab setiap serangannya hanya akan berahkir dengan bunyi hangus dan asap yang mengepul.

Lingkaran air semakin menyudutkan pria itu, mengurungnya dalam lingkaran yang semakin kecil dan sesak. Tubuh pria itu kian diselimuti air hingga ahkirnya benar-benar terjebak dalam bola air raksasa yang tercipta.

Oksigen yang menipis kian mencekiknya, pria itu memberontak dalam bola air transparan, berusaha keluar dan mencari oksigen.

Haden segera menarik Janessa, mengikuti Peter yang berlari keluar meninggalkan pria yang kehabisan tenaga dan pingsan dalam bola air yang mencekiknya tanpa oksigen.

Mereka melewati lorong manor, menemukan Felora yang pingsan dan Liam yang terkapar setengah sadar dengan luka disekujur tubuhnya.

To Be Continued

To Be Continued

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
The Ruin Roses ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang