Bel istirahat yang berbunyi menuntun Andra ke rooftop, saat pintu masuk terbuka angin sepoi-sepoi langsung menerpa lembut wajahnya membuat Andra refleks menutup mata, mencoba merasakan ketenangan yang mulai menyelimuti tubuh.
Beberapa saat dengan posisi seperti itu kini Andra membuka matanya seraya berjalan ke arah tembok pembatas. Pemandangan kota terlihat jelas dari sini, gedung-gedung pencakar langit dengan latar matahari yang mulai berjalan ke pertengahan membuat cuaca panas tapi terkalahkan dengan hembusan angin.
Rambutnya yang sedikit panjang kini terlihat acak-acakan karena terus terkena angin tapi Andra tak ingin ambil pusing karena di sini membuatnya merasa lepas.
Sebuah tepukan di pundak membuat Andra menoleh, ia menatap heran pada si pelaku. "Ngapain lo ke sini?"
Orang itu yang ternyata Fano hanya terkekeh sambil mengendikkan bahunya tak peduli. "Ngikutin lo," ujarnya seraya mendudukan dirinya di lantai yang tak berkeramik.
"Gue gak punya urusan sama lo."
Lagi-lagi Fano hanya mengangkat bahu tak peduli.
Andra melengos, terlalu malas menghadapi orang-orang semacam itu. Buang-buang waktu, pikirnya.
Hening, keduanya sama-sama sibuk dengan isi kepala masing-masing. Sampai akhirnya Fano berucap, "Lo kenal Rhival?"
Mendengar itu Andra hanya melirik sebentar lalu kembali menatap pemandangan di depannya. "Lo anak baru?" Bukannya menjawab Andra malah bertanya balik.
Terlihat Fano tersenyum kecil. "Gue masuk sini pas kelas sepuluh semester dua."
Andra menoleh seolah tak percaya, itu sudah lama dan kenapa ia belum pernah melihat pemuda ini sebelumnya.
"Gue udah ngeliat lo beberapa kali dan kita sempat papasan juga, tapi kayaknya lo gak nyadar," jelas Fano seolah mengetahui isi pikiran orang di hadapannya.
Sejenak Andra terdiam. "Maybe."
"Lo belum jawab pertanyaan gue."
Lagi-lagi Andra menoleh. "Apa?"
"Lo kenal Rhival?"
"Bukan urusan lo."
"Haha, oke-oke. Bukan urusan gue."
Andra beranjak membuat Fano menatap bingung. "Lo mau ke mana?"
Dengan malas Andra menghentikan langkahnya, berbalik seraya mendekat ke arah Fano.
Keduanya saling menatap untuk beberapa detik.
"Berhenti ngikutin gue," tajam Andra.
Fano yang sedari tadi duduk kini bangkit berdiri tepat di hadapan Andra. "Gimana kalau kita temenan?"
Mendengarnya membuat Andra memicingkan mata.
"Gimana?"
"Kenapa gue harus temenan sama lo?"
"Mungkin ... biar gue bisa ngelindungin lo?"
Tangan Andra terkepal kuat. Apa-apaan orang di depannya ini. "Gue gak butuh perlindungan lo."
"Oh, ya?" tantang Fano remeh.
Tak ingin terpancing emosi Andra memilih untuk pergi sebelum akhirnya ucapan Fano kembali membuat ia menghentikan langkahnya.
"Gue selalu ngeliat lo luka-luka dan itu ngebuat gue berpikir kalau lo butuh perlindungan."
Hening ... yang terjadi berikutnya adalah Andra yang benar-benar pergi meninggalkan Fano sendirian di posisinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEMICOLON (COMPLETED)
Teen FictionDua tokoh utama yang dipertemukan tanpa sengaja dengan membawa luka hidup masing-masing. Berusaha menjadi kuat di hadapan satu sama lain meskipun salah satu dari mereka selalu gagal dalam menunjukkannya. Hal-hal sederhana yang dilakukan Bulan selal...