Bulan terus menangis dalam pelukan Fano, sudah sekitar dua puluh menit ibunya ada di IGD dan selama itu juga belum ada tanda-tanda dokter akan keluar dari ruangan.
"Kak, i-ibu baik-baik aja, kan?" Pertanyaan itu terucap dengan nada yang bergetar.
"Ibu lo pasti baik-baik aja, gue yakin itu," balas Fano dengan tangan yang tak berhenti mengusap lembut pada bagian bahu. Meski dalam hatinya Fano juga merasakan takut yang sama besarnya sebab saat ia sampai tadi keadaan ibunya sudah tak sadarkan diri.
"Gue takut, Kak. Gue gak punya siapa-siapa lagi kalau gak ada ibu."
"Sttt … lo gak boleh bilang gitu, ibu lo orang yang kuat jadi pasti bisa lewatin keadaannya."
Sesaat keadaan menjadi hening meski masih terdengar isakan kecil.
"Kak …?"
"Heum? Lo butuh sesuatu?"
Bulan melepaskan diri dari rengkuhan Fano, ia mengusap air matanya pelan lalu menatap ke arah pemuda itu. "Maaf ya udah ngerepotin. Gu-gue gak tau tadi harus minta bantuan ke siapa. Andra juga gak jawab telpon dan cuma lo yang gue ingat lagi."
Mendengarnya membuat Fano tersenyum lembut. "Jangan sungkan, lo panggil gue kakak dan itu artinya gue kakak lo, kan?"
Dengan keadaan wajah sembab Bulan memaksakan untuk tersenyum, ia tidak boleh lemah sekarang. Dan di saat tengah saling bicara lewat tatap mata, suara langkah kaki yang berlari mengalihkan atensi keduanya.
Semuanya terjadi begitu cepat sampai akhirnya Bulan kembali ada di pelukan seseorang, seseorang yang parfumnya sudah tidak asing lagi saat Bulan hirup.
Keduanya berpelukan sangat erat seolah saling menyalurkan kekuatan yang ada di diri masing-masing.
"Lo … lo kemana? Gue nyariin lo Andra, gu-gue takut. Gue takut!" Tangisan yang sempat terhenti itu kini kembali tumpah.
"Sorry. Gue bener-bener minta maaf."
"Gue takut. Kenapa lo gak bisa dihubungin, gue sendirian di rumah."
"Maaf." Lagi-lagi hanya itu yang bisa Andra ucapkan, ia lebih mengeratkan pelukannya sambil sesekali mengusap halus punggung mungil itu.
Setelah beberapa saat barulah Bulan melepaskan diri. Napasnya sedikit tersendat karena terus menangis.
"Gue yakin ibu lo baik-baik aja. Maafin gue, ya? Sekarang gue di sini."
Bulan mengangguk pelan sementara tatapan Andra beralih ke arah Fano. Ia tersenyum kecil. "Thanks," ucapnya.
Baru saja Fano akan membalas, pintu tiba-tiba terbuka menampilkan dokter dengan wajah sendunya.
"Dokter, gimana keadaan ibu saya? Dia baik-baik aja, kan?"
"Suami pasien?"
Bulan menggeleng. "Bapak saya lagi gak ada di rumah, Dok."
Terlihat sang dokter menghela napas berat.
"Dok, apa terjadi sesuatu dengan ibu saya?"
"Ibu kamu mengalami keguguran, sepertinya beliau terlalu stress dan terlalu banyak bekerja yang berat sehingga kandungannya melemah. Selain itu, karena banyaknya pendarahan saat ini kondisi pasien masih harus mendapatkan penanganan khusus."
Semuanya mematung mendengar penjelasan rinci itu.
"A-apa? Ke-keguguran?"
"Iya, kalau begitu saya permisi. Sebentar lagi pasien akan dipindahkan ke ruangan inap."
Sepeninggalan dokter itu pertahanan Bulan runtuh, ia terduduk begitu saja dan untungnya Andra sigap membantu.
"Ndra, i-ibu …."
KAMU SEDANG MEMBACA
SEMICOLON (COMPLETED)
Teen FictionDua tokoh utama yang dipertemukan tanpa sengaja dengan membawa luka hidup masing-masing. Berusaha menjadi kuat di hadapan satu sama lain meskipun salah satu dari mereka selalu gagal dalam menunjukkannya. Hal-hal sederhana yang dilakukan Bulan selal...