BAB 09 | The Safe Place

267 74 5
                                    

Mereka berhenti di area lapangan yang luas. Ilalang tumbuh dengan tinggi, hampir menenggelamkan mereka.

"Apa kita akan tetap seperti ini?" Tanya Luna. "Lari tanpa tau tujuan?"

Aron melihat ke belekang pada Luna, wajah gadis itu mengeruh. Lari tanpa rencana dan tujuan seperti ini sama halnya dengan hanya menghabiskan energi.

Aron diam sejenak, sedang memikirkan perkatan Luna. Sampai suara salah satu elementis menarik perhatian mereka.

"Di sini apa ada yang tau lokasi perkemahan lain? Kita bisa pergi ke sana dan berlindung sejenak."

Luna tiba-tiba teringat mengenai sihir pelacak yang dilakukannya bersama Profesor Walter. "Aku, aku tau perkemahan lain, tapi lokasinya sedikit jauh dari sini."

Mereka semua berpikir sejenak, mempertimbangan pernyataan Luna. Mungkin tidak ada pilihan lain selain pergi ke perkemahan tersebut.

"Kalau begitu ayo, kita tidak bisa membuang waktu."

Mereka kembali melanjutkan perjalanan dengan Luna yang memimpin di depan sebagai petunjuk arah. Mereka berjalan cukup lama, hampir sekitar 4 jam lebih.

"Apa masih jauh?" Aron menyusul Luna, berjalan disampingnya. Bertanya pada gadis itu.

"Sedikit lagi," jawab Luna seadanya.

Aron mengangguk, tidak ingin bertanya lagi karena tidak mau membebani Luna. Mereka terus berjalan hingga tiba di area penuh pepohonan rimbun. Pohon-pohon raksasa berakar besar mengelilingi tempat itu. Luna kembali mengingat, melihat pohon-pohon yang menjulang tinggi, mengingat kembali apa yang dilihatnya saat masih dalam pengaruh sihir pelacak.

Dia tersenyum tipis, berbalik pada mereka yang mengikutinya "ini tempatnya."

Bertepatan dengan ucapannya, sihir manipulasi yang menyembunyikan tempat itu terbuka, tenda-tenda besar dan orang-orang berlalulalang kesana kemari. Mereka menemukan lokasi perkemahan tersebut.

"Ibu!"

Seroang anak berlari dan langsung berhambur ke dalam pelukan seorang wanita. Beberapa orang di perkemahan tampak kaget akan kehadiran yang tidak diduga. Sebagian menampilkan ekspresi bahagia saat melihat orang yang mereka kenal.

Luna mengerlingkan mata, melihat orang-orang di sana, berharap menemukan sosok gadis berambut pirang keemasan dan dua pemuda lainnya.

Ada di mana Janessa, Haden dan Peter?

Dia berpisah dari kelompoknya, pergi menelusuri sekitar area perkemahan untuk mencari teman-temannya. Sebuah Tenda yang tampak familiar menarik perhatian Luna, membuatnya segera menuju tenda tersebut dan masuk ke dalam.

Kehadirannya mengejutkan semua orang yang ada di sana, terutama Janessa yang tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Gadis itu mengejrap, mencoba memastikan penglihatannya bahwa yang sedang berdiri di depan mereka saat ini adalah Luna Fletcher yang Janessa kenal. Sahabatnya.

"Luna?" Peter bertanya memastikan. Tidak kalah terkejut dari yang lain.

Luna mengangguk, dan memasang senyum meyakinkan "maaf karena datang terlambat," ucapnya merasa bersalah.

Felora berjalan mendekat dan langsung memeluk Luna, mengusap-usap punggung temannya tersebut seolah mengatakan tidak apa-apa. Luna tersenyum tipis, membalas pelukan Felora, dia berkata "terimakasih."

Setelah melepaskan pelukan dari Felora, Luna kembali menatap Janessa yang hanya berdiri diam, seolah membeku dalam posisinya. Luna menghela nafas halus. Janessa masih kecewa padanya karena itu gadis tersebut enggan menyambut kedatangannya.

The Ruin Roses ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang