Barcode

34 5 0
                                    

Waktu sudah menunjukkan pukul setengah delapan malam ketika Andra dan Bulan sampai di tempat mereka bertemu tadi. Bulan turun dari boncengan, ia menatap Andra dengan matanya yang masih merah akibat menangis cukup lama. Helm yang tadi dipakainya kini sudah beralih ke tangan pemuda itu.

"Gue anter sampai rumah, ya?" Lagi-lagi Andra bertanya hal yang sama entah untuk keberapa kalinya.

Bulan menggeleng. "Sampai sini aja gak papa, thank you udah ajak gue jalan. Maaf gue ngerepotin lo."

Andra menghela. "Orang tua lo gak bakal marah pulang selarut ini?"

"Gue udah bilang bakal pulang telat."

Mendengar itu Andra mengangguk pelan. "Ya udah, lo duluan pergi. Biar gue awasin dari sini."

"Lo du-"

"Gue cowok, Lan."

Bulan pasrah menanggapinya. "Heum, gue duluan. Lo hati-hati, jangan sampai ada yang luka."

Andra terkekeh. "Percaya sama gue, ya? Udah sana. Kalau ada apa-apa telpon gue."

"Eum, sorry ngerepotin lo karena cerita gue."

Beberapa detik Andra hanya diam setelah mendengar penuturan dari gadis itu sampai akhirnya ia bilang, "Apa pun. Lo gak ngerepotin gue sama sekali, lo punya gue dan gue punya lo. Ingat itu."

Bulan tersenyum tipis. "Pulang selamat sampai rumah. Janji sama gue."

"Iyaaa."

"See you, Andra."

Andra hanya tersenyum sebagai balasan. Setelah dirasa Bulan benar-benar memasuki gang yang akan membawanya ke rumah barulah Andra meninggalkan tempat itu.

Sepanjang perjalanan menuju rumah Andra hanya terus menghela napas berusaha mencoba meredakan rasa sesak yang menguasainya. Entahlah, ia hanya belum siap untuk berbagi pada Bulan, terlebih dengan trauma yang mungkin akan terus membekas di hati gadis itu meski sudah menceritakan semuanya.

Cukup lama Andra menghabiskan waktu karena ia memang melajukan motornya dengan kecepatan sedang. Menghabiskan sekitar dua puluh menit barulah Andra sampai di kediamannya, rumah mewah bercat putih dengan interior yang tak kalah mewah juga.

Setelah sampai Andra tidak langsung menyimpan motornya ke garasi melainkan hanya duduk diam sambil menatap bangunan yang menjulang itu. Jika diingat lagi ia baru menempati rumah ini selama enam tahun ke belakang, setelah sebelumnya tinggal di rumah yang tidak terlalu besar tapi cukup untuk dibilang mewah juga.

Dirasa puas memandangi tempat tinggalnya barulah Andra beranjak, kembali menghidupkan motor dan memasukannya ke garasi.

Kuda besi itu sudah tersimpan rapi, Andra melangkahkan kakinya memasuki rumah. Pintu terbuka, aroma pengharum ruangan menyapa penciuman pemuda itu. Sesekali ia melihat ke sana ke mari namun tak ada seorang pun yang ia lihat. Ah, harapan macam apa itu? Bukankah sudah jadi kebiasaan tidak akan ada yang menyapanya ketika pulang?

Tanpa memikirkan apa-apa lagi Andra melangkah ke arah tangga yang akan membawanya ke kamar, saat akan menaiki undakan pertama ia dikagetkan dengan suara yang berasal dari dapur. Karena penasaran Andra memilih untuk mengeceknya terlebih dahulu.

"Eh, Den Andra?" kaget Sri ketika melihat Tuan Mudanya yang memasuki dapur, "bibi berisik, ya? Atau Den Andra mau makan malam? Kalau gitu Bibi siapkan dulu."

Andra menggeleng. "Andra udah makan. Bibi kenapa masih di dapur?"

"Ah, iya, syukurlah kalau Aden udah makan. Bibi cuma bersih-bersih, Den."

SEMICOLON (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang