BAB 28 | The Thorny Roses

149 29 2
                                    

Violet mendengar suara ketukan dari pintu depan. Gadis itu melepas buku yang sedang dibacanya, lantas bangkit dari single sofa dan beranjak untuk membukakan pintu.

Seseorang berdiri bersama Zean di depan pintu pondok persembunyian mereka, saling merangkul dalam kondisi tubuh yang tidak baik-baik saja. Mata Violet membelakak. Dia melihat perempuan dalam rangkulan Zean mengangkat kepalanya dan tersenyum padanya.

"Violet Shell, ya?"

Alis Violet mengerut. Menyingkir saat Zean melangkah masuk dan menuju kamar. Violet mengikuti di belakang, melihat Zean mendudukan perempuan itu di atas ranjangnya.

"Freya?" Ada ketidak yakinan dalam suaranya.

Freya tersenyum padanya lagi. Dia memiringkan kepalanya "lama sekali tidak melihatmu, Vio. Apa kau masih menyukai adikku?"

Violet membelakakan matanya, dengan cepat melangkah mendekat dan berlutut di depan Freya. Dia menjulurkan tangan, memegang wajah kusam dan kotor penuh luka dan lebam. Ekspresi wajahnya terluka dan khawatir.

"Aku akan mengambilkan salep dan membuat ramuan obat." Violet bangkit berdiri, dia melirik pada Zean sejenak. Menghela nafas pelan sebelum berlalu keluar dari kamar.

Pandangan Freya beralih pada Zean yang membungkuk untuk membantunya menyandar pada kepala ranjang. Memberikan seringaian kecil menggoda padanya "kalian tinggal di sini?"

"Hemm..."

Senyum Freya makin lebar dan tatapan matanya berkedip jenaka "berdua?"

"Ya."

Zean kembali menegapkan dirinya. Alisnya mengernyit mendapati tatapan dan senyum aneh Freya. Dia kemudian memutar bola matanya saat menyadari artinya.

"Istirahatlah, aku akan membuatkan makanan untukmu."

Zean melangkah keluar dari kamar saat mendengar seruan Freya untuknya "kau tinggal dengan seroang gadis, kau sudah dewasa, Zean Valture. Aku bangga padamu." lalu suara cekikikan terdengar dari dalam kamar.

Zean menghela nafas berat. Pandangannya teralihkan oleh suara dari arah dapur. Violet sedang membuat ramuan obat. Meja dipenuhi oleh berbagai macam herba. Zean mendekat dan memperhatikan jenis-jenis tumbuhan yang ada. Coleus amboinicus, Hemigraphis alternata, Scadoxus multiflorus, Basella alba. Zean tidak cukup mengetahui yang lain.

"Darimana kau mendapatkan semua ini?" Tanya Zean.

Violet melirik sekilas "beberapa tempat dihutan, yang lain aku menanamnya sendiri," jawabnya. Dia meraih Basella alba, herba berdaun semi sukulen, tebal, dan berbentuk seperti hati.

Untuk sesaat, Zean memperhatian Violet yang sedang meramu obat, terlihat telaten seolah sudah sering melakukannya. Violet Shell memang lebih tertarik meramu obat, dia berkeinginan menjadi seorang penyembuh ketimbang pengendali element.

Zean tersenyum kecil, meninggalkan Violet fokus pada kegiatannya, sementara dirinya mulai menyiapkan bahan untuk memasak.

Malam hampir larut, tapi mereka masih terjaga untuk mengisi perut dan mengobati luka. Hingga beberapa jam berlalu, Zean meninggalkan Freya tidur di kamarnya sementara dirinya memilih untuk tidur di atas dipan diluar kamar.

Pikirannya berkelana, ada terlalu banyak beban. Tapi mendapatkan kakaknya kembali, sedikit meringankan beban tersebut.

Bertahun-tahun Zean ikut dalam kelompok Blackton, bersedia melakukan tugas yang diberikan perempuan itu sebagai imbalan dari keselamatan nyawa kakaknya. 10 tahun Freya hidup sebagi tawanan. Penyebabnya karena penghianatan ayahnya.

Ayahnya memiliki tujuan tersendiri saat bergabung sebagai antek Blackton. Yang lain menginginkan kekuatan dan kemakmuran, tapi ayahnya punya keinginan berbeda. Saat wanita itu mengetahui motifnya, orang-orang suruhan Blackton datang ke rumah mereka dan membakar tempat tinggalnya sampai hangus. Menculik kaka perempuannya sebelum melakukan hal tersebut. Zean dan kedua orang tuanya selamat, tapi beberapa tahun kemudian, Blackton mendapatkan orang tuanya dan membunuh mereka.

Sesuatu terasa bergerak-gerak dibagian punggungnya, mata Zean tertutup dalam kesakitan, merasakan sesuatu bergerak sembari menusuk-nusuk bagian dalam kulitnya. Dia bangkit, lalu menggulung lengan bajunya yang panjang. Sebuah sulur hitam, serupa tato berbentuk sulur berduri di mana kuncup mawar hitam mekar. Merambat, melilit lengannya, mencekik tiada ampun, memberikan sensasi panas yang membakar.

Giginya bergemelatuk, menahan erangan. Rasa sakitnya tak terbendung. Lebih perih dari tusukan pedang dan hujaman beribu-rubu jarum. Dia menggigit bibirnya, sekuat mungkin tidak mengeluarkan teriakan kesakitan.

Dia menatap pintu kamarnya di mana Freya tidur, lalu pada pintu kamar di sebelahnya. Lampu dikamar itu masih menyala, Zean bisa melihatnya dari cela di bawah pintu. Violet masih terjaga, seperti biasa membaca buku hingga berlarut-larut.

Zean mengambil jaketnya, pergi keluar dari pondok. Masih menahan eragan dan rasa sakit di setiap inci tubuh yang disentuh tato terkutuk itu.

Dia berjalan cukup jauh, ahkirnya berhenti di dekat pohon tumbang, bersandar di sana dan mengeluarkan erangan kesakitan yang sejak tadi di tahannya. Dia melihat lengan kirinya lagi, sulurnya masih bergerak-gerak, melilit dan mencekik. Ototnya menegang. Zean menegadahkan kepala, menutup mata dalam rasa sakit yang mencengkram.

Mereka menyebutnya Thorny Roses, tato terkutuk yang telah turun temurun membelunggu setiap keturunan keluarga dari pihak ibunya. Zean lahir dengan tanda kutukan dipunggungnya, semakin dia beranjak dewasa, semakin kutukan itu menyebar. Thorny roses bukan hanya memberikan rasa sakit, tapi juga menyerap energi kehidupan, yang berarti, waktu hidupnya semkain berkurang. Zean dibayangi kematian selama hidupnya, tidak tau kapan, sulur berduri itu akan menjalar ke seluruh tubuhnya dan membunuhnya. Perkiraanya, tidak sampai umurnya lebih dari 30 tahun atau mungkin kurang dari itu.

Udara malam yan dingin membuat tubuhnya menggigil kedinginan. Zean merapatkan jaketnya, tidak cukup tebal untuk menghalau dingin, tapi membantu dari pada tidak memakai lapisan lagi selain kaos tipis. Punggungnya bersandar dibatang pohon, dapat merasakan permukaan garis-haris horizontal yang kasar.

Zean melihat gerakan dari sudut matanya. Sesosok bayangan meluncur menembus hutan. Dia menoleh, melihat kilasan bayangan dalam kegelapan. Lalu bayangan itu menghilang.

Dedauan bergerak pelan tertiup angin, dahan-dahan menggores satu sama lain dengan ranting.

Tidak lama, sesosok bayangan muncul dari kegelapan hutan. Sosok itu
berdiri sekitar setengah meter di depan Zean. Tingginya tidak kurang dari 165cm atau sedikit lebih tinggi, kulitnya putih pucat dan mata biru bekunya menyorot dingin ke arahnya.

Zean membuka mulut untuk menyerukan sesuatu, tapi kata-kata seolah membeku di tenggorokannya saat sosok itu berjalan perlahan mendekatinya, memperlihatkan sosoknya lebih jelas.

Di bawah langit malam yang hampir ditinggalkan bulan, Zean menyaksikan tubuh pucat itu lunglai dan kemudian jatuh pingsan.

To Be Continued

To Be Continued

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
The Ruin Roses ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang