8. Km -3,3

167 35 10
                                    

'Perjodohan' itu akhirnya mereda dengan sendirinya karena terlalu sering diacuhkan oleh Vanya dan Biyan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

'Perjodohan' itu akhirnya mereda dengan sendirinya karena terlalu sering diacuhkan oleh Vanya dan Biyan. Kebersamaan Vanya, Danisa, Biyan, dan teman-teman se-geng-nya dulu--minus Stevie yang tak naik kelas--kini menjadi pemandangan yang sudah tak aneh lagi. Geng baru itu benar-benar tak terpisahkan. Kelas yang berbeda saat kenaikan kelas pun tak bisa memisahkan mereka. Di luar sekolah, mereka juga sering menghabiskan waktu bersama.

Namun situasi menjadi agak ganjil setelah dua tahun persahabatan mereka. Beberapa hari belakangan ini Biyan sering keberatan rumahnya digunakan sebagai tempat membuat PR atau belajar bersama. Dan meskipun masih selalu pulang bareng Vanya, ia menolak memberi tahu masalahnya, hingga pada suatu sore Nuri memanggil putrinya.

"Van, tolong kasihin Tante Widya, ya." Mama menyodorkan kantong keresek hitam yang terlihat cukup berat.

"Oke." Vanya beringsut dari ranjang seraya menutup majalah yang dibacanya sambil rebahan tadi. Diterimanya kantong berisi mangga yang baru dipanen papa dari halaman belakang.

Nuri memang sengaja minta tolong supaya Vanya yang memberikannya pada mama Biyan karena sebenarnya sejak lama ia tahu yang dirahasiakan keluarga itu. Dan ia ingin memberi tahu sang putri dengan caranya sendiri.

Gadis itu ke luar menuju rumah Biyan. VW Combi ayahnya yang berwarna putih dan kuning genjreng itu terparkir di halaman rumah. Tak biasanya, karena ayah Biyan selalu pulang menjelang petang.

Pintu depan rumah itu terbuka. Vanya langsung berseru di ambangnya. "Permisi!"

Widya muncul dari balik dinding. Senyumnya langsung mengulas melihat kemunculan sahabat putra sulungnya itu. "Eh, Van. Ada apa?"

"Mangga buat Tante. Tadi papa baru panen," sahut gadis itu seraya mengangsurkan kantong yang dibawanya pada mama Biyan.

Raut Widya berubah semringah. "Wah! Senangnya. Tante mau bikin jus mangga, ah. Kamu tunggu dulu, ya. Tante juga mau bikin buat kamu."

"Oke." Vanya menyetujui.

Mama Biyan berbalik, memasuki ruangan yang lebih dalam dan Vanya mengekorinya. Namun semakin dalam mereka masuk, semakin Vanya dibuat heran dengan keberadaan dus-dus besar yang ada di sana. Salah satu dus itu terbuka dan di dalamnya Vanya melihat koleksi buku Om Wahyu yang biasanya berjajar rapi dalam rak buku. TV yang biasanya terletak di atas bufet berpindah ke lantai dengan kabel tercabut dari stekernya. Benda-benda yang ada di sana pun begitu berantakan. Vanya mendadak merasa gelisah.

"Kenapa barang-barangnya dimasukin dus, Tante?" Ia bertanya seraya menjatuhkan diri di kursi meja makan.

Sambil mencuci mangga-mangga itu di wastafel, Widya menyahut, "Emangnya Biyan belum cerita?"

"Belum."

"Kami mau pindah rumah," aku Widya tanpa menghadapi Vanya.

"Hah? Kapan?"

✔The Road to MantanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang