Sudah lebih dari seminggu Biyan tak lagi melihat banner bertuliskan 'Rumah ini dijual' tergantung di pagar rumah sebelah. Kata ayah, itu tandanya tak lama lagi akan ada yang menghuni rumah kosong itu. Sejak saat itu, ia selalu menerka-nerka, seperti apa tetangga barunya nanti? Apa mereka punya anak lelaki yang sebaya dengannya? Apa anak itu juga suka main game sepertinya? Pertanyaan-pertanyaan itu akhirnya terjawab pada suatu hari Minggu yang tenang, kala Wahyu dan Widya tengah menghadiri pernikahan putri koleganya dan Biyan ditinggal bersama Randu serta si bibi di rumah.
Mulanya Biyan mengira suara pintu mobil yang ditutup itu adalah kepulangan ayah dan mama. Namun mendengar deru kendaraan berat setelahnya, bocah kelas 3 SD itu merasa perlu untuk mencari tahu. Dari jendela kamarnya di lantai atas, ia menjulurkan kepala ke luar, ke arah rumah sebelah.
Di halaman rumah bergaya kolonial dan hanya mempunyai satu lantai itu, kini terparkir sebuah sedan berwarna hitam. Sementara sebuah truk besar berhenti di luar pagar. Bak di belakangnya berisi satu set sofa, sebuah bufet dan sebuah kasur lateks queen size. Ketiga orang yang duduk di bagian depan kemudian turun hampir bersamaan.
Seorang pria seumuran ayah dan berpostur agak gemuk tiba-tiba muncul dari dalam rumah. Ia memerintahkan sesuatu pada ketiga pengangkut barang itu sambil menunjuk-nunjuk ke arah rumah dan dibalas dengan anggukan oleh salah satunya.
Pria itu kemudian berhenti di depan bagasi sedannya dan membukanya. Sebuah skuter berwarna biru berukuran bocah seusianya keluar dari sana. Pertanda keluarga itu mempunyai anak yang sebaya dengannya.
"Van! Skuter kamu, nih!" Pria itu berseru.
Benar dugaan Biyan. Seorang bocah berambut pendek muncul dari dalam rumah. Penampilannya yang berkaus biru navy dan bercelana jins membuat senyum Biyan mencekah. Harapannya terkabul, kini ia punya teman bermain yang sebaya. Ia pun mulai menebak-nebak namanya. Irvan, Devan, Vandi ....
Lalu untuk memperjelas penglihatan, ia meraih teropong hadiah ulang tahunnya dari dalam laci. Dan diarahkannya benda itu pada sosok si bocah yang membawa skuternya masuk dalam rumah dengan cara mengayuhnya. Namun ....
Bocah itu memang berambut pendek, bercelana jins dan berkaus dengan gambar rocker cewek dari Kanada, Avril Lavigne, tapi Biyan merasakan ada yang ganjil. Wajah bocah itu lebih feminin daripada laki-laki.
"Vanya, ini barangmu masih ada satu lagi," panggil pria yang masih berdiri di depan bagasi itu.
Pupus sudah harapan Biyan.
*
Pengemudi dan penumpang VW Combi putih-kuning itu sama-sama menengok ke arah rumah tetangga baru mereka. Di halamannya, seorang pria dan seorang gadis kecil berseragam SD baru memasuki kendaraannya.
"Jadi itu tetangga baru kita?" gumam Wahyu seraya mempercepat laju mobilnya.
"He eh," balas Biyan, yang duduk di samping ayah.
KAMU SEDANG MEMBACA
✔The Road to Mantan
ChickLit[ChickLit/Slice of life] Kalau ada seseorang yang bisa bikin Vanya gagal move on, itu adalah Karan, mantan terindahnya di masa kuliah. Usaha apa pun ia tempuh demi bisa bersama laki-laki itu lagi, termasuk jadi stalker media sosialnya dengan akun pa...