Panas terik yang ditimbulkan oleh matahari sore ini benar-benar menyita tenaga apalagi harus berlari di tengah-tengah padatnya kota Jakarta dengan polusi yang menambah rongga dada semakin sesak.
Dengan napas tersengal serta keringat yang membanjiri seluruh tubuh sama sekali tak membuat Andra berhenti berlari barang sedikit pun, yang ada di pikirannya saat ini hanya ibu asuhnya.
"Sebentar lagi …" ucap Andra dalam hati.
Pasokan udara rasanya semakin menipis membuat Andra berhenti sejenak, hanya tiga detik lalu kembali berlari.
"Sebentar lagi …."
Saat masih di sekolah ia tiba-tiba mendapat kabar bahwa Manda dibawa ke rumah sakit dan untung saja tadi sudah masuk waktu pulang dan bel juga sudah berbunyi, lalu tanpa mempedulikan apa-apa lagi Andra langsung keluar kelas bahkan saat guru masih ada di ruangan, meninggalkan tatapan-tatapan aneh serta penuh tanya dari teman sekelasnya. Naas saat tinggal 400M lagi untuk sampai di rumah sakit ban motor Andra iba-tiba kempes hingga menyebabkan ia kehabisan napas seperti sekarang. Karena tidak bisa berpikir jernih ia meninggalkan motornya begitu saja dan bahkan tak terpikir untuk sekedar memesan kendaraan lain.
Menghabiskan waktu sekitar dua puluh menit kini Andra sudah sampai di tempat tujuan. Kedua tangannya bertumpu pada lutut dengan posisi seperti membungkuk, ia menatap bangunan empat lantai itu dengan keringat dan napas yang memburu, detak jantungnya pun berdegup lebih keras dari biasanya. Sesaat Andra melirik pada pergelangan tangan yang terasa perih, entah kemana perginya hoodie hitam yang ia pakai. Sekarang, seragam putih dengan lengan panjang itu sudah penuh dengan bercak merah. Ah, iya, Andra ingat tadi lukanya sempat tergores pada stang motor saat ia tak bisa mengontrol emosi.
Setelah dirasa sedikit lebih baik Andra kembali melanjutkan langkahnya yang terkesan buru-buru untuk memasuki bangunan itu. Saat sampai di lobby Andra langsung berlari ke meja resepsionis, menyebutkan nama dan menanyakan ruangan yang ditempati.
"Pasien baru datang sekitar setengah jam yang lalu dan sekarang masih berada di UG-"
"Ah, ya. Makasih."
Belum sempat orang itu menyelesaikan ucapnya Andra sudah berlalu dari sana, ia lagi-lagi berlari sampai beberapa orang menatapnya dengan tatapan berbeda entah itu aneh, bingung dan merasa terganggu.
Langkah kaki itu semakin melebar saat di depan UGD ia melihat seseorang yang dikenalnya.
"Ibu baik-baik aja?" Masih dengan napas ngos-ngosan Andra bertanya saat ia sudah berdiri tepat di samping orang itu dengan tatapan mata yang tak lepas dari pintu yang tertutup.
Sebelum menjawab orang itu mengehela napas pelan. "Sakit jantung ibu tadi tiba-tiba dateng, makannya gue langsung bawa ke sini dan ngasih tau lo."
Mendengarnya membuat Andra lemas bahkan sampai menjatuhkan tubuhnya pada kursi, sejenak menarik napas dan memejamkan mata. Rasa pening serta perih di tangan sedikit mengganggunya. Dapat Andra rasakan orang tadi kini duduk di sampingnya, meski dengan mata terpejam Andra bisa menebak sosok itu kini tengah menatapnya.
"Lo ke sini jalan?"
Andra menoleh sebentar lalu kembali memejamkan matanya. "Lari."
Terdengar orang itu berdecak kesal. "Lo selalu cari masalah," ucapnya dengan mata yang melirik ke pergelangan tangan, "barcode lagi?"
"Cuma beberapa gores."
"Lo gila."
"Ya, gue tau."
Hembusan napas berat terdengar dari sampingnya membuat Andra mau tak mau kembali membuka mata. "Gue baik-baik aja." Ia menatap yakin pada sosok yang sudah berdiri dari duduknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEMICOLON (COMPLETED)
Teen FictionDua tokoh utama yang dipertemukan tanpa sengaja dengan membawa luka hidup masing-masing. Berusaha menjadi kuat di hadapan satu sama lain meskipun salah satu dari mereka selalu gagal dalam menunjukkannya. Hal-hal sederhana yang dilakukan Bulan selal...