Notes for the readers:
Terima kasih untuk tidak minta feedback/boomvote/saling dukung maupun promosi di DM/wall/komen. Apa pun bentuknya, itu adalah spam. Silakan berpromosi dengan bijak di medsos masing-masing. Harap maklum 🙏.WARNING! Cerita ini ber-copyright "All Rights Reserved" (lihat deskripsi cerita). Artinya, TIDAK diperkenankan menggunakan atau mengadaptasi cerita ini dalam bentuk & cara apa pun TANPA seizin penulis.
----------
Kreeeet ... kreeeet ... kreeeet ....Printer di hadapan Vanya terus meretih, bersamaan dengan bergulirnya rangkaian kertas label berisi nama dan alamat penerima paket. Di depan mejanya, suara lakban menyegel kardus yang saling bersambut, ditingkah obrolan santai para karyawan--yang duduk mengelilingi meja lipat tempat mereka bekerja--turut mengisi garasi berkapasitas dua mobil. Namun seolah tak terganggu dengan suara-suara itu, jari-jari si operator laptop terus berlompatan di atas keyboard, menambah panjang rangkaian kertas yang keluar dari mesin cetak.
Sudah beberapa hari belakangan ini, pesanan kosmetik di online shop milik Nuri--mama Vanya--luar biasa melimpah. Setiap lima detik sekali, toko virtual itu kemasukan pesanan dari berbagai pelosok negeri. Ponsel di dekat lengan Vanya yang sudah berkali-kali berdenting, hingga tak sempat ia jamah. Padahal ia paling gercep bila mendapat kiriman pesan Whatsapp, entah dari grup atau Gwen, sahabatnya sejak kuliah. Namun sesuai deskripsi yang ditulis dalam 'tokonya', pesanan yang masuk sebelum pukul tiga sore akan diproses same day. Karenanya ia tak berhenti mengetik meskipun jari-jarinya sudah tampak ingin dicelupkan dalam air es. Ia hanya tak bisa menerima pelanggan yang berkomentar 'Pengiriman lambat' di kolom review.
Apa mereka tak tahu, agen pengiriman juga bisa menjadi faktor keterlambatan?
"Masih ada yang masuk, Van?" Di samping Vanya, Nuri bertanya. Ia juga tak sekali pun mengangkat kepala dari laptopnya sendiri. Di layarnya, software tempat ia mencatat inventaris barang dagangan sudah cukup menyita perhatian.
"Masih banyak, Ma," sahut Vanya tanpa memalingkan wajah.
Sejenak, Nuri menaikkan lengan kiri dan melihat jam tangannya. "Udah hampir jam empat, Van. Berhenti aja, deh. Lanjut besok lagi." Tak langsung kembali menghadapi laptop, penglihatannya kemudian terarah ke luar, tempat mobil bak terbuka yang sudah dipenuhi kardus-kardus beraneka ukuran itu diparkir. "Pak Danu kayaknya juga udah mau berangkat."
Vanya mengikuti arah pandang mama. Di luar, Pak Danu, yang bertugas mengantarkan paket ke agen pengiriman, tampak sudah menutup bak belakang mobilnya dengan terpal.
"Oke," ia langsung menyanggupi. Berakhirnya jam kerja memang selalu ia tunggu. Hanya duduk berjam-jam menghadapi layar laptop dan mengetik sungguh membosankan bagi Vanya yang dinamis dan tak bisa diam. Namun pilihan apa yang ia miliki bila semua opsi lowongan kerja bagi lulusan Sastra Inggris bukanlah passion-nya?
KAMU SEDANG MEMBACA
✔The Road to Mantan
ChickLit[ChickLit/Slice of life] Kalau ada seseorang yang bisa bikin Vanya gagal move on, itu adalah Karan, mantan terindahnya di masa kuliah. Usaha apa pun ia tempuh demi bisa bersama laki-laki itu lagi, termasuk jadi stalker media sosialnya dengan akun pa...