Berantakan

51 5 0
                                    

Setelah berlalu begitu saja meninggalkan Fano di rooftop, kini Andra sedang berada di suatu tempat yang jujur ini pertama kalinya juga ia datangi. Namun, sudah hampir sepuluh menit terlewati Andra hanya tetap diam di atas motor tanpa berniat untuk memasuki tempat itu.

Ditatapnya lamat bangunan dua tingkat yang berisi penuh pakaian. Yap, ini adalah butik yang dikelola oleh Siska. Entah apa yang membawanya untuk datang kemari yang jelas Andra hanya ingin melihat sang mama karena setelah pertemuan satu bulan lalu ia belum tau lagi bagaimana kabar wanita itu.

Setelah berdebat panjang dengan pikirannya, Andra memantapkan diri untuk masuk ke sana.

Saat pintu kaca itu terbuka Andra langsung disuguhkan oleh desain-desain yang menurutnya sangat cantik. Jauh beberapa meter dari tempatnya berdiri ia juga melihat mamanya yang tengah sibuk di depan komputer.

Dengan ragu Andra mendekat namun sepertinya Siska tidak terganggu sama sekali.

"Ma …" panggil Andra pelan yang sontak membuat Siska tersadar.

Siska berdiri dari duduknya, melihat sekeliling guna memastikan para pegawai yang ada di sana tidak melihat ke arah mereka dan Andra menyadari itu membuatnya lagi-lagi merasa tak diinginkan. Haha bukankah dari awal memang begitu?

"Kamu ngapain ke sini? Kenapa gak bilang Mama dulu?"

"Maaf, Ma."

Dengan pelan Siska menghela napas. "Kita bicara di kafe sebrang, gak enak kalau di sini."

Tanpa bantahan Andra hanya mengangguk sesaat terdiam guna menunggu Siska untuk berangkat bersama. Namun, detik berikutnya harapan itu sirna saat orang yang disebut mama itu berucap, "Kamu pergi duluan, nanti Mama nyusul."

Mendengarnya membuat Andra kembali mengangguk. "Oke," lirihnya dan tanpa disuruh lagi Andra keluar dari butik ini.

Sesampainya di kafe yang dimaksud, Andra hanya menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi dengan mata yang menatap ke arah butik karena memang posisinya saling berhadapan. Efek kaca yang memang terlihat terang dari luar, Andra bisa melihat kegiatan mamanya di dalam sana meski tidak terlalu jelas.

Ia tertawa kecil. "Apa iya mama mau ngambil raport gue?"

Sekian menit menunggu akhirnya Andra melihat Siska keluar dari sana dan menyebrangi jalan.

Lalu, tak lebih dari dua menit kini Siska sudah duduk di hadapannya. Sebelum itu, tadi Andra sempat memesankan beberapa makanan dan minum.

Tanpa mengindahkan hidangan yang ada, Siska menatap Andra serius. "Kenapa tiba-tiba ke sini? Mama lagi sibuk, Ndra."

Andra menghela napas berat. "Maaf, Ma. Tapi Andra beneran mau ketemu Mama, terakhir kita ketemu sampai sekarang Mama gak pernah kabarin Andra."

"Ndra, kamu tau, kan, kalau Mama juga punya keluarga?"

Sungguh, rasanya Andra ingin meluapkan emosinya sekarang. Bagaimana bisa Siska bilang seperti itu padahal ia juga adalah darah dagingnya?

"Ma, Andra juga anak Mama, kan? Andra juga butuh Mama."

Cukup lama Siska terdiam atas perkataan itu namun detik berikutnya ia berucap, "Ya sudah, sekarang mau kamu apa, Ndra? Mama masih banyak pekerjaan di butik."

Sudah cukup, Andra tidak tahu lagi harus bereaksi seperti apa. Haruskah ia menertawakan dirinya sendiri lagi? Haha rasanya itu sudah terlalu sering. Lalu apa? Menangis di depan mamanya? Ah, bahkan itu tidak berpengaruh sama sekali.

"Andra mau Mama ambilin raport Andra."

"Ka-"

"Cuma kali ini, Ma. Bahkan sebelum-sebelumnya Andra gak pernah minta apa-apa ke Mama."

SEMICOLON (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang