Amarah Papa

28 5 0
                                    

Tiga puluh menit sudah berlalu semenjak Fano sampai di parkiran, namun hingga saat ini Andra belum juga kembali untuk menyusulnya setelah dari toilet.

Rasa khawatir mulai dirasakan Fano dan tanpa menunggu lama lagi ia langsung bergegas untuk kembali ke dalam gedung sekolah. Ia yakin Andra sudah selesai dari urusannya di toilet dan pasti terjadi sesuatu pada pemuda itu. Memikirkannya malah semakin membuat Fano tak tenang, entah apa yang terjadi di dalam sana yang jelas ia berharap semua akan baik-baik saja.

Langkahnya kini sudah sampai di depan pintu masuk toilet yang ada di sebelah barat kelas XI-IPA, namun di sana suasananya sangat sepi dan bisa dipastikan dalam beberapa menit ke belakang tidak ada yang masuk ke sini. Lalu, kemana Andra pergi? Pikirnya.

Sesaat Fano merogoh saku celana untuk mengambil ponsel, dengan gerakan cepat ia kembali menekan nomor telpon Andra, tapi hasilnya lagi-lagi nihil, tidak ada jawaban yang bisa diterima.

Detik berikutnya sosok jangkung itu kembali melangkah menyusuri koridor yang sepi karena jam pulang memang sudah dari satu jam lalu, tangannya tak henti-henti untuk terus menghubungi Andra berharap mendapat jawaban. Alih-alih mendapat jawaban Fano malah menabrak seseorang karena tidak memperhatikan jalan di depannya bahkan orang itu sampai mundur beberapa langkah.

Fano seolah tersadar dan langsung mengalihkan pandangannya pada sosok yang ia tabrak, seorang gadis ternyata.

"Sorry, ada yang luka?"

Gadis itu menggeleng. "Gak papa kok, Kak."

"Ah, i-iya, syukurlah kalau gitu." Fano mengangguk ragu.

"Mmm ... kalau gitu saya permisi, Kak."

Baru beberapa langkah berjalan Fano kembali memanggil gadis itu yang sontak membuatnya berhenti melangkah.

"A-ada yang bisa saya bantu?" tanyanya gugup.

"Lo liat siswa yang tingginya sedikit di bawah gue? Kalau lo tau namanya Andra."

Terlihat kening gadis itu berkerut, sebut saja namanya Risa. Sejenak matanya melirik ke arah nametag di baju Fano.

"Bukannya tadi di suruh Kak Fano buat ketemu di taman belakang, ya?"

Fano mematung. "Hah?"

"Kak Rhi-" Belum sempat Risa menyelesaikan kalimatnya, Fano sudah berlari begitu saja meninggalkannya di koridor yang sepi ini.

"Apa gue salah bicara? Tapi ... tadi kak Rhival emang nyuruh gue buat bilang gitu," gumam Risa pada dirinya sendiri dan setelah itu  kembali melanjutkan langkahnya yang tertunda.

Sementara di sisi lain Fano terus berlari ke arah taman yang disebutkan gadis tadi, ia yakin sosok itu adalah adik kelasnya. Ah sudahlah, tak penting memikirkan siapa gadis itu sekarang, yang jelas secepatnya ia harus menemukan Andra.

Seketika tubuh Fano mematung kala netranya melihat sosok yang ia cari terbaring tak berdaya di rumput dengan wajah yang babak belur serta dapat ia lihat leher pemuda itu sedikit membiru.

"A-Andra?" panggilannya dengan nada bergetar. Detik berikutnya ia tersadar dan langsung mendekati tubuh lemas itu.

"Andra? Hei! Ndra?" Fano membawa kepala Andra ke pangkuannya dengan tangan yang sibuk menepuk-nepuk pelan pipi penuh luka itu.

"An-" Panggilan Fano terhenti saat Andra membuka matanya perlahan.

"Fanh, to-tolong gue ...."

"Lo, lo bisa jalan?"

Andra mengangguk pelan sebagai jawaban dan tanpa menunggu lebih lama lagi Fano membantunya untuk bangkit.

Erangan kesakitan terdengar jelas membuat Fano ikut meringis.

SEMICOLON (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang