Demam

25 2 0
                                    

Please Author oleng ke Khanza, dia tuh askjhgfwq banget ෆ╹ .̮ ╹ෆ

Terdengar suara perasan air di samping ranjangnya, dan tiba tiba handuk basah itu tertempel di dahinya "sss... Udah Khanza, sana main sama temenmu" katanya dengan suara yang lemah.

"Di saat bunda lagi sakit kaya gini ?" Tanya Khanzalah tidak percaya, sedangkan si empunya terkekeh pelan dengan lemah.

"Lagian kamunya nangis terus kaya gitu" katanya lalu mengusap air mata itu perlahan.

"Aku gak nangis, cuman berlinang air mata doang" jawab anaknya, mengeles.

Oke, mulai sekarang kalian bisa menyergah ucapan orang yang bilang kalau kalian menangis, jawab saja seperti yang Khanzalah bilang pada ibunya.

"Bunda jangan mikirin orang yang ngebuat bunda sakit ya, pokoknya Khanza gak mau ngeliat bunda sakit lagi" katanya lalu kembali memeras handuk basah itu dan di letakkan di dahi ibunya.

Dingdong

"Ah, bubur yang ku pesen tuh kayaknya. Bentar ya bunda" anak laki laki itu keluar dari kamarnya, tak lama kemudian kembali dengan bubur di atas nampan, segelas air mineral, dan... Aish ia sangat membenci itu... Yah obat.

Dia lalu duduk di bantu oleh Khanzalah.

"Biar bunda sendiri aja, kamu boleh pergi--"

"Enggak, aku yang bakal nyuapin bunda sampe buburnya habis, dan bunda selesai minum obat. Setelah itu baru aku pergi, ayo a..... " Pinta Khanzalah untuk membuka mulut, namun gadis itu memalingkan wajahnya karna anaknya itu seolah olah menjadikannya anak kecil.

"Oke oke, bunda boleh makan sendiri" finalnya.

Lagi lagi bel pintu berbunyi, membuat ibu dan anak itu saling tatap "siapa ya, nda ?"

"Ntah, bukain aja sana" suruhnya.

Tak lama kemudian, "hey kau !" Panggilan itu membuatnya menoleh, di sana terlihat Sakura menatapnya dengan kesal.

Ah... Panggilan ini membuatnya jadi teringat saat ospek kampus waktu itu.

"Kau ini kenapa bisa sakit ?" Si empunya hanya diam saja dan terus memakan buburnya dengan acuh tak acuh.

"Oi, aku--"

"Ane kemari dengan siapa ?" Tanya Tara, memotong ucapan seniornya yang pasti akan mengomelinya nanti.

"Bersama Asahi-kun. Saat tadi aku bilang bahwa kau sedang tidak memakai hijab, dia jadi mengobrol bersama Khanzalah di ruang tengah" jelasnya, membuat Tara hanya mengangguk.

"Anakmu itu sudah besar ya, aku bahkan ingin menangisi dada bidang itu" ucapan Sakura membuatnya memutar bola matanya malas.

"Asal kau tau, kantor kejaksaan jadi sepi karna tidak ada--"

"Ane, kau terlalu hiperbola, sampai sampai bilang kantor kejaksaan" katanya dengan jengah.

"Lihat, bahkan kau masih bisa memarahiku saat sedang sakit. Hanya kau junior yang berani memarahi dan mengelak padaku"

Dirinya lalu terkekeh dengan lemah mendengar penuturan itu.

"Kau harus sembuh oke" pinta Sakura dengan air muka yang serius.

"Memangnya siapa yang mau sakit ?" Tanya gadis yang baru saja dia semangati itu dengan datar.

"Lihatlah anak tidak sopan ini, apakah aku harus memberi tahu tuan muda kalau--"

"Hey kau !, Apa urusannya dengan dia ?. Aish.... Ane yang benar saja, kalau kau memberitahu hingga dia datang, yakin sekali aku mungkin bisa sampai masuk rumah sakit" kelakarnya.

"Lihat, siapa yang terlalu hiperbola sekarang ?" Tanya Sakura.

Merasa tak terima dan tidak bisa menjawab, dirinya lanjut memakan buburnya dan menatap ke arah jendela di mana langit biru dan awan putihnya sedang terlihat indah.

"HEY SAKURA-CHAN, KAU BERTEMU DENGAN TARA BUKAN UNTUK BERTENGKAR ATAUPUN BERDEBAT !!" teriakan Asahi membuat ia tertawa dengan lemah.

"HEY KAU ASAHI-KUN !, ASAL KAU TAHU DIA DULUAN YANG MULAI !" Teriak Sakura tak terima, sedikit terhibur akan kelakuan dua seniornya itu membuatnya merasa agak baikan sekarang.
_______________________

Ting

Satu pesan masuk dari sana, laki laki berkacamata bening dengan tatapan tajam yang tengah melihat beberapa berkas sekretarisnya pun hanya melirik sekilas.

"Baiklah, lanjutkan saja" datarnya dengan wajah serius.

Melepaskan kacamatanya, dirinya membuka pesan itu.

Saat pesan tersebut terbaca, dirinya terkejut dan langsung bangun dari kursi.
________________________

"Baiklah, nanti jika sempat aku akan membelikan vitamin dan beberapa obat lainnya untukmu" ucap Sakura saat pamit akan pulang.

"Aku bilang tidak usah, pulanglah dengan selamat. Aku lebih lega mendengarnya, aku akan sembuh secepatnya" jawabnya.

"BAIKLAH TARA, KAMI PULANG YA. CEPAT SEMBUH, AKU MEMBUTUHKANMU !!"

itu suara Asahi yang berteriak dari ruang tengah, "yasudah, kami pulang" pamitnya.

"Eum hati hati, maaf tak bisa mengantar kalian sampai depan" katanya dengan lemah.

Setelah mereka pergi, tak lama kemudian terdengar suara bel pintu lagi.

"Khanzalah... Tolong bukain pintu, dan lihat siapa yang datang..." Pintanya.

Terdengar pintu di buka dan kembali di tutup, lalu anaknya masuk ke kamarnya.

"Nda..... Ada yang ngasih ini dan naruh di handle pintu, pas Khanza liat gak ada siapa siapa" terlihat di sana sekotak obat dengan totebag warna cream, obat yang ada di dalamnya pun terlihat sangat lengkap, vitaminnya juga.

"Apa itu dari Sakura ya ?" Gumamnya dengan bertanya.

"Lihat bunda, ada surat" Khanzalah berucap dengan heboh, lalu membuka dan membacanya dalam hati, setelah itu tersenyum mencurigakan ke arah ibunya.

"Kenapa coba senyum senyum sendiri kaya gitu ?" Tanyanya dengan sedikit jengkel.

"Lebih baik bunda baca sendiri, kalo perlu apa apa Khanza ada di ruang tengah" setelah memberikan kotak obat dan surat itu, segera anak itu pergi.

"Khanza apaan sih..." Keluhnya.

Ini aku, Shotaro

Ku harap nona lekas sembuh ya, aku terkejut saat tahu nona jatuh sakit.
Ternyata, nona.... kau bisa sakit juga ya.
Ku harap obat dan vitaminnya membantu.
Cepat sembuh dan ayo kita bertemu lagi.

To the

indifferent prosecutor girl

"Hhh...." Dirinya terkekeh pelan membaca bagian akhir, dan tersadar akan hal itu langsung menampar pelan pipi tirusnya "astagfirullah Na, sadar !" Monolognya.

Indifferent Prosecutor Girl [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang