Salah Paham

18 5 3
                                    

Pagi-pagi sekali Andra sudah berjalan dengan tenang di koridor, hari ini ia sengaja berangkat lebih pagi karena rasanya percuma saja sarapan di rumah jika sendirian. Meski kadang ketika ada Dimas pun di meja makan akan tetap sunyi tanpa percakapan namun menurut Andra itu lebih baik dari pada harus seorang diri, setidaknya dengan begitu ia bisa sedikit menghabiskan waktunya bersama sang papa.

Saat hendak berbelok Andra merasakan ada yang menepuk pundaknya pelan, ia menoleh dan mendapati Fano di sana.

"Pagi banget."

Andra berdehem sebagai jawaban dan kembali melanjutkan langkahnya yang tertunda. Tak ingin tertinggal lebih jauh Fano ikut menyusul hingga langkah keduanya sejajar.

"Pulang sekolah nanti lo ada acara?" tanya Fano memecah keheningan.

Sejenak Andra berpikir seraya menggeleng kecil. "Gue langsung pulang."

"Kenapa?"

"Kenapa?"

"Mmm gue kira lo mau ke suatu tempat dulu, ketemu Bulan, mungkin"

"Dia sibuk."

Mendengar itu Fano nengangguk mengerti dan setelahnya hanya terjadi keheningan sampai akhirnya mereka sampai di kelas dan duduk di kursi masing-masing.

"Lo udah sarapan, Ndra?"

Andra menoleh, dapat ia lihat Fano mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya, sebuah kota makan berwarna hitam.

Fano membukanya dan terlihat empat potong sandwich di dalam sana.

Andra tak ingin munafik, ia memang merasa lapar sedari tadi karena memang semalam pun ia tidak memakan apa-apa.

"Nih." Fano memberikan satu potong ke arah Andra. "Ambil," ucapnya.

Ragu Andra menerimanya namun tidak langsung ia makan.

Melihat keraguan dalam wajah Andra membuat Fano terkekeh kecil. "Mama gue gak mungkin ngeracunin anaknya sendiri."

Lagi-lagi Andra terlihat bodoh, ia menggaruk tengkuknya yang tak gatal karena merasa tak enak, detik berikutnya ia memakan sandwich itu.

Fano hanya bisa menggelengkan kepalanya tak habis pikir sambil ia pun mulai memakan makanannya.

Pagi ini mereka lewatkan dengan berbagi makanan dan tanpa terasa akhirnya anak-anak yang lain sudah mulai berdatangan memenuhi kelas.

Bel masuk berbunyi pertanda pelajaran akan segera dimulai, seolah sudah menjadi kebiasaan semua siswa kelas XI-IPA 1 mereka kini duduk tenang di kursi masing-masing guna menunggu guru yang akan masuk sesuai jadwal pagi ini.

Selang beberapa menit akhirnya guru yang ditunggu pun sudah memasuki ruangan kelas dan langsung memulai pelajaran.

Bu Arini selaku guru mata pelajaran Fisika itu kini tengah menjelaskan beberapa rumus yang membuat Fano sedikit pening karena ia memang tidak mempunyai kemampuan di bidang ini namun entahlah kenapa ia bisa lulus ujian saat masuk ke jurusan IPA ini. Sesekali Fano mengacak rambutnya ketika rumus yang diajarkan itu nampak lebih sulit masuk ke otaknya.

Andra yang memang sedikit terganggu dengan kondisi Fano menghembuskan napasnya pelan, karena selain mengacak rambut, pemuda itu juga sesekali mengeluarkan suara umpatan.

Dua jam berlalu dan kelas pun selesai. Bu Arini tengah bersiap-siap untuk keluar namun sebelum itu beliau berucap, "Baiklah, ibu harap kalian mengerjakan tugas kelompok itu tepat waktu." Dan setelahnya ia benar-benar meninggalkan ruangan IPA-1.

Terdengar beberapa anak yang menghembuskan napas kasar dan sebagian lagi berteriak tertahan.

"Gila!!! Pening gue, argh!" Itu salah satu teriakan dari siswi di sini ebut saja namanya Dilla.

SEMICOLON (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang