Khanzalah POV
"ibu... Aku mau dengan ayah saja, aku--"
"Sudah diamlah anak kurang ajar, kau harus ikut denganku !" Teriaknya dengan menarik lenganku secara paksa tanpa belas kasih.
Yah, dia ibuku.
Dia pergi dari rumah ntah karna permasalahan apa dengan ayahku, aku sendiri sedang tertidur saat itu lalu di paksa bangun dengan di tarik begitu saja.
Aku menangis, di malam yang indah dengan bertabur bintang di temani sang rembulan sambil berjalan.
"Ayah..." Rengekku sembari terus menatap ke depan dan memeluk boneka Monyet yang ku selalu ku bawa kemanapun, namun saat itu aku melihat seorang perempuan yang sedang menelfon dan berjalan di atas zebra cross, dia... Sendirian.
Dari raut wajahnya saja terlihat ia sangat kesal akan suatu hal, aku lalu mengelap air mataku seperti ada sesuatu yang membuatku ingin terus memperhatikannya.
Lalu tiba tiba dia memutar arah saat itu memang lampu sedang hijau untuk pejalan kaki, dan merah untuk pengendara, saat itu juga jalanan sudah sunyi dan sepi, sepertinya hanya ada kami.
Namun tiba tiba, mobil truk dengan muatan berlebih kehilangan rem mengarah ke perempuan yang memakai penutup kepala itu.
Tinnn
Suara klakson itu terdengar sangat nyaring dan keras, namun tidak tahu kenapa perempuan itu malah terus menatap truk yang akan menabraknya, seolah olah pasrah akan hal itu.
Namun, sesuatu yang mengejutkan dan membuat hatiku sakit terdengar di telinga "ibu lebih baik pergi, dari pada punya anak seperti kamu !"
Brukk
Srakk
Brakk
Mobil truk itu terguling, tidak... perempuan itu selamat, namun...
"Ibu..." Tangisku pecah saat itu juga, aku yang saat itu berumur tujuh tahun menangis dengan berjongkok sambil menatap nyalang ibuku yang sudah bersimbah darah karna telah menolong perempuan itu.
Aku hanya bisa memeluk Monkey (boneka monyet kesayangan) dan terus menangis, aku bingung harus bagaimana sekarang, namun perlahan pelukan hangat seseorang membuatku mampu menghentikan tangisanku dan merasa tenang.
Pelukan yang belum pernah aku rasakan sebelumnya, bahkan ibuku saja tidak pernah memelukku seperti ini.
Pelukan ini.... pelukan yang seharusnya di berikan seorang ibu pada anaknya.
Perlahan aku mendogak, perempuan yang sedari tadi ku perhatikan dan yang ibuku selamatkan, kini tengah tersenyum padaku menghapus jejak air mataku lalu kembali memelukku, lantas aku mengikut sertakan boneka monyet pemberian ibuku dulu untuk ikut di peluk olehnya.
"Bunny.... Bangun yuk" aku terbangun, menatap wajah itu dengan sayu.
Tangan hangat itu lalu mengusap pelan air mata, eh tunggu kok air mata ?, Apa aku menangis lagi ?.
"Khanza mimpi apa ?" Tanyanya lembut.
Ah... Sepertinya tangisanku terbawa ke dunia nyata ya.
"Enggak kok, nda" ucapku meyakinkan lalu berusaha duduk.
"Makannya kalo mau tidur berdoa dulu, jangan bikin bunda khawatir ya" aku hanya bisa tersenyum.
Jika waktu bisa terulang kembali, ku harap jalan cerita takdirku harus tetap seperti ini tidak ada yang perlu di ubah, aku bahkan sangat bersyukur bertemu perempuan ini.
Grep
Aku memeluknya, dan sepertinya dia agak terkejut akan hal ini, ya... Walaupun sudah terbilang biasa "makasih udah hadir di kehidupanku, nda..." Bisikku pelan di telinganya dan aku menenggelamkan wajahku di ceruk lehernya, pagi ini rambutnya tengah di gerai dan wangi strawberry itu menyeruak di sana.
Perlahan aku merasakan tangan kurus itu ikut membalas pelukanku.
_____________________"Mau bunda anter sampe sini apa sampe kelas ?" Tanyanya dengan wajah jengkel, mungkin karna aku memaksa ikut berjalan dengannya tanpa ikut bis sekolah.
"Kalo gak ngerepotin, Khanza gak masalah kalo--"
"Udah ah, bunda sibuk. Hati hati pulangnya. Nih pegang, perkiraan cuaca bilang katanya bakal hujan" ucapnya memberikan payung berwarna biru navy sambil mendongak ke atas menatap langit dengan matahari yang bersembunyi dibalik kumpulan kapas itu.
"Loh, bunda sendiri gimana ?" Tanyaku khawatir sekaligus terkejut.
Itu payung kesayangan bunda soalnya, itu pemberian dari-- bisa di bilang orang yang seharusnya di lupakan.
"Gampang, ntar--" ucapannya itu langsung ku sambung "Hujan hujanan"
"Bunda itu bukan anak delapan belas tahun lagi loh, umur bunda itu sekarang dua puluh delapan tahun" jelasku, aku tau dia masih gadis hanya saja..... Ah sudahlah lagi pula memangnya ada orang yang menganggap bahwa dia berumur 28 tahun ?, Ku yakin tidak.
Bahkan jika kami berjalan bersama saja, banyak orang menganggap kami sepasang kekasih.
Dia langsung berbalik, tidak menggubris teriakanku.
Ingin mengejar... Hanya saja bel masuk sudah berbunyi.
Ku harap dia tidak mematikan ponselnya atau lembur untuk tidak bertemu denganku, jujur saja sifat bunda itu terlalu kekanak-kanakan dan kadang aku lelah menanganinya, itu sebabnya aku terus terusan menyuruhnya untuk menikah.
"Oi... Khanzalah !" Aku menoleh ke lapangan, tepat di mana ada teman kelas sebelah yang pelajarannya sedang olahraga.
"Lempar bolanya !" Aku langsung mengedarkan pandangan, lalu melihat ke arah kakiku.
Loh ?, Sejak kapan bolanya ada di sini ?, Tak perlu berlama lama aku segera melemparnya. Namun...
Brukk
Semua orang di sana terkejut, termasuk aku.
Saat aku melemparkan bola voli itu, tiba-tiba wakil OSIS dengan rambut panjang tergerai berwarna hitam itu lewat.
Aku langsung mendekatinya, tapi belum juga aku mengecek keadaannya ketua karate yang berada di tempat langsung mengangkatnya ke UKS.
Ku harap, nanti bunda tidak di panggil lagi ke sini.
Ku harap.
______________________MyQueen
last seen today 06:57 AMNda.....
Khanza pulangnya agak terlambat
Bunda mau sekalian Khanza jemput enggak ?
Aku menghela nafas pasrah, khawatir terjadi sesuatu.
Wakil OSIS di sampingku itu ikut mengintip layar ponsel milikku, "kau ternyata punya kekasih ya ?"
Aku terkejut dan setelahnya tersenyum mengangguki, "ah... Kukira selama ini kau tidak punya. Dia orang yang bagaimana ?" Tanyanya ingin tahu sambil terus berjalan beriringan denganku.
"Jutek, cuek, pencemburu yang tinggi namun padaku dia menjadi orang yang hangat. Saat aku berjalan seperti ini saja, ku yakin dia akan cemburu dan tidak akan mengucapkan satu katapun selama seminggu"
"Kau tidak lelah ?, Dia itu terlihat posesif sekali loh. Kau--"
"Tidak, karna kami sudah punya ikatan yang tak bisa di putus oleh apapun. Lagi pula aku sudah sangat menyayangi dan mencintainya lebih dari apapun" jelasku.
"Ah..... Dia beruntung sekali ya" gerutunya, membuatku menoleh "hm ?" Tanyaku lalu dia menggeleng pelan dan pipinya memerah.
Sebentar, aku tidak membuatnya baperkan ?
Maksudku-- kenapa wajahnya jadi seperti itu ?
"Kau orang yang hangat ya, orang orang di sekitarmu pasti akan sangat merasa di hargai berada di sampingmu, yang ku lihat kau orang yang dingin"
KAMU SEDANG MEMBACA
Indifferent Prosecutor Girl [Completed]
Teen FictionJepang, Tokyo Untukmu, laki laki dengan wajah manis yang mungkin pernah ku temui sebelumnya, aku tidak perlu repot-repot merebut kamu dari tuhanmu, tapi aku akan memperkenalkan Tuhanku kepadamu. Aku pernah berdoa pada Tuhan, meminta untuk di pertemu...