Sudah tiga hari, tapi Luna Fletcher masih belum sadar. Suhu dingin tubuhnya sudah mulai menurun, bertkat tangan hangat Zean yang tidak pernah meninggalkan tubuh pucat sang gadis es. Tapi rambut coklat Luna telah berubah sepenuhnya menjadi seputih salju, panjang hingga mencapai pinggangnya, terurai lurus. Tubuhnya masih putih pucat, tapi bibirnya semerah delima. Dia tidak kelihatan sakit, justru terlihat seperti seseorang yang hanya tidur biasa.
Zean keluar dari kamarnya dan menemukan Freya duduk di sofa, tengah membaca buku dengan alis berkerut bosan. Violet sedang keluar untuk mencari herba.
Pandangan Freya segera teralihkan, perempuan itu mengangkat wajahnya dari buku, beralih pada Zean yang berjalan ke arah dapur untuk mengambil air. Pemuda itu sempat meliriknya, lalu kemudian mengalihkan pandangan dengan acuh. Freya mendengus jengah, dengan ketidak sabaran, perempuan itu meletakan buku, lantas beranjak dari sofa dan berjalan menghampiri Zean.
"Sudah tiga hari." Freya menghembuskan napas berat. Zean melirik kakaknya sejenak sebelum kembali berjalan hendak masuk ke dalam kamar.
"Aku tidak bisa menunggu lebih lama. Katakan padaku sekarang kenapa kau belum melakukannya," tuntut Freya. Gadis itu mencegat langkah Zean dengan berdiri di depannya.
Zean menatap kakaknya jengah. Freya keras kepala seperti Ibu mereka. Perempuan itu menatapnya dengan wajah mengeras serius "Ayah mengorbankan hidupnya untuk mendapatkan gadis itu, dan dia berada di sini sekarang. Kau, apa yang kau lakukan selama aku dikurung? Hanya berdiam diri dan menunggu ajal?" Alis Freya berkerut heran, tidak habis pikir.
Zean menghela nafas berat. Dia melirik sejenak ke arah pintu kamarnya, seakan dapat melihat menembusnya. Sesaat kemudian, Zean kembali beralih pada Freya dan dia kemudian membuka bajunya, berbalik dan memperlihatkan punggung telanjangnya pada perempuan itu.
Freya membelakakan matanya terkejut saat melihat punggung Zean. Punggungnya bersih, tidak ada mawar hitam yang merambat di sana, tidak seperti yang pernah dilihatnya dahulu. Dia mendekati Zean dan menarik bahu adiknya kasar, memaksanya berbalik dan menatap matanya. Ada kebingungan pada sorot mata gelap itu, serta ketakutan yang tak terbandingi.
"Apa yang kau lakukan!" Nada suaranya kecil namun penuh penekakanan, menuntut jawaban. Nafasnya yang berat naik turun. Zean tidak banyak memberikan respon, tidak juga berekpresi berlebihan. Dia diam dengan nafas teratur, seolah-olah tanpa beban.
"Aku membuat perjanjian dengannya, Freya."
Nafasnya seakan tertahan dikerongkongan, bibirnya terkatup rapat dengan bola mata yang masih melotot. Mendengarkan suara Zean yang tengah memberi taunya. Hening melingkupi mereka sesaat.
"Aku membiarkannya memakan kutukan itu dan sebagai balasannya, dia tidak akan mengambil alih tubuhku tanpa seizinku--"
"Zean..."
Gigi Freya bergemelatuk, ada emosi yang siap meledak dalam kepalanya "kutukan itu mengikat jiwamu dan apakah kau membiarkan mahluk itu memakan jiwamu secara perlahan?" Nafasnya naik turun dan berat "Are you crazy? You can die." Alisnya mengernyit dalam dan ekspresi wajahnya mengeruh.
Zean mengedikan bahunya santai, dia memakai bajunya kembali "bagimana pun aku akan mati--"
"Ya, kita semua akan, tapi tidak sekarang." Kata-katanya tegas. Freya menghembuskan nafas berat. Dia memegang Kepalanya yang tiba-tiba terasa sakit.
"Aku akan membantu Luna melawan Morana, dan kemudian mati dengan tenang."
Freya terkekeh hambar, tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya "dia yang seharusnya membantumu---" Freya menunjuk ke arah dinding yang membatasi ruangan mereka dan kamar tempat Luna berada "gadis itu terikat dengan White Frost, dia memiliki kemampuan regenerasi, dia yang seharusnya membantumu--- kau tidak mendengarkan perkataan ayah---"
"Aku mendengar, Freya. Dan mengetahui dengan pasti setiap kata yang keluar dari mulutnya hari itu, perkataannya tentang kematiannya--" Ekspresi Zean berubah, emosinya dengan cepat menaiki puncak. Giginya bergemelatuk dan dia maju mendekati Freya yang mengernyitkan alis dengan wajah mengeruh tidak senang, menggigit bibirnya sebab merasa ciut sesaat. Mata hitam legam menusuk, tubuh Freya bergetar merasakan intimidasi dari adiknya sendiri
Thorny Roses telah mengutuk keluarga Ibu nya turun temurun hingga mencapai Zean. Tidak ada obat, satu-satunya cara adalah dengan mengandalkan seorang ZA yang terikat jiwa dengan White Frost. Yang dikutuk harus menyerap energi kehidupan jiwa tempat White Frost bersemayam, yang berarti Zean harus menyerap energi kehidupan Luna hingga gadis itu mati agar dia bisa lepas dari kutukan. Zean tentu saja tidak menginginkan itu.
"aku akan sembuh dan dia akan mati, digerogoti kukutan sialan itu. Jika dia berusaha menyembuhkan kutukan ini, kutukannya akan berpindah ketubuhnya dan melahap jiwanya tanpa ampun. Aku tidak akan membiarkannya."
"Kau akan mati." Freya berkata penuh penekanan, menatap Zean dengan sorot mata tajam dan kemarahan.
"Dan aku tidak perduli."
"Kau sudah dibutakan oleh cinta, Zean. Cinta membuatmu lemah."
"Aku tidak perduli Freya, tidak lagi." Zean mengambil langkah mundur, bergeser ke samping dan berjalan melewati Freya yang masih terpku ditempatnya. Dia berjalan menuju pintu kamarnya.
Tangan Freya terkepal "Bagaimana denganku? Kau tidak perduli dengan keluargamu?"
Tangan Zean terhenti, memegang knop pintu cukup erat. Dia menelan saliva susah payah, membungkam bibirnya yang bergetar. Dia bisa mendengar nafas berat Freya. Kakanya masih berdiri di tempatnya, membelakanginya. Zean menarik nafas dalam dan menghembuskannya perlahan sebelum kembali bergerak, mendorong pintu dan masuk.
Freya jatuh terduduk dan dia menangis. Zean bisa mendengarnya dari dalam kamarnnya. Dia masih berdiri dibalik pintu. Tubuhnya bergetar, merasakan sesak yang menyiksa. Zean perduli pada Freya, kakak nya adalah satu-satunya keluarganya, tapi Luna juga berarti baginya. Selama hidupnya, satu-satunya tujuannya adalah melindungi Freya, membebaskannya dari belunggu Blackton. Dan mereka akan peri ke tempat lain, menjauh dari hirak pikuk perang yang tidak pernah berahkir. Hidup normal dan santai tanpa harus takut pada kematian. Tapi semakin hari, ia merasa semakin tipis harapan tersebut. Bayangan yang berasal dari kegelapan datang membisik padanya, mengingatkannya akan kutukan yang tidak pernah mati. Zean berpasrah diri, saat dia membuat perjanjian terkutuk dengan iblis yang mengikat jiwanya, iblis yang memberikan kutukan bagi keluarganya. Zean berada dalam kegelapan begitu lama, sampai Luna datang dan memberikannya jalan keluar, memberikannya pilihan. Tapi di sini, sekarang, Zean membuat pilihannya sendiri.
Dia akan mengirim Freya ke suatu tempat, jauh dari perang dan segala penderitaan. Lalu mengusir kematian yang membayangi Luna selama sisa hidupnya. Terasa mudah dikatakan, tapi sulit untuk dilakukan.
To Be Continued
KAMU SEDANG MEMBACA
The Ruin Roses ✓
Fantasia[ The Elemental Trilogy | Book 2] Peristiwa terahkir memberikan pukulan besar bagi mereka, terutama untuk Luna yang kehilangan satu-satunya keluarga. Kepergian Hanna Fletcher menjadi titik balik dari keenganan Luna untuk kembali melibatkan diri dala...