Andra berjalan keluar dari toilet setelah selesai mengganti baju seragam putih abunya dengan seragam olah raga, lalu ia memasuki ruang ganti yang tepat berada di samping toilet untuk menyimpan bajunya di loker. Jangan tanyakan kenapa ia memilih berganti di toilet alih-alih di ruangan yang sudah disediakan, jawabannya adalah karena ia tak mau orang-orang melihat bekas luka yang ada di punggung serta tangannya. Akan sangat memalukan bukan jika itu diketahui oleh banyak orang?
Lalu setelahnya ia berjalan ke arah lapangan, belum terlalu banyak orang di sana karena sebagian masih berada di ruang ganti.
Saat berada di lapangan dapat Andra rasakan kepalanya semakin berdenyut sakit. Sebenarnya keadaan Andra bisa dikatakan kurang sehat terlihat dari wajahnya yang pucat. Hanya saja ia tak ingin ambil pusing dan memutuskan untuk pergi ke sekolah meskipun sudah dilarang oleh dua ART-nya di rumah.
Dengan gerakan pelan tangan Andra mencoba memberikan pijatan kecil di kening berharap pusing yang dirasakan mereda, tapi karena sekarang ia sedang berbaris di tengah lapangan yang langsung terkena sinar matahari malah membuatnya semakin pening.
Andra menoleh ketika mendengar pertanyaan dari teman sekelasnya yang bernama Alvian. Pemuda itu tengah menatapnya dengan raut wajah yang terlihat khawatir.
"Lo oke?"
Sebagai jawaban Andra mengangguk. "I'am okay."
"Lo bisa izin kalau emang kurang sehat, wajah lo pucat banget."
"Gue gak papa, Ian."
Mendengar itu Alvian hanya mengendikkan bahunya. "Oke."
Membahas tentang Andra, sebenarnya Alvian sedikit penasaran dengan kehidupan pemuda itu, karena bagaimana bisa ada orang yang sama sekali tidak bisa berbaur dengan teman sekelasnya? Bukan hal baru memang, tapi Andra ini benar-benar membatasi diri menurutnya.
Padahal selain Alvian, teman-teman yang lain juga selalu mencoba mengajak Andra untuk sekedar nongkrong bersama di kantin ketika jam istirahat, namun pemuda itu selalu menolaknya dan lebih memilih untuk menyendiri di atap gedung.
Tapi meskipun begitu, Alvian dapat memastikan bahwa hubungan pertemanan sekelas mereka baik-baik saja dan tidak membeda-bedakan, apalagi Andra yang notabenenya anak donatur sekolah. Ya, siapa siswa XI-IPA 1 yang tidak mengetahui sosok Dimas Gifari?
Instruksi dari depan membuat semua siswa yang kini tengah berbaris itu fokus ke sumber suara, di sana sudah ada Pak Duta yang merupakan guru olahraga mereka.
Sedikit memberikan pengarahan lalu setelahnya beliau meminta salah satu orang untuk menjadi pemandu pemanasan. Alvian yang memang merupakan ketua kelas tanpa disuruh lagi langsung maju ke depan.
Setelahnya mereka melakukan beberapa gerakan dasar agar tidak terjadi hal-hal yang akan merugikan nantinya.
Di barisannya Andra masih terus mempertahankan diri karena pening yang terus menjalar. Fano yang memang tepat ada di sebelah kiri Andra heran dibuatnya.
"Lo gak papa, Ndra?"
Andra menoleh dan hanya menggeleng pelan, lalu ia kembali menatap ke depan.
Pemanasan selesai, kini seluruh siswa duduk di lapangan mendengarkan kembali arahan dari Pak Duta.
Dalam diamnya Andra terus berpikir apakah ia akan ikut melakukan ujian praktek ini atau memilih mengistirahatkan tubuhnya di UKS, karena selain pening, suhu badannya juga sedikit panas. Ini karena ia hujan-hujanan setelah pulang les kemarin.
Sedikit lama menimbang akhirnya Andra mengangkat tangan yang membuat Pak Duta sontak mengentikan ucapannya. Begitu juga dengan siswa-siswi yang ikut menatap Andra.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEMICOLON (COMPLETED)
Fiksi RemajaDua tokoh utama yang dipertemukan tanpa sengaja dengan membawa luka hidup masing-masing. Berusaha menjadi kuat di hadapan satu sama lain meskipun salah satu dari mereka selalu gagal dalam menunjukkannya. Hal-hal sederhana yang dilakukan Bulan selal...